Dwi Maharani Zalukhu 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Pendidikan Sebagai Solusi untuk Mengatasi Intoleransi Berbasis Sara Oleh : Dwi Maharani Zalukhu Intoleransi adalah tindakan seseorang atau kelompok tertentu kepada yang lain yang membawa unsur-unsur SARA dan hal inilah yang sering membuat suatu bangsa terlambat bertumbuh sebagai suatu bangsa yang maju. Selain itu, fanatisme terhadap keyakinan tersebut dapat menyebabkan menolak seseorang terhadap keberadaan dan kelompok lainnya yang berbeda. Dengan demikian mendorong saya untuk melakukan analisis untuk judul tentang intoleransi karena hal ini sangat beresiko jika tidak ada tindakan yang strategi, sehingga perlu karya ilmiah untuk memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat khususunya di Indonesia. Intoleran yang dapat diartikan secara sederhana tidak menghargai perbedaan antara sesama baik dari sisi agama, etnis ataupun yang lainnya sehingga dapat menimbulkan kebencian bahkan kekacauan. Jika sikap intoleran terus terjadi tanpa ada upaya kesadaran diri, dapat berakibat konflik sosial yang mengarah pada proses disintegarasi bangsa. Menurut pandangan para ahli terhadap toleransi bahwasannya menekankan pentingnya sikap saling menghormati setiap kepercayaan yang dianut seseorang. Salah satunya yang berpendapat mengenai pentingnya toleransi yaitu Albert Einstein berpandangan bahwa toleransi adalah komponen kunci dalam mencegah diskriminasi. Seharusnya masyarakat beradab harus menjunjung tinggi hak asasi manusia dan mendorong kesalehan serta kemajuan sosial. Dari perkataan ahli yang berpengaruh di dunia, kita perlu untuk melawan intoleransi, dan toleransi harus ditemukan dalam diri setiap manusia guna untuk mendorong kemajuan sosial. (Laia, A. 2022). Kalau dilihat dari sudut pandang sosiologis bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultural yang sangat majemuk dengan demikian maka diperlukan persatuan. Perbedaan yang ada tersebut harus dihormati dan dijunjung tinggi sehingga masyarakat hidup berdampingan serta harmonis, dan hal ini jika kita perhatikan akan mempengaruhi pertumbuhan bangsa. (Rini Fidiyani 2013). Tetapi itu semua jauh dari realita yang ada disebabkan akhir-akhir ini ada banyak kasus yang ditemukan, yang disebabkan oleh intoleransi. Hal ini termasuk dalam konteks agama seperti penolakan terhadap ibadah agama lain dan masih banyak kasus lainnya yang terjadi di Indonesia yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah. Hal pertama yang harus dilakukan untuk mencegah konflik intoleransi adalah melalui pendidikan formal, informal, nonformal yang bertujuan memberikan pemahaman kepada anak – anak tentang pentingnya saling menghargai dan melengkapi tanpa memandang perbedaan. Ya, salah satu konflik yang banyak terjadi di negara Indonesia adalah konflik antar umat beragama. Konflik ini dapat berupa konflik antar umat agama maupun konflik antar aliran tertentu dalam suatu agama. Mengenai intoleransi ini terhadap orang lain merupakan suatu sikap atau tindakan yang menunjukkan kurangnya kemampuan atau kurangnya kemauan untuk menerima perbedaan antar agama dan keyakinan orang lain. Dalam hal ini, perspektif ini dapat mewujudkan dalam berbagai bentuk, seperti diskriminasi, kritik terhadap praktik keagamaan, hingga kekerasan yang dilakukan sebagai respons terhadap perbedaan mendasar dalam agama. Intoleransi beragama juga tidak hanya dapat menjadikan seseorang atau sekelompok orang menjadi sasaran, tetapi juga dapat menimbulkan ada banyaknya konflik yang akan terjadi. (Firdaus M. 2014). Kejadian-kejadian di atas seharusnya dicegah supaya bangsa ini tentram. Tidak hanya itu, jika berhasil menjadi bangsa dengan tingkat toleransi yang tinggi, maka akan dikenal sebagai bangsa luar biasa yang layak dicontoh karena mampu menjaga keberagaman tanpa mempermasalahkannya. Dengan demikian, saya berharap kita mampu membangkitkan rasa persaudaraan kita untuk menjadi dasar