fbpx

AKSI NYATA TOPIK 2. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA

Salam Pendidikan,

Hallo guru profesional, melalui blog ini saya akan merefleksikan pengalaman saya selama mengikuti mata kuliah perspektif sosiokultural dalam pendidikan Indonesia. Semoga melalui tulisan dapat memberikan manfaat yang baik kepada pembaca.

 

1. Apa yang Anda pikirkan tentang topik ini sebelum memulai proses pembelajaran?

(Mulai dari Diri)

Sebelum memulai proses pembelajaran mata kuliah Topik 2, hal awal yang saya pikirkan adalah keberagaman sosial, budaya, ekonomi dan politik sangat mempengaruhi pembawaan dari setiap karakter peserta didik, sehingga memiliki karakter yang beragam setiap individu. Misalnya, ada anak yang mungkin terbiasa dengan lingkungan yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya tertentu, sementara anak lain mungkin tumbuh di lingkungan yang lebih terbuka dan modern. Ada juga anak yang berasal dari keluarga berada, sementara yang lain mungkin harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perbedaan-perbedaan ini bisa mempengaruhi cara anak merespons pelajaran, bagaimana mereka berinteraksi dengan teman-temannya, dan bagaimana mereka melihat dunia. Oleh karena itu, guru harus benar-benar memahami konsep sosiokultural ini karena akan diterapkan dalam pembelajaran. Terlebih saat ini pembelajaran haruslah memerdekakan peserta didik sehingga teori ini akan sangat membantu dalam melakukan assesmen yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

2. Apa yang Anda pelajari dari konsep yang Anda pelajari dalam topik ini?

(Eksplorasi Konsep)

Pertama, Status sosio-ekonomi mencakup faktor-faktor seperti pendapatan keluarga, tingkat pendidikan orang tua, dan pekerjaan. SES yang rendah sering kali dikaitkan dengan keterbatasan akses terhadap sumber daya pendidikan yang berkualitas, seperti buku, teknologi, dan lingkungan belajar yang mendukung. Siswa dari keluarga dengan SES rendah mungkin menghadapi tantangan tambahan seperti kebutuhan untuk bekerja paruh waktu, lingkungan rumah yang tidak mendukung, dan kurangnya bimbingan akademis di rumah. Memahami pengaruh SES memungkinkan guru untuk mengidentifikasi dan mengatasi hambatan-hambatan ini, serta memberikan dukungan tambahan yang diperlukan. Teori kedua yang saya pelajari adalah Cultural-Historical Activity Theory (CHAT) yang menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam proses pembelajaran. Menurut teori ini, pengetahuan dikonstruksi melalui interaksi sosial dan aktivitas yang bermakna. Dalam konteks pendidikan, ini berarti bahwa guru harus mempertimbangkan latar belakang budaya dan sosial siswa saat merancang kegiatan pembelajaran. Misalnya, kegiatan kolaboratif yang melibatkan diskusi kelompok dan pemecahan masalah dapat membantu siswa belajar dari pengalaman dan perspektif satu sama lain, serta mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang materi pelajaran. Teori ini juga mengajarkan bahwa siswa belajar paling efektif ketika materi pembelajaran dikaitkan dengan pengalaman sehari-hari mereka. Dalam praktik PPL, saya menerapkan pemahaman ini dengan merancang pembelajaran yang kontekstual. Misalnya, ketika mengajarkan konsep jual beli di mata pelajaran IPS, saya tidak hanya menjelaskan teori, tetapi juga mengajak siswa melakukan simulasi transaksi jual beli menggunakan uang mainan. Kegiatan ini membuat pembelajaran lebih bermakna karena siswa dapat menghubungkan materi dengan pengalaman mereka berbelanja di warung atau pasar. Melalui penerapan kedua teori ini, saya belajar bahwa peran guru tidak hanya sebatas mentransfer pengetahuan, tetapi juga memahami dan mengakomodasi keberagaman latar belakang siswa. Saya menyadari pentingnya membangun hubungan yang baik dengan siswa dan orangtua, serta menciptakan lingkungan belajar yang mendukung untuk semua siswa. Ketika menghadapi siswa yang sering mengantuk di kelas karena harus membantu orangtua berjualan di pasar pagi, saya tidak hanya memberikan solusi di kelas seperti memposisikan mereka di bangku depan, tetapi juga berkomunikasi dengan orangtua untuk mencari solusi yang tidak mengganggu waktu belajar mereka. Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa menjadi guru SD yang efektif membutuhkan lebih dari sekadar penguasaan materi pelajaran. Diperlukan kepekaan terhadap kondisi sosioekonomi siswa, kreativitas dalam mengembangkan metode pembelajaran yang inklusif, dan kemampuan untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal dalam pembelajaran. Saya juga belajar bahwa kolaborasi antara guru, siswa, dan orangtua sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang optimal. Dengan memahami dan menerapkan konsep-konsep ini, saya dapat merancang pembelajaran yang tidak hanya efektif secara akademis, tetapi juga bermakna dan relevan dengan kehidupan siswa sehari-hari

3. Apa yang Anda pelajari lebih lanjut bersama dengan rekan-rekan Anda dalam ruang kolaborasi? 

(Ruang Kolaborasi)

Dalam kegiatan kolaborasi bersama rekan-rekan kelompok 7, kami mendiskusikan mengenai perspektif sosiokultural dalam penerapan pendidikan di Indonesia dalam kelompok. Kami diberikan studi kasus tiga video mengenai perbedaan status sosial ekonomi pada peserta didik. Kami mempelajari beberapa faktor penting yang mempengaruhi pendidikan, yaitu faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Dalam faktor sosial, kami menemukan bahwa status sosial sangat mempengaruhi kesempatan pendidikan anak. Contohnya dalam video, anak dari keluarga kaya seperti Dewi mendapat lebih banyak fasilitas dibanding Putri yang berasal dari keluarga kurang mampu. Sementara dari sisi budaya, kami memahami pentingnya menciptakan budaya belajar yang positif di sekolah, terutama untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu agar tetap semangat dan tidak minder. Dari segi ekonomi, kami belajar bahwa kondisi ekonomi keluarga sangat menentukan akses pendidikan anak. Siswa dari keluarga kurang mampu seringkali kesulitan mendapatkan fasilitas belajar seperti buku dan internet. Untuk faktor politik, kami membahas peran pemerintah dalam mengatasi ketimpangan melalui berbagai program bantuan seperti PKH dan KIP. Kami juga mempelajari cara-cara yang dilakukan guru SD Negeri Ringinsari dalam membantu siswa kurang mampu, seperti memberikan perhatian khusus, jam belajar tambahan, dan meminjamkan buku. Selain itu, kami mencoba mengusulkan beberapa solusi tambahan seperti mengadakan kegiatan ekstrakurikuler yang terjangkau, memberikan bantuan psikologis, program mentorship, sahabat pena, pojok donasi, kampanye anti perundungan, dan peminjaman perangkat di sekolah.

4. Apa hal penting yang Anda pelajari dari proses demonstrasi kontekstual yang Anda jalani bersama kelompok (bisa tentang materi, rekan dan diri sendiri)

(Demonstrasi Kontekstual)

Hal penting pada alur ini yang saya peroleh bersama rekan-rekan kelompok 7 tentang materi, interaksi dengan rekan dan refleksi diri sendiri yang dapat saya jelaskan sebagai berikut: Materi, berdasarkan hasil diskusi dan curah pendapat yang kami tuangkan dalam media slide Power Point bahwa aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik berperan penting dalam pembelajaran di kelas. Sebelum memulai pembelajaran, kami sebagai calon guru profesional harus memahami karakteristik peserta didik sehingga pembelajaran yang dimaksud dalam Filosofi Pendidikan yaitu kodrat alam dan kodrat zaman dapat dilaksanakan, selanjutnya dengan memahami hal tersebut kami dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat diterapkan kepada peserta didik.

Interaksi dengan Rekan, Hal penting kedua dengan kesadaran penuh saya harus memahami karakteristik rekan-rekan kelompok 7 merupakan pelaksanaan secara mikro hal itu berkesinambungan dengan materi yang terdapat pada alur Demonstrasi Kontekstual. Saya dapat menyelesaikan tugas secara kolektif dengan mengawali melakukan pemahaman dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik rekan-rekan kelompok tujuh. Hal terakhir yang dapat saya peroleh pada alur ini adalah saya mengaitkan pemahaman sebelum dan sesudah memahami studi kasus yang dapat menjadi bekal untuk diri saya kelak saat menjadi guru untuk dapat menerapkan dalam skala makro.

5. Sejauh ini, apa yang sudah Anda pahami tentang topik ini?

(Elaborasi Pemahaman)

Saya telah memahami tetang Status Sosio-ekonomi (SES) berpengaruh terhadap pendidikan. Kemudian dalam interaksi orang dewasa dan anak-anak dapat menerapkan Cultural-Historical Activity Theory (CHAT) yang memainkan peran penting dalam membentuk dasar sosialisasi kognitif.

Apa hal baru yang Anda pahami atau yang berubah dari pemahaman di awal sebelum pembelajaran dimulai?

Dari pemahaman awal saya, saya memahami bahwa semua pembelajaran yang disampaikan oleh guru kepada peserta didik bersifat seragam, dan kebutuhan yang peserta didik di kelas juga sama. Namun, setelah menjalani mata kuliah ini, saya menyadari bahwa perspektif sosio-kultural dari masing-masing individu memiliki peran penting dalam membentuk kebutuhan unik peserta didik.

Apa yang ingin Anda pelajari lebih lanjut?

Ada beberapa hal yang ingin saya eksplorasi lebih lanjut sehubungan dengan topik ini yaitu berkaitan dengan cara menyesuaikan kebutuhan dan perkembangan belajar peserta didik yang memiliki latar belakang status sosial dan tingkat ekonomi yang berbeda. Saya ingin mendalami bagaimana cara menanamkan rasa toleransi dalam diri peserta didik agar tidak membeda-bedakan dalam berteman.

6. Apa yang Anda pelajari dari koneksi antar materi baik di dalam mata kuliah yang sama maupun dengan mata kuliah lain? 

(Koneksi antar materi)

Status Sosial Ekonomi (SES) dalam pendidikan didefinisikan sebagai posisi sosial dan ekonomi peserta didik atau keluarga mereka yang mempengaruhi akses, partisipasi, dan hasil pendidikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi SES meliputi pendapatan, pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan orang tua, dan aksesibilitas terhadap sumber daya pendidikan.

Koneksi SES dengan mata kuliah lain dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Pemahaman Peserta Didik dan Pembelajarannya (PPDP):

Terdapat hubungan erat antara teori perkembangan kognitif, sosial emosional, dan konteks sosial. Pemahaman tentang SES siswa membantu guru merancang pembelajaran yang sesuai dan memberikan motivasi yang tepat.

b) Filosofi Pendidikan Indonesia (FPI):

Sesuai pemikiran Ki Hajar Dewantara, pendidikan harus memperhatikan kodrat alam dan zaman peserta didik. Semua siswa berhak mendapatkan pendidikan yang sama terlepas dari latar belakang sosial, budaya, politik, dan ekonomi mereka.

c) Prinsip Pengajaran dan Asesmen Efektif (PPAE):

Asesmen perlu mempertimbangkan keberagaman siswa, termasuk latar belakang sosial ekonomi, melalui penilaian formatif dan aspek non-akademis.

d) Teknologi Baru dalam Pengajaran dan Pembelajaran (TBPP):

SES mempengaruhi akses siswa terhadap teknologi. Siswa dari keluarga mampu memiliki akses lebih baik ke teknologi pendidikan, sementara siswa kurang mampu mungkin menghadapi keterbatasan. Guru perlu mempertimbangkan hal ini dalam merancang pembelajaran berbasis teknologi.

e) Pembelajaran Sosial Emosional (PSE):

SES mempengaruhi perkembangan sosial emosional siswa. Siswa dari keluarga mampu cenderung memiliki akses lebih baik ke lingkungan yang mendukung perkembangan sosial emosional, sementara siswa kurang mampu mungkin menghadapi keterbatasan dalam hal ini.

Pemahaman tentang koneksi ini penting bagi guru untuk merancang pembelajaran yang inklusif dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua siswa untuk berkembang, terlepas dari latar belakang sosial ekonomi mereka.

7. Apa manfaat pembelajaran ini untuk kesiapan Anda sebagai guru? Bagaimana Anda menilai kesiapan Anda saat ini, dalam skala 1-10? Apa alasannya? Apa yang perlu Anda persiapkan lebih lanjut untuk bisa menerapkannya dengan optimal?

(Aksi Nyata)

Apa manfaat pembelajaran ini untuk kesiapan anda sebagai guru?

Status sosial ekonomi (SSE) siswa dapat memiliki dampak signifikan terhadap pengalaman belajar mereka. Siswa dari keluarga dengan SSE rendah mungkin menghadapi tantangan seperti kurangnya akses ke sumber daya pendidikan, dukungan orang tua yang terbatas, atau bahkan masalah kesehatan dan gizi. Sebagai seorang guru, pemahaman tentang SSE siswa memungkinkan saya untuk lebih peka terhadap kebutuhan siswa, guru yang memahami SSE siswa akan lebih peka terhadap tantangan yang mungkin mereka hadapi. Hal ini memungkinkan guru untuk memberikan dukungan yang sesuai, seperti memberikan materi tambahan, membantu siswa mencari sumber daya eksternal, atau memberikan dukungan emosional. Kemudian menciptakan pembelajaran yang adil dan inklusif dimana semua siswa berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas, tanpa memandang SSE mereka. Guru dapat menciptakan pembelajaran yang adil dan inklusif dengan memastikan bahwa semua siswa memiliki akses yang sama ke sumber daya dan kesempatan belajar. Selanjutnya berkolaborasi dengan orang tua dan komunitas, Guru dapat bekerja sama dengan orang tua dan komunitas untuk memberikan dukungan tambahan bagi siswa dari keluarga dengan SSE rendah. Kolaborasi ini dapat berupa program bimbingan belajar, bantuan keuangan, atau bahkan dukungan psikologis.

Bagaimana anda menilai kesiapan anda saat ini, dalam skala 1-10? Apa alasannya?

Saat ini, kesiapan saya dalam menghadapi peserta didik dengan latar belakang beragam berada pada tingkat 8. Alasannya adalah karena saya telah mempelajari konsep-konsep dasar perspektif sosio-kultural dan memahami pentingnya status sosial ekonomi. Namun saya menyadari bahwa pengetahuan saya tentang perspektif sosiokultural masih sangat terbatas, dan saya percaya masih banyak yang dapat dipelajari.

Apa yang perlu anda persiapkan lebih lanjut untuk bisa menerapkannya dengan optimal?

Untuk menerapkan teori sosiokultural dan status sosial ekonomi siswa secara optimal dalam pembelajaran, persiapan yang matang sangat diperlukan. Langkah awal yang dapat saya lakukan adalah memperdalam pemahaman mengenai praktik terbaik dalam pembelajaran sosio-kultural dan seluk-beluk status sosial ekonomi, termasuk bagaimana keduanya berinteraksi dan mempengaruhi proses belajar. Sebelum memulai tahun ajaran atau bahkan sebelum memasuki kelas, asesmen diagnostik menjadi fondasi penting. Asesmen ini tidak hanya mengumpulkan informasi tentang kemampuan akademik siswa, tetapi juga menggali latar belakang sosial ekonomi mereka, budaya yang mereka anut, gaya belajar yang mereka preferensikan, serta kebutuhan-kebutuhan spesifik yang mungkin mereka miliki. Hasil dari asesmen diagnostic/ asesmen awal ini kemudian dipetakan dan dianalisis. Pemetaan ini menjadi dasar pertimbangan utama dalam menyusun rencana pembelajaran yang relevan, memilih materi ajar yang kontekstual dengan kehidupan siswa, dan merancang strategi pembelajaran yang responsif terhadap keberagaman mereka.

Sebagai bagian dari persiapan, pemanfaatan teknologi secara bijak juga perlu dipertimbangkan. Guru perlu memilih alat dan sumber daya digital yang tidak hanya efektif, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan dan konteks sosial ekonomi siswa. Tidak semua siswa memiliki akses yang sama terhadap teknologi, sehingga pemilihan dan penggunaan teknologi harus dipikirkan secara matang agar tidak menciptakan kesenjangan baru. Pengembangan keterampilan komunikasi dan kolaborasi juga merupakan aspek penting. Guru perlu membangun hubungan yang kuat dan positif dengan siswa, orang tua, dan rekan sejawat. Komunikasi yang efektif akan membantu guru memahami kebutuhan siswa, mendapatkan dukungan dari orang tua, dan berkolaborasi dengan rekan sejawat untuk menciptakan lingkungan belajar yang optimal. Terakhir, evaluasi dan refleksi berkelanjutan terhadap praktik pengajaran yang telah dilakukan adalah kunci untuk perbaikan terus-menerus. Setelah setiap sesi pembelajaran atau periode tertentu, guru perlu merefleksikan apa yang berjalan dengan baik, apa yang perlu diperbaiki, dan bagaimana teori sosiokultural dan status sosial ekonomi dapat diintegrasikan dengan lebih baik di masa mendatang. Dengan persiapan yang komprehensif dan berkelanjutan ini, diharapkan guru dapat menciptakan pembelajaran yang memberdayakan seluruh siswa, tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi mereka, dan pada akhirnya, membantu mereka mencapai potensi maksimal mereka.