fbpx
PEMIKIRAN GENDER MENURUT ASGHAR ALI ENGINEER PEMIKIRAN GENDER MENURUT ASGHAR ALI ENGINEER www.google.com Writer Islam bersama kelahiran Rasulullah SAW dihadirkan Allah SWT sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin. Islam hadir memberikan jaminan akan keselamatan, kebahagiaan, keadilan, dan kesejahteraan umat manusia. Islam hadir sebagai solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi manusia. Ajaran Islam memiliki potensi dominan dalam penerapan ideologi gender yang bias. Dalam konteks itu pula, Islam memberikan inspirasi dan dorongan munculnya ketidakadilan gender. Hal ini dikarenakan potensi ketidakadilan itu bukan bersumber dari prinsip ajaran Islam, melainkan karena proses perkembangan ajaran Islam yang didominasi oleh budaya patriarki. Oleh karena itu, ajaran Islam perlu ditinjau dan dianalisis kembali secara kritis, terutama ajaran tentang faktor kodrati atau Ilahi dan faktor yang bukan kodrati. Pada dasarnya, Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan sama derajatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Terdapat beberapa pemikir yang memiliki perhatian besar atas persoalan gender, salah satunya adalah Asghar Ali Engineer. Maka tulisan ini mencoba memaparkan pemikiran gender menurut Asghar Ali Engineer. Biografi Asghar Ali Engineer Tokoh Gender Asghar Ali EngineerSumber: https://bersamakepuncak.blogspot.com/

PEMIKIRAN GENDER MENURUT ASGHAR ALI ENGINEER

Pendahuluan

Gender adalah suatu konsep yang seringkali digunakan untuk mengidentifikasi tentang peran dan status perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari sudut non-biologis. Hal ini berbeda dengan sex yang secara umum lebih banyak digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologis. Istilah sex lebih banyak berfokus dan berkonsentrasi pada aspek biologis seseorang yang meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender, lebih berfokus dan berkosentrasi pada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non-biologis lainnya. Gender lebih menekankan pada perkembangan maskulinitas atau feminitas seseorang. Di Indonesia sendiri kuatnya budaya patriarki memberi pengaruh terhadap besar gender, sehingga mampu melahirkan ketimpangan sosial pada perempuan terhadap hak yang dimilikinya dalam kesetaraan gender pada pandangan sosial. Partisipasi perempuan dalam pandangan sosial mampu menimbulkan angka yang rendah, sehingga kesetaraan gender perlu ditegakkan agar diskriminasi gender ini bisa dirubah.[1]

Islam adalah agama yang hadir memiliki misi pembebasan, misi ini dapat terlihat dalam teks kitab suci yang menjadi refleksi dalam kehidupan para penganutnya. Dalam konteks Islam persoalan gender merupakan bukti nyata betapa antara teks kitab suci, penafsiran terhadapnya (kitab suci), dan konteks sosial yang melingkupi sering terjadi benturan-benturan dan ketegangan. Namun sebagai bentuk dari pemahaman kitab suci yang sering dijadikan dasar untuk menolak kesetaraam gender yaitu anggapan masyarakat yang menilai bahwa antara teks kitab suci yang ditafsirkan oleh mufassir yang hasilnya bersifat setara serta sama merupakan kebenaran yang mutlak. Maka kita sebagai masyarakat sering kali menjadi korban dari ketidakseimbangan penafsiran teks kitab suci. Dalam hal ini Asghar Ali Engineer menyadari bahwa pada umumnya kondisi ketidakseimbangan dan ketidaksetaraan seringkali dirasakan kaum perempuan sebagai ketidakadilan dalam masyarakat patriarki. Fenomena ini dirasakan kaum perempuan bahwa mereka belum benar-benar pernah merasakan “diorangkan” atau diperlakukan sebagai manusia seutuhnya.[2]

Asghar Ali Engineer hadir sebagai tokoh feminisme yang selalu menonjolkan perjuangan dalam kesetaraan gender terutama bagi kaum perempuan. Hal ini agar ada kemajuan akan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender mulai ada dalam realitas kehidupan. Ashgar Ali Engineer menyuarakan hak-hak perempuan dalam menegakkan kesetaraan gender. Ia telah banyak menulis tentang hak perempuan dalam Islam diantaranya yaitu tentang poligami, perempuan bercadar, perceraian, hukum keluarga, dan lainnya yang kemudian memunculkan kritik serta tawaran revolusi untuk menciptakan masyarakat yang adil dalam gender dan tidak ada diskriminasi.[3]

Di bawah ini penulis mencoba memaparkan beberapa terkait tentang Asghar Ali Engineer, baik dari biografi, latar belakanga pemikiran, sampai contoh penerapan pemikiran yang dibangun terkait pembebasan perempuan dalam realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan kita.

Biografi Asghar Ali Engineer

Asghar Ali Engineer hidup dalam lingkungan keluarga ulama ortodoks Bohro, ia lahir pada tanggal 10 Maret 1939 di Sulumber, Rajastan (India).[4] Asghar lahir dari pasangan Syaikh Qurban Husein dan Maryam. Ayahnya adalah seorang penganut kuat paham Syi’ah Islmailiyah dan berpikiran cukup terbuka untuk berdialog dengan penganut agama lain. Ayahnya juga seorang sarjana Islam terpelajar yang turut membantu pendirian pimpinan ulama Bohro atau pemimpin kelompok Daudi Bohras.[5]

Dalam menempuh pendidikan Asghar Ali Engineer mempelajari ilmu tafsir dan takwil Al-Qur’an, fiqh, hadis, dan bahasa Arab. Selain itu Asghar Ali Engineer juga banyak membaca karya Bettrand Russell dan Karl Marx. Ia bahkan mengaku telah membaca habis buku Das Kapital karya Marx.[6] Terbukti dalam pemikirannya itu mempengaruhi analisa dan gagasan Asghar Ali Engineer yang dikenal dan identik dengan diskurus “khas kiri” seperti ketidakadilan, penindasan, revolusi, perubahan radikal, dan sebagainya.

Sebagai seorang pemikir dan reformis, Asghar Ali Engineer sangat rajin dalam memberikan dan menuangkan ide-ide pemikirannya di berbagai forum ilmiah baik dalam seminar, perkuliahan, lokakarya, maupun simposium di berbagai negara, lebih-lebih kapasitasnya sebagai Directur of Islamic Studies di Bombay, dan mantan anggota Dewan Eksekutif Universitas Jawaharlal Nehru, di India. Bahkan dalam mensosialisasikan pemikirannya, Asghar Ali Engineer aktif dalam menulis maupun sebagai penyunting di berbagai penerbitan.[7]

Asghar Ali Engineer adalah seorang tokoh pemikir yang produktif, adapun diantara karyanya yaitu, Islam and Its Relevance to Our Age, The Oringin and Development of Islam, Islam and Muslims: Critical Perspectives, The Bohras, The Islamic State, Islam and Liberation Theology, On Developing Liberation Theology in Islam, Islam in South-East Asia, Seminar on Sufism and Communal Harmony, The Spirituality of Social Movement, Rights of Women in Islam, Communalism and Communal Violence in India, Ethnic Problem in South Asia, The Qur’an, Women and Modern Society.[8]

Maka dalam memahami posisi Asghar Ali Engineer di atas, tidaklah mengherankan mengapa ia sangat vokal sekali dalam memperjuangkan dan menyuarakan pembebasan. Asghar Ali Engineer juga dalam beberapa karyanya yang lain menulis tentang misalnya hak asasi manusia, hak-hak perempuan, pembelaan rakyat yang tertindas, perdamaian etnis, agama, dan lain-lainnya. Itulah sebabnya Asghar Ali Engineer banyak terlibat dan bahkan memimpin organisasi yang memberikan banyak perhatian kepada upaya advokasi sosial. Meskipun harus bertentangan dengan generasi tua yang cenderung bersikap konservatif, dan pro status qou. Hal ini terjadi karena ketika sekte Daudi Bohra dipimpin oleh Sayyidina Muhammad Burhanuddin yang dikenal sebagai da’i mutlak (absolute preacher).[9]

Pemikiran Gender Menurut Asghar Ali Engineer

Maha Suci Allah SWT yang menciptakan manusia dalam rahim perempuan, hal yang dimana tidak mungkin bagi laki-laki. Tetapi, pada yang demikian itu disangkal oleh banyak masyarakat pada umumnya. Hal ini dikisahkan dan diabadikan sesuai firman Allah SWT, Q.S. An-Nisa [4]: 1

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Artinya: “Wahai manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang nama-Nya kamu saling meminta[10] dan (periharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”.[11]

Kemudian Q.S. Al-Hujurat [49]: 13

 

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: “Wahai manusia sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti”.[12]

Dari ayat di atas perempuan seakan tak berdaya di Arab dan seluruh dunia. Namun demikian, pada saat Al-Qur’an turun Rasulullah SAW mendeklarasikan hak-hak perempuan yang di mana tertuang dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 228, yang sebelumnya perempuan tidak pernah dapatkan dalam aturan legal, itulah untuk pertama kalinya keberadaan individu perempuan sebagai makhluk hidup diterima tanpa ada persyaratan. Perempuan dapat melangsungkan pernikahan, dapat meminta cerai kepda suaminya tanpa persyaratan diskriminatif, dapat hak waris dari ayahnya, ibu, dan saudaranya yang lain, dapat memiliki harta sendiri denga hak penuh, dapat merawat anak-anaknya hingga dewasa, dan mengambil keputusannya sendiri secara bebas.[13]

Asghar Ali Engineer memusatkan perhatiannya pada status yang diberikan Al-Qur’an kepada perempuan dan beberapa pendapat fuqaha terkait hal itu. Sebagaimana diketahui masyarakat yang memegang sistem matriarchal, perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki. Perempuan tidak cocok memegang kekuasaan karena mereka tidak memiliki kapabilitas seperti yang dimiliki laki-laki. Perempuan yang hanya diberikan ruang di dalam rumah, mengurus dapur, mengurus anak dan tidak diberikan ruang publik sama sekali, bahkan perempuan tidak akan pernah menjadi pemimpin negeri.[14]

Asghar Ali Engineer memiliki karakter dalam kerangka berfikir yang mengacu pada tiga hal; Pertama yaitu Al-Qur’an memiliki sifat yang normatif juga terhubung pragmatis. Ajaran yang dimiliki mempunyai konteks hubungan dengan zaman sekarang ini, hal yang diinginkannya adalah ajaran yang diterapkan pada konteks yang sesuai. Contohnya pada ayat yang memperlakukan perempuan secara kasar, hal ini perlu diperlihatkan dalam konteks apa saja dan proporsionalitasnya. Al-Qur’an memiliki isi yang tidak ambigu sehingga membedakan ayat normatif sebagai konteks perbedaan yang sebenarnya Allah inginkan dan ayat kontekstual bentuk kenyataan akan hidup masyarakat di masa itu. Kedua, interpretasi yang dilakukan pada Al-Qur’an sama halnya pada kitab lainnya, yang isinya bergantung terhadap pemahaman penafsirnya. Ketiga, Al-Qur’an dimaknai ayat-ayatnya secara terbuka tanpa ada batasan waktu, terkadang ada beberapa pemaknaan pada kitab yang memiliki bahasa simbolik yang hanya memiliki masa berlaku beberapa waktu, maka dari itu dalam bahasa simbolik ini perlunya kretivitas agar dapat disesuaikan dengan pengalaman yang pernah terjadi.[15]

Maka adapun kesetaraan gender menurut padangan dan metodologi pemikiran Asghar Ali Engineer yang terjadi dalam sosio politik kultural kehidupan kita sekarang, yakni sebagai berikut:

  • Poligami

Asghar Ali Engineer menyodorkan sebuah metodologi demi mangatasi hal ini. Ia kemudian mangajukan dua konsep yaitu ayat normatif dan ayat kontekstual. Ayat normatif, bersifat “yang seharusnya (das solen)”, ia mengandung nilai yang universal sehingga berlaku sepanjang masa. Sedangkan ayat kontekstual merupakan ayat-ayat yang mengungkapkan pernyataan kontekstual atau yang berkaitan dengan keadaan masyarakat ketika itu, dan ia bersifat “yang senyatanya (das sein)”.

Kalau perempuan dikatakan menderita karena laki-laki yang boleh menikah lebih dari satu wanita (sampai empat), itu hanyalah sebuah stigma. Tidak dapat dipungkiri bahwa stigma ini memang merendahkan status perempuan, padahal dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13:

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ..,

Artinya: “..,Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti”.[16]

Dimana sesungguhnya kalau kita telaah lebih dalam bahwa sesungguh siapapun itu, laki-laki ataupun perempuan sama saja derajatnya, hanya yang menjadi pembedanya adalah siapa yang paling bertakwa. Tetapi di Arab laki-laki memiliki kebiasaan menikah dengan banyak istri dan Islam datang membatasi hanya sampai empat. Padahal pada masa nabi, Rasulullah menikah lebih dari satu itu memiliki aturan yang ketat, yaitu dimana bertujuan untuk melindungi janda-janda dan anak-anak yatim serta harta mereka, sehingga bukan untuk kesenangan kepuasan nafsu semata. Maka turunlah ayat yang membatasi pernikahan hanya sampai emta, tetapi jika laki-laki khawatir tidak dapat berlaku adil, maka cukup satu orang saja.

Dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang berwajah ganda. Misalnya ayat yang berkaitan tentang poligami dan kepemimpinan perempuan. Poligami dianggap suatu hal yang diperbolehkan, sedangkan yang lain mengatakan bahwa itu adalah sebagai dalil monogami berdasarkan Q.S. An-Nisa ayat 3.

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ

Artinya: “Dan jika kamu khawatir tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi; dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan berlaku adil,[17] maka (nikahilah) seorang saja[18] atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki.[19] Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim”.[20]

Oleh Asghar Ali Engineer ayat-ayat yang berwajah dua atau ganda di atas dikategorikan sebagai ayat kontekstual. Ia berlaku sesuai konteks ketika ayat itu diturunkan. Poligami diperbolehkan pada zaman Nabi sebab ia diyakini sebagai jalan dan solusi untuk mengangkat martabat perempuan yang terpuruk dan hina pada saat itu. Beda halnya sekarang, zaman telah berubah, perempuan sudah lumayan baik posisinya di masyarakat ketimbang pada zaman dulu.

Realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan kita sekarang adalah mengatasnamakan perintah agama, padahal kalau kita melihat yang terjadi adalah karena ingin kepuasan hawa nafsu belaka, bukan karena bertujuan untuku memuliakan perempuan.

Apakah poligami menjadi sebuah anjuran atas nama memuliakan perempuan? Asghar Ali Engineer mengatakan, tentu tidak. Ia mengatakan bahwa ayat tentang penciptaan manusia, laki-laki dan perempuan adalah dari esensi yang sama (Q.S. An-Nisa ayat 1), pemuliaan semua anak Adam (Q.S. Al-Isra ayat 70), dan pemberian pahala yang sama bagi yang bertakwa, baik laki-laki maupun perempuan (Q.S. Al-Ahzab ayat 35), merupakan contoh ayat-ayat normatif. Asghar Ali Engineer juga menegaskan bahwa sesungguhnya Al-Qur’an mengkehendaki kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, tapi konteks sosial ketika itu tidak dapat menerima hal demikian. Jika dipaksakan, maka dakwah Nabi akan mengalami kesulitan besar.

  • Kepemimpinan Perempuan

Fenomena diskriminasi terhadap perempuan di dunia muslim merupakan implikasi langsung dari pemahaman terhadap teks-teks skriptural. Diskriminasi gender bukan semata-mata karena persoalan sosiologis, budaya maupun politik, namun hal ini telah menjadi bagian dari persoalan teologis. Perempuan sebagai posisi kelas dua dibawah laki-laki, baik pada dataran domestik maupun publik, merupakan implikasi logis dari interpretasi terhadap sumber-sumber teologi Islam. Hadis-hadis patriarkal dianggap sebagai fundamental idea munculnya dominasi laki-laki terhadap perempuan. Hadis ini terdapat dalam kitab Sahih Bukhari. Sebagai i’itibar hadis, diriwayatkan pula dalam Sunan At-Turmuzi dan Sunan An-Nasa’i.

Hadis ini dipegangi oleh kaum tradisionalis sebagai argumen untuk melarang perempuan berkiprah di dunia politik dan publik. Secara tekstual hadis ini memang menginyaratkan pelarangan Rasulullah terhadap kepemimpinan perempuan. Namun, pendekatan tekstual untuk memahami hadis ini bukan merupakan pembacaan yang objektif. Pada gilirannya, ideal moral hadis tidak disampaikan dan secara praktis merugikan hak-hak kemanuisaan perempuan apalagi ditambah dengan ayat suci Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 34. Untuk memahami hadis itu, diperlukan pemahaan historis dan kontekstual. Hadis diatas tadi memang dikategorikan hadis shahih tetapi mempunya latarbelakang sejarah tersendiri (sabab wurud) sehingga tidak bisa serta merta langsung digunakan sebagai dalil umum. Pada dasarnya, sukses atau tidaknya kepemimpinan perempuan, bukanlah karena kemampuan perempuan ‘separo’ laki-laki, melainkan tergantung penerimaan mayoritas laki-laki dalam kepemimpinannya itu.

Fakta sejarah membuktikan bahwa di Indonesia masa lalu, perempuan Indonesia juga berkesempatan dan berpeluang memegang jabatan kekuasaan sebagai kepala negara, dan berperan aktif dalam berbagai aspek sosial kemasyarakatan, baik sosial, ekonomi, sosial budaya, maupun politik. Bahkan memanggul senjata dalam bidang militer tanpa harus meninggalkan perannya di ruang domestik. Dari fakta-fakta sejarah, dapat disimpulkan bahwa dasarnya perempuan dan laki-laki adalah sama. Yaitu sama-sama memiliki potensi dan kecerdasan, keinginan, dan cita-cita, impian, dan harapan, juga rasa khawatir, dan kecemasan. Dengan kecerdasan ilmu pengetahuan yang diperoleh perempuan, dia tidak hanya mampu berperan sebagai ibu dari anak-anak atau istri yang hanya berkutat di ranah domestik. Akan tetapi, mereka juga mempunyai potensi dan dituntut untuk terus dikembangkan. Kepemimpinan sendiri berarti memperoleh atau mencapai keunggulan sebagai individu dalam masyarakat atau wilayah yang disebut publik. Kepemimpinan bisa juga berarti kompetensi dan hirarki, dan juga berkaitan dengan masalah kekuasaan dan tanggung jawab. Jadi, kepemimpinan yang baik adalah yang punya kemampuan untuk mengambil keputusan dengan adil dan bijaksana, tanpa memandang jenis kelamin, entah itu laki-laku ataupun perempuan.

  • Hak Perempuan dan Anak

Ada saja yang merasa aneh dan ganjil membicarakan perlindungan wanita dan anak. Namun, tentu saja ada yang merasa tersinggung, seakan merendahkan derajat wanita. Sebab, bila wanita dilindungi tentulah pria yang menjadi pelindung. Jangan emosi dengan menuding pria tidak tahu diri walaupun emosi termasuk rahmat Tuhan. Yang tidak dibenarkan adalah emosi yang meluap sehingga hilang pertimbangan akal. Bila demikian, emosi meluap sama dengan binatang. Bahkan lebih rendah derajatnya dibanding binatang. Ada hikmah Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, tidak sama badaniah dan batiniah antara pria dan wanita. Oleh sebab itu, jangan ada yang memintari apalagi menuntut persamaan harkat dan kedudukan ala kaca mata manusia. Jadi sudah menjadi hal yang wajib kita syukuri agar peranan wanita dan pria bermanfaat bagi pembinaan anak dalam rangka berbangsa dan bernegara.

Ikatan lahiriah, memahami tanggungjawab suami melindungi istri. Ikatan batiniah bernafaskan cinta, kasih dan sayang atas dasar membentuk keluarga. Keluarga dimaksud tidak memadai bila hanya antara suami dan istri tanpa kehadiran anak. Perlindungan wanita dan anak dalam kehidupan rumah tangga, tersirat dalam undang-undang yang merumuskan makna perkawinan, antara lain adanya ikatan lahir dan batin.[21]

Kesimpulan

Asghar Ali Engineer menganggap bahwa ayat-ayat normatif aplikasinya lebih bersifat abadi dan fundamental dari pada ayat-ayat kontekstual. Konsekuensi dari normativitas yang ada dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah validitasnya yang transenden. Namun begitu, teologi Al-Qur’an tidaklah dogmatis atau mengabaikan realitas empiris yang cenderung dinamis. Asghar Ali Engineer juga mengingatkan bahwa seseorang harus berhati-hati dalam menyortir yang kontekstual dari yang normatif, baik yang ada dalam Al-Qur’an maupun hadist. pemahaman dan pembedaan yang jelas antara konsep sex dan gender sangat diperlukan dalam membahas ketidakadilan sosial. Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya: 1) Dibentuk. 2) Disosialisasikan. 3) Diperkuat. Bahkan dikontruksi secara sosial kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.

[1] Janu Arbain, Nur Azizah, Ika Novita Sari, Pemikiran Gender Menurut Para Ahli: Telaah Atas Pemikiran Amina Wadud Muhsin, Asghar Ali Engineer, dan Mansour Fakih, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Vol. 11, No. 1, Oktober 2015, h. 75-76.

[2] Novia Alfiyanti, Elsa Widya Sari, Hak Politik Perempuan Perspektif Feminisme Islam Asghar Ali Engineer dan Relevansinya di Indonesia, International Conference of Da’wah and Islamic Communition #2, Vol. 1, 2022, h. 40.

[3] Novia Alfiyanti, Elsa Widya Sari, Hak Politik Perempuan., h. 40.

[4] Agus Nuryanto, Islam, Teologi Pembebasan dan Kesetaraan Gender: Studi Atas Pemikiran Asghar Ali Engineeri, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 7.

[5] Ahmad Maulani, Takdir Perembpuan: Studi Atas Pemikiran Asghar Ali Engineer, (Banjarmasin: IAIN Antasari, 2016), h. 37.

[6] Asghar Ali Engineer, Islam Masa Kini, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 7.

[7]Abdul Rasyid Ridho, Reformulasi Tafsir: Studi Pemikiran Gender Asghar Ali Engineer, SOPHIST: Jurnal Sosial Politik Kajian Hukum Islam dan Tafsir,Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2020, h. 221.

[8] M. Kursani Ahmad, Teologi Pembebasan dalam Islam: Telaah Pemikiran Asghar Ali Engineer, Ilmu Ushuluddin Vol. 10, No. 1, Januari 2011, h. 54.

[9] M. Agus Nuryatno, Islam, Teologi Pembebasan dan Kesetaraan Gender, Cet. I, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 8.

[10] Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau meminta kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti As’aluka billah yang artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.

[11] Syaamil Quran, Terjemahan Tafsir Per Kata, (Bandung: sy9ma,  2010), h. 77.

[12] Syaamil Quran, Terjemahan Tafsir Per Kata., h. 517.

[13] Janu Arbain, dkk, Pemikiran Gender Menurut Para Ahli: Telaah Atas Pemikiran., h. 82.

[14] Asghar Ali Engineer, Hak-Hak Perempuan Dalam Islam (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 11992), h. 55.

[15] Novia Alfiyanti, Elsa Widya Sari, Hak Politik Perempuan., h. 45.

[16] Syaamil Quran, Terjemahan Tafsir Per Kata., h. 517.

[17] Berlaku adil yang dimaksud ialah perlakuan yang adil dalam memenuhi kebutuhan istri, seperti pakaian, tempat, giliran, dan lain-lain yang bersifat lahiriah dan batiniah.

[18] Islam membolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini, poligami sudah ada dan pernah pula dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

[19] Hamba sahaya dan perbudakan yang dimaksudkan dalam hal ini pada saat sekarang sudah lagi tidak ada.

[20] Syaamil Quran, Terjemahan Tafsir Per Kata., h. 77.

[21] Bismar Siregar, Islam dan Hukum, (Jakarta: Grafikatama Jaya, 1992), h. 204.