agar kita menghargai perbedaan yang ada di sekitar kita. Presiden kita yang ke-4 K.H Abdurrahman Wahid yang mengatakan “tidak penting apa agama dan sukumu, kalau kamu melakukan sesuatu, maka orang tidak pernah tanya apa agamamu” dari kata-kata sang presiden yang ke-4 atau sering dikenal dengan julukan bapak pluralisme dapat disimpulkan bahwa kita harus hidup bertoleransi dan menolong tanpa memandang latar belakang orang tersebut. Terkadang, jika diperhatikan masyarakat di negara ini dalam melakukan sesuatu hal, contohnya menolong, terlebih dahulu memperhatikan suku, agama, dan lain-lain. Memang tidak semua orang melakukan demikian, tetapi mereka pasti ada di setiap daerah. Hal-hal inilah yang seharusnya dihindari jika kita ingin menjadi bangsa yang besar, dengan pemikiran yang jauh lebih maju dan kritis. Jika diperhatikan bersama sebenarnya yang ambil bagian dalam menjaga toleransi ini adalah para pemuka agama yang seharusnya menanamkan nilai-nilai toleransi yang kuat bukan sebaliknya yang mengajarkan nilai radikalisme yang membuat anak membenci akan perbedaan. Ini harus diperhatikan oleh pemerintah dengan memantau ceramah-ceramah dari pemuka agama yang radikal, dan seharusnya ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku di negara kita tercinta. Hal ini sangat berpengaruh pada perkembangan peserta didik. Jika sejak awal peserta didik ditanamkan nilai-nilai toleransi, maka hingga dewasa meraka akan menghargai perbedaan yang ada. Sebaliknya, jika dari awal seorang anak atau peserta didik ditanamkan nilai – nilai intoleran maka mereka akan tumbuh dengan pemahaman yang sesuai dengan nilai – nilai tersebut. Ini termasuk dalam teori pembelajaran behaviorisme. Contohnya, jika seorang pemuka agama berceramah dengan provokasi terhadap suatu hal yang salah, maka pikiran anak bisa menjadi radikal. Sebaliknya, jika pemuka agama tersebut berceramah tentang hal-hal yang baik dengan mengajarkan nilai-nilai saling menghargai, menghormati, dan melengkapi satu sama lain tanpa memandang perbedaan yang ada, maka anak tersebut, hingga dewasa, akan memiliki toleransi yang kuat. Inilah yang seharusnya kita inginkan agar bangsa kita hidup damai tanpa permasalahan yang dilatarbelakangi oleh perbedaan. Contoh yang pernah terjadi di Indonesia yaitu pada saat hari ulang tahun kemerdekaan republik Indonesia ke-79 di mana seorang paskibraka melepaskan jilbabnya. Meskipun tidak dipaksakan, tapi ini adalah salah satu intoleransi bagi saudara kita umat Islam. Berikut ini akan diuraikan faktor-faktor terjadinya intoleransi di dalam kehidupan masyarakat yang majemuk khusunya dalam perbedaan agama yaitu : kurangnya rasa menghormati dan menganggap rendah pemilik agama lain yang tidak sama dengan agama yang dipeluknya, kurangnya pengetahuan para pemeluk agama tentang agamanya sendiri dan agama pihak lain, serta kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat, menjadi faktor utama menjadi intoleransi. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat, para pemeluk agama tidak mampu mengontrol diri, sehingga tidak menghormati bahkan memandang rendah agama lain, kecurigaan terhadap pihak lain baik antar umat beragama, antara umat beragama, dengan umat agama lainnya maupun terhadap pemerintah, dapat memperburuk hubungan sosial. Dari poin di atas menjelaskan faktor-faktor terjadinya konflik antar umat beragama yang harus kita hindari. (Nuraini, N. 2020). Sebagai calon pendidik, penting untuk menjelaskan kaitan intoleransi dengan perkembangan peserta didik. Dalam pandangan saya, hal ini sangat mempengaruhi, karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai-nilai yang ditanamkan sejak awal kepada peserta didik akan terbawa hingga mereka dewasa. Oleh karena itu, sebagai pendidik, kita memiliki kewajiban untuk meluruskan pemikiran peserta didik agar mereka tumbuh dengan sikap yang positif dan intoleran. Untuk menjadi generasi bangsa yang berpikir kritis dan berjiwa nasionalisme