fbpx
Perbaiki Kualitas Pendidikan untuk Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

Transformasi Ekonomi Melalui Pendidikan: Peran STEM, VR, dan Kemitraan Internasional dalam Menciptakan Pertumbuhan yang Adil

Transformasi Ekonomi Melalui Pendidikan: Peran STEM, VR, dan Kemitraan Internasional dalam Menciptakan Pertumbuhan yang Adil

Pendidikan telah lama diakui sebagai elemen fundamental dalam pembangunan masyarakat dan penggerak utama modernisasi. Di era globalisasi saat ini, perannya semakin signifikan, tidak hanya sebagai alat untuk transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai motor utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pendidikan berkualitas menjadi kunci untuk memfasilitasi perubahan sosial, meningkatkan keterampilan individu, serta memajukan inovasi yang sangat dibutuhkan dalam perekonomian global yang kompetitif.

Selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), pendidikan berkualitas (SDG 4) memiliki dampak lintas sektor terhadap kemajuan di berbagai bidang. SDG 4 menekankan pentingnya pendidikan yang inklusif dan berkualitas, yang menjadi dasar bagi pencapaian SDG 8 tentang penciptaan pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta SDG 9 yang berfokus pada pembangunan infrastruktur, industri, dan inovasi. Pendidikan berkualitas tidak hanya membuka pintu untuk peningkatan kualitas hidup, tetapi juga memperkuat keterampilan individu agar mampu berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi. Namun, di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, akses terhadap pendidikan yang merata dan berkualitas masih menjadi tantangan besar.

Pada tahun 2022, jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,36 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, hanya 6,41% yang berhasil mengenyam pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil), rincian lulusan perguruan tinggi di Indonesia adalah sebagai berikut: lulusan D1 dan D2 sebesar 0,41%, lulusan D3 sebesar 1,28%, lulusan S1 sebesar 4,39%, lulusan S2 sebesar 0,31%, dan hanya 0,02% yang telah menyelesaikan pendidikan hingga jenjang S3. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia masih tergolong sebagai negara dengan tingkat pendidikan yang rendah jika dibandingkan dengan standar internasional.

Gambar 1 : Prestasi rata-rata dalam matematika, membaca dan sains di PISA 2022

Performa pendidikan Indonesia pada PISA 2022 menunjukkan bahwa siswa Indonesia masih tertinggal dalam tiga bidang utama: matematika, membaca, dan sains. Skor rata-rata siswa Indonesia jauh di bawah rata-rata OECD, menunjukkan bahwa masih banyak yang harus ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan dengan negara-negara maju. Dibandingkan dengan negara-negara seperti Singapura, Jepang, dan Korea, kesenjangan yang ada sangat besar, dan bahkan dibandingkan dengan negara-negara seperti Brasil dan Meksiko, Indonesia masih berada di bawah.

Indeks Prestasi Indonesia dengan Negara lain dari Kuartil Ekonomi
Gambar 2 :  Rata-rata kinerja dalam matematika, menurut kuintil internasional status sosial-ekonomi

Di sisi lain, kesenjangan sosial-ekonomi turut memperparah situasi. Siswa dari kelompok dengan status sosial-ekonomi rendah menunjukkan performa yang jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang berasal dari kelompok yang lebih beruntung. Ketidaksetaraan ini menunjukkan adanya masalah akses dan kualitas pendidikan yang masih belum merata. Untuk memperbaiki kondisi ini, perlu adanya investasi besar dalam infrastruktur pendidikan, terutama di daerah yang tertinggal, dan penerapan teknologi dalam pembelajaran. Kesenjangan ini memperlemah daya saing Indonesia di pasar internasional dan menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang inklusif.

Hal ini berdampak tidak hanya pada pembangunan internal negara, tetapi juga pada hubungan kerja sama internasional. Kurangnya lulusan perguruan tinggi yang berkualitas dapat mempengaruhi kemampuan negara untuk terlibat dalam kerja sama ekonomi dan inovasi di tingkat global. Pendidikan yang rendah memperlemah daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar internasional, dan secara tidak langsung, memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara dalam jangka panjang. Untuk memperbaiki situasi ini, beberapa langkah inovatif dan strategis diperlukan. Salah satu inovasi penting yang dapat diterapkan secara global adalah pembelajaran berbasis teknologi. Penggunaan virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) untuk simulasi pekerjaan menawarkan solusi praktis yang dapat mengatasi keterbatasan infrastruktur pendidikan.

Gambar 3 : AR (Augmented Reality) dan VR (Virtual Reality)

Teknologi ini memungkinkan siswa memperoleh pengalaman langsung melalui simulasi di lingkungan virtual, tanpa memerlukan fasilitas fisik yang mahal, terutama di daerah yang terpencil atau kurang berkembang. Platform e-learning juga menjadi alat penting untuk memperluas akses pendidikan, memungkinkan siswa di seluruh dunia, bahkan di daerah terisolasi, untuk mendapatkan pendidikan berkualitas. Namun, implementasi teknologi pendidikan harus mempertimbangkan biaya dan ketersediaan perangkat, serta kebutuhan pelatihan bagi pendidik. Program pelatihan untuk guru dalam penggunaan teknologi seperti VR dan AR sangat penting untuk memastikan bahwa alat-alat ini digunakan secara efektif. Selain itu, pengembangan perangkat lunak dan aplikasi pendidikan harus diadaptasi untuk berbagai konteks lokal, agar lebih relevan dan bermanfaat. Upaya ini harus didukung oleh investasi dalam infrastruktur teknologi serta kebijakan yang mendorong adopsi teknologi pendidikan secara luas.

Kemitraan antara institusi pendidikan dan sektor industry sangat penting untuk menciptakan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Model kerjasama ini telah terbukti sukses di negara-negara maju. Misalnya, Singapura dan Jerman telah menunjukkan bagaimana kemitraan yang kuat antara pendidikan dan industri dapat meningkatkan relevansi kurikulum dan kesiapan kerja. Di Singapura, pemerintah telah menerapkan sistem pendidikan yang terintegrasi dengan industri melalui Program Pendidikan dan Pelatihan Vokasional (VET), yang memungkinkan siswa untuk mengikuti pelatihan praktis di perusahaan-perusahaan terkemuka. Hal ini tidak hanya meningkatkan keterampilan teknis siswa tetapi juga memperkuat hubungan antara pendidikan dan pasar kerja. Di Jerman, sistem pendidikan dual adalah contoh lain dari kemitraan sukses antara pendidikan dan industri. Dalam sistem ini, siswa menghabiskan waktu mereka antara pendidikan di sekolah dan pelatihan di tempat kerja, memungkinkan mereka untuk mengembangkan keterampilan yang sangat dibutuhkan oleh industri. Model ini telah berkontribusi pada tingkat pengangguran yang rendah di kalangan lulusan dan membantu Jerman mempertahankan daya saing ekonomi yang tinggi di pasar global.

Selain itu, adanya sinergi yang erat antara berbagai negara dalam pertukaran pengetahuan dan praktik terbaik dapat mempercepat adaptasi dan inovasi dalam sistem pendidikan global. Pertukaran ini dapat meningkatkan standar kualitas yang setara di seluruh dunia, memperkuat kerjasama internasional di bidang ekonomi dan teknologi, serta mendukung pengembangan solusi yang dapat diterapkan di berbagai konteks lokal. Melalui platform internasional dan forum kolaboratif, negara-negara dapat belajar dari pengalaman satu sama lain dan mengimplementasikan strategi yang telah terbukti efektif di tempat lain.

Selain pendidikan formal, Pendidikan Kewirausahaan harus menjadi prioritas dalam menghadapi tantangan ekonomi masa depan. Di banyak negara, kewirausahaan telah terbukti menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang signifikan, terutama dalam menciptakan lapangan kerja baru. Pendidikan kewirausahaan sejak dini dapat mendorong generasi muda untuk menciptakan usaha sendiri, membuka peluang baru, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal maupun global. Dengan dukungan dari pemerintah dan sektor swasta, program inkubasi bisnis dan akses terhadap pembiayaan dapat mempercepat perkembangan usaha kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian di banyak negara berkembang.

Gambar 4 :  STEM (Science, Technolgy, Engineering, dan Mathematiks)

Urgensi Pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) juga tidak dapat diabaikan. Pendidikan di bidang STEM terbukti mampu meningkatkan kemampuan inovasi yang menjadi tulang punggung pertumbuhan industri berbasis teknologi. Negara-negara yang berinvestasi besar dalam pendidikan STEM dan riset universitas memiliki daya saing yang lebih tinggi dalam ekonomi global. Di sisi lain, program pendidikan teknis dan kejuruan yang relevan dengan kebutuhan industri juga penting untuk memastikan bahwa tenaga kerja memiliki keterampilan yang sesuai dengan revolusi industri 4.0, di mana otomatisasi, kecerdasan buatan, dan Internet of Things (IoT) mengubah lanskap industri secara signifikan.

Namun, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa pendidikan dapat menjadi motor penggerak ekonomi yang inklusif. Kesenjangan akses dan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan masih menjadi masalah di banyak negara, termasuk Indonesia. Investasi dalam infrastruktur pendidikan dan penerapan teknologi digital dalam proses pembelajaran harus menjadi prioritas utama untuk mengatasi ketimpangan ini. Pengembangan kurikulum yang relevan dengan keterampilan praktis dan teknis yang dibutuhkan oleh industri akan meningkatkan daya saing tenaga kerja di pasar global.

Beberapa negara telah berhasil mengatasi tantangan ini. Finlandia telah menunjukkan bagaimana pendidikan yang inklusif dapat mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi dengan menyediakan pendidikan berkualitas tinggi untuk semua siswa, terlepas dari latar belakang mereka. Korea Selatan berhasil berinvestasi dalam infrastruktur pendidikan dan teknologi, menjadikannya pemimpin dalam inovasi teknologi pendidikan dan mendukung tercapainya tujuan SDG 9, yang berfokus pada industri dan infrastruktur. Di Singapura, kemitraan antara pendidikan dan industri telah menciptakan sistem vokasional yang relevan dengan kebutuhan pasar, mendukung pencapaian SDG 8 tentang pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi. Negara-negara ini telah menunjukkan bahwa melalui pendidikan yang inklusif dan berbasis teknologi, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif dapat dicapai.

Melalui pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan, dunia dapat menciptakan tenaga kerja yang siap menghadapi tantangan global. Pendidikan yang berkualitas dan relevan dengan perkembangan industri akan memfasilitasi inovasi, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Di tingkat internasional, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan perlu diperkuat untuk memastikan bahwa pendidikan tidak hanya mempersiapkan individu, tetapi juga membangun masa depan ekonomi global yang lebih baik dan berkeadilan. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan komprehensif, pendidikan dapat menjadi kekuatan pendorong utama dalam menciptakan masa depan yang lebih inklusif dan berkelanjutan bagi semua.

Sumber Referensi

  1. National Math and Science Initiative (NMSI). The Importance of STEM Education for Global Competitiveness. Diakses dari NMSI. Diakses pada 12 September 2024
  2. World Bank. Bridging the Gap: Improving Education Equity in Rural Areas. 2020. Diakses dari https://www.worldbank.org/en/topic/education/publication/bridging-the-gap-improving-education-equity-in-rural-areas
  3. OECD. Education at a Glance 2021: OECD Indicators. 2021. Diakses dari OECD.
  4. Korea Institute for Curriculum and Evaluation (KICE). Korean Education System and Its Impact on Economic Growth. Diakses dari KICE. Diakses pada 12 September 2024
  5. Ministry of Education Singapore (MOE Singapore). Education in Singapore. Diakses dari MOE Singapore. Diakses pada 12 September 2024
  6. Virtual Reality and Augmented Reality in Education: A Review of the Current Status and Future Directions. (2019). Educational Technology Research and Development, 67(3), 637-653. Diakses dari (https://link.springer.com/article/10.1007/s11528-019-00444-2)
  7. UNESCO. Global Education Monitoring Report 2020: Inclusion and Education. 2020. Diakses darI https://en.unesco.org/gem-report/report/2020/inclusion