MEY HUTABARAT Staf Pengajar Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda Medan 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Nilai pendidikan adalah nilai yang diterapkan di sekolah dengan harapan tercapainya visi dan misi sekolah dilihat dari latar belakang pendirian sekolah dan dapat menjadi solusi atau pemecahan permasalahan sosial yang ingin diselesaikan melalui penerapan nilai pendidikan. Multikultural sendiri memiliki makna yaitu adanya keragaman atau kemajemukan dan menjunjung tinggi arti keragaman/kemajemukan itu sendiri baik dilihat dari keragaman agama, tingkat ekonomi dan status sosial, budaya dan kebiasaan suatu kultur, dan tak kalah pentingnya keragaman warna kulit, keunikan karakter dan bentuk fisik seseorang. Nilai pendidikan multikultural mencakup 18 nilai yang terkandung didalamnya yaitu; religius, jujur, bertoleransi, disiplin, bekerja keras dengan tekun dan ulet, kreatif namun mandiri, demokratis, memiliki rasa ingin tahu, memiliki jiwa nasionalisme, menghargai prestasi, bersahabat sekaligus komunikatif, cinta damai, gemar atau suka membaca, peduli terhadap lingkungan, peduli sosial dan kesejahteraan, bertanggung jawab, menghargai kesetaraan gender, dan yang terakhir yaitu beragam atau pluralisme. Apakah yang menjadi latar belakang implementasi nilai pendidikan multikultural? Mengapa nilai pendidikan multikultural sangat diperlukan di Indonesia melalui sekolah inklusif dan berkelanjutan? Bagaimana menjawab tantangan Indonesia Emas 2045 melalui nilai pendidikan multikultural? Pendekatan pembelajaran seperti apa yang dapat diterapkan oleh sekolah inklusif untuk menjawab tantangan Indonesia Emas 2045? Dapatkah nilai pendidikan multikultural menjadi dasar dan landasan dalam pemanfaatan teknologi dan pembelajaran di sekolah inklusif dan berkelanjutan? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu perlu melihat kepada pemaparan yang lengkap di bawah ini. Indonesia adalah negara yang besar yang memiliki jumlah suku lebih dari 1300 suku dan memiliki 6 agama serta beberapa kepercayaan lainnya. Disisi lain, Indonesia terdiri dari 5 kelompok penduduk yang digolongkan berdasarkan tingkat ekonominya yaitu; 11% penduduk miskin, 24% penduduk rentan, 44,5% penduduk menuju menengah, 20% penduduk menengah dan 0,5% penduduk atas. Keragaman ini menjadi tantangan di dalam dunia pendidikan dimana diskriminasi bisa jadi tidak dapat dihindari bila tidak dicegah dan dapat menjadi masalah yang berimbas ke masalah sosial. Masalah yang sering muncul disebabkan oleh adanya kemajemukan tersebut yaitu tingkat perundungan (bullying) di kalangan pelajar yang tinggi, diskriminasi terhadap salah satu agama dan suku, serta diskriminasi dalam distribusi pendidikan yang hanya dapat dikecap oleh satu agama tertentu ataupun satu tingkat ekonomi tertentu yang biasa disebut dengan sekolah eksklusif. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang merujuk kepada keterlibatan seluruh siswa secara adil dalam mengakses kesempatan mengecap sumber daya pendidikan dan dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Pendidikan inklusif diperlukan agar seluruh murid merasakan akses dan sumber daya yang sama tanpa membeda-bedakan murid yang satu dengan yang lainnya khususnya bila dilihat dari tingkat sosial dan ekonomi keluarga. Dalam pendidikan inklusif kesetaraan adalah hal yang utama dimana seluruh murid dapat merasakan perlakuan yang sama walaupun berasal dari latar belakang suku, agama, budaya, kebiasaan, warna kulit, bahasa, tingkat ekonomi dan status sosial yang berbeda. Nilai pendidikan multikultural dapat menjadi solusi untuk menciptakan kesetaraan dