Difa Destrinita Mahasiswi Ilmu Komunikasi 0shares PELATIHAN KEPEMIMPINAN SDGS DALAM MENDUKUNG MERDEKA BELAJAR DI MALUKU Read More Pernah nggak sih kalian liat postingan atau denger kalimat kayak gini? Atau mungkin kalian sendiri yg pernah ngelakuin ini? “Some people wish to be pretty, rich and famous or popular. Me? I just want to be happy” “Aku nggak suka shopping, aku lebih suka main game” “I hangout with boys because they no drama” “Other girls : high heels, me : sneakers” Ternyata kalimat-kalimat kayak gini termasuk Internalized-misogyny, saat kita merasa diri kita adalah superior atau kita merasa diri kita paling beda dari yg lain. Internalized misogyny adalah justifikasi terhadap perempuan lain atau kebencian terhadap perempuan lain yang nggak sama dengan diri kita. Misogyny yang terinternalisasi adalah ketika wanita secara tidak sadar memproyeksikan ide-ide seksis ke wanita lain dan bahkan ke diri mereka sendiri. Gejala penyakit internalized misogyny diantaranya yaitu selalu menempatkan diri sendiri atau perempuan lain pada posisi superior atau inferior. Internalized misogyny terjadi ketika seorang perempuan merendahkan, mempermalukan, dan membenci dirinya sendiri atau sesama perempuan. Atau bisa jadi mereka kerap menganggap dirinya lebih baik dibandingkan perempuan lain. Salah satu cerita paling menarik yang saya dengar adalah di podcast tentang sebuah keluarga yang memutuskan untuk membesarkan anak-anak mereka dengan netral gender. Saya merasa bahwa membesarkan anak dengan cara ini benar-benar mengubah cara kita melihat dunia dan itu menunjukkan bagaimana gender hanyalah sebuah struktur yang ditempatkan masyarakat pada semua orang. kita sering mendengar banyak gagasan yang terbentuk sebelumnya tentang bagaimana seorang wanita seharusnya, ada yang berasal dari harapan masyarakat dan norma gender. Penting untuk kita menyadari hal ini, dan menyadari bahwa pikiran ini adalah salah. Berdasarkan pengalaman pribadi, I used to be this misogynistic in my life. And I’ve realized that is wrong, feel that myself is the most different, the most unique, but this kind of thinking is still wrong. Dan sekarang rasa “merendahkan” atau merasa diri paling superior perlahan mulai menghilang, tapi rasa bangga terhadap keunikan diri sendiri masih tetep stay. Tugas kita sesama perempuan seharusnya saling mendukung, menguatkan, bukan menjatuhkan. Dukungan antar sesama perempuan itu merupakan cara yang paling sederhana untuk menguatkan teman-teman perempuan kita. When woman supports woman, incredible things will happen. Sebagai seorang perempuan sudah menjadi kewajiban kita untuk saling menguatkan bukan saling memojokkan satu sama lain. Jangan pernah “merasa spesial sendiri” atau “I’m not like other girls“, kayak misalnya, “apa cuma aku yg nggak ngerti makeup, dll?”. NO sweet heart, banyak miliaran orang di muka bumi ini, dan nggak mungkin cuma kamu yg nggak ngerti makeup ataupun sneakers atau main pubg. See, it’s totally okay kalau kalian merasa feminine banget atau kecowok-cowokan banget, karena nggak ada yg lebih better than others. Semua cewek itu spesial, nggak ada yg spesial sendiri atau “I’m not like other girls”. I’m totally sick when girl putting down the other girls so they can feel there unique and special and different and bla bla. No no no – you’re cool if you love pink, you still can be cute of you love indie rock, it’s okay to love skincare stuff and know how to take care your beauty. Wearing sneakers is great, girls liking nirvana or queen is totally as awesome as liking kpop or anything. We All are specials, girls.