fbpx
Shutterstock/Firanita

TARUNG (WISATA TERAPUNG): WISATA BERBASIS WARISAN BUDAYA KAPAL BANDONG SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PENGOLAHAN PARIWISATA DI SUKADANA (KALBAR)

Sejak awal tahun 2020, dunia dihebohkan dengan Corona Virus Disease (COVID-19). Virus ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa, namun juga memberikan dampak di berbagai sektor kehidupan. Salah satu kegiatan yang mengalami dampak paling parah menurut analis ekonomi Roland Berger & Dcode (2020) adalah industri pariwisata (Gunagama et al., 2020). Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa, pandemi COVID-19 diperkirakan akan berlangsung sampai batas yang belum bisa ditentukan. Menurut beliau, jika dalam masa pandemi ini seluruh tempat wisata ditutup, maka harus diperbaiki setiap destinasinya agar ketika pada tahun 2022 nanti mampu menarik calon wisatawan yang ingin berkunjung setelah sekian lama dilanda wabah virus ini. Maka dari hal tersebut, akan menjadi terkenal karena seluruh kawasan wisata telah dilakukan perbaikan atau renovasi sehingga sektor pariwisata menjadi berkembang seperti semula (Wallakula, 2020).

Sukadana, kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat (Kalbar) merupakan daerah terdampak karena menggantungkan diri pada sektor pariwisata. Sukadana merupakan daerah yang kaya akan potensi destinasi wisata. Akan tetapi, potensi tersebut perlu diikuti dengan inovasi agar mampu bersaing setelah masa pandemi usai. Inovasi tersebut harus mementingkan konservasi dan sustainability agar mendapatkan keuntungan yang optimal.

Beranjak dari kondisi ini, penulis mengusulkan sebuah inovasi untuk memanfaatkan potensi perairan pantai dengan menjadikan kapal bandong sebagai nilai jual wisata.  Kapal bandong merupakan sebuah alat transportasi massal khas Kalbar yang menjadi andalan masyarakat hingga tahun 90-an. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi, peran kapal bandong sedikit demi sedikit mulai tergantikan oleh alat transportasi  bermesin canggih yang lebih cepat, seperti kapal express, ferry, speed boat, dan lain-lain. Keberadaan kapal bandong yang langka mengakibatkan sebagian besar generasi muda tidak mengenalinya (Nugroho, 2016; Santoso, 2015). Padahal, kapal bandong merupakan warisan budaya Kalbar yang patut dipertahankan.

Pemanfaatan kapal bandong sebagai wisata apung ini diharapkan tidak hanya mengenalkan transportasi lokal, namun juga menjadi kawasan wisata yang memiliki keunikan ekowisatanya. Tujuan dari mengaplikasikan TARUNG ini untuk menonjolkan pesona wisata yang dimilikinya, sehingga wisata tersebut dikenal oleh masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Kapal bandong juga memiliki ukuran yang besar, sehingga akan aman ketika diterjang oleh ombak ketika pelayaran.

Pada pengembangan TARUNG ini, ada beberapa perubahan yang harus diperhatikan, misalnya melakukan modifikasi tata ruang untuk memberikan kenyamanan wisatawan dan menyediakan kegiatan unik seperti mengenalkan budaya daerah kepada para wisatawan serta mengadakan event sebagai strategi menarik minat wisatawan. Demi meningkatkan kepuasan wisatawan, konsep lain yang juga ditawarkan ialah membuat sebuah miniatur TARUNG, sehingga para wisatawan yang tidak berkesempatan menaiki TARUNG bisa mengabadikan momennya ketika berkunjung. Dalam upaya menjaga keselamatan, kapal bandong ini juga perlu untuk menyediakan alat-alat keselamatan seperti pelampung dan lain-lain, serta bebas dari polusi air.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa TARUNG (Wisata Terapung) berbasis budaya kapal bandong dapat dijadikan sebagai solusi untuk meningkatkan sektor pariwisata daerah. Hadirnya inovasi tersebut dapat menjadikan daerah Sukadana dikenal sebagai kota pariwisata yang mengedepankan inovasi di Kalimantan Barat bahkan Indonesia.

REFERENSI

Gunagama, M. G., Naurah, Y. R., & Prabono, A. E. P. (2020). Pariwisata Pascapandemi: Pelajaran Penting dan Prospek Pengembangan. LOSARI : Jurnal Arsitektur, Kota Dan Permukiman, 5(2), 56–68.

Nugroho, A. (2016). Menelusuri Jejak Kejayaan Kapal Bandong.

Santoso, S. B. (2015). Kapal Bandong Itu Khas Kalbar. Kompasiana.

Wallakula, Y. B. (2020). Analisis Eksistensi Pariwisata Indonesia di Tengah Situasi Pandemi Corona Virus Disease ( Covid19 ). Ilmu Sosial Keagamaan, I(1), 47–52.