yang kuat, serta mendukung pembangunan sumber daya manusia menuju Indonesia emas tahun 2045. Untuk itu, sebagai penulis berharap kita semua menggambil bagian dalam mencegah terjadinya intoleransi di negara kita tercinta. Meskipun anda berasal dari latar belakang yang berbeda, anda tetap dipanggil untuk hal ini. Upaya yang bisa kita lakukan untuk mencegah terjadinya intoleran adalah sebagai berikut : Melalui pendidikan formal yaitu : Mulai dari pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi anak atau peserta didik harus diajarkan tentang nilai-nilai pancasila untuk membawah pikiran anak untuk mengetahui tentang perbedaan yang ada di Indonesia sekaligus untuk menghormati perbedaan yang ada tersebut, Seorang guru juga harus bisa di teladani dalam hal toleransi yang tinggi, Seorang guru agama di sekolah dasar sampai perguruan tinggi harus memberikan materi agama yang baik buat anak, jangan ada provokasi untuk membenci agama lain dan ini harus diperhatikan oleh pimpinan sekolah, Maka saya mendorong pemerintah untuk menindak lanjuti kasus – kasus seperti ini sesuai dengan peraturan yang ada. Melalui pendidikan informal : Orang tua juga berperan aktif dalam hal ini karna orang tua yang bisa mengontrol kelakuan anak mulai sejak lahir. Supaya anak diarahkan kepada hal – hal yang baik, bukan sebaliknya, Orang tua juga harus memperhatikan pergaulan anak agar tidak bergaul pada kelompok – kelompok yang intoleransi, dan yang paling utama juga orang tua harus memberikan contoh yang baik kepada anak supaya anak dapat bekembang dengan baik. Melalui pendidikan nonformal : Dapat dilakukan pencegahan dengan cara menekankan nilai – nilai keberagaman, penghormatan, dan kerja sama antar individu, Melibatkan masyarakat lintas agama, budaya dan etnis untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya intoleransi dan memberikan pelatihan keterampilan sosial yang berempati, Berkolaborasi dengan pemuka agama dan tokoh – tokoh adat atau masyarakat untuk menanamkan sikap toleransi di masyarakat luas. Penjelasan diatas bisa kita terapkan dan menjadi solusi pencegahan supaya tidak terjadinya konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya. Sehingga menciptakan suasana yang damai, kebebasan yang merdeka, adanya sikap yang saling menghormati dan menghargai keyakinan yang dianut setiap orang, serta mengerti dan mengakui hak orang lain. (Suragangga, I. M. N. 2017). Jadi, dapat disimpulan bahwa intoleransi diartikan sebagai suatu sikap atau tindakan yang tidak mengakui adanya perbedaan antar individu atau kelompok, baik dalam aspek agama, budaya, maupun agama. Fenomena inilah yang menjadi kendala utama terciptanya bangsa yang harmonis dan kuat. Intoleransi dapat menimbulkan konflik antarpribadi, kebencian, dan disintegrasi bangsa. Oleh karena itu, Indonesia harus mewajibkan persatuan dibangun melalui keberagaman penghormatan. Sehingga adanya Pendidikan formal, informal, dan nonformal semuanya memainkan peran penting dalam menetapkan standar toleransi. DAFTAR PUSTAKA Fidiyani, Rini, 2013, Kerukunan Umat Beragama di Indonesia: Belajar Keharmonisan dan Toleransi Umat Beragama di Desa 2018 | Seminar Nasional Pendidikan Dasar 62 Cikakak, Kec. Wangon Kab. Banyumas, Jurnal Dinamika Hukum, Vol 13 No. 3 Firdaus M Yunus, “Konflik Agama Di Indonesia Problem Dan Solusi Pemecahannya,” Substantia 16, no. 2 (2014) Gusnanda, G., & Nuraini, N. (2020). Menimbang Urgensi Ukhuwah Wathaniyah dalam Kasus Intoleransi Beragama di Indonesia. Jurnal Fuaduna: Jurnal Kajian Keagamaan Dan Kemasyarakatan, 4(1), 1-14. Laia, A. (2022). Pudarnya Nilai-Nilai Pancasila Di Indonesia. NDRUMI: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Humaniora, 5(2), 12-28. MAULANA, R. (2021). Pendidikan Toleransi Dalam Perspektif KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Suragangga, I. M. N. (2017). Mendidik lewat literasi untuk pendidikan berkualitas. Jurnal Penjaminan Mutu, 3(02), 154-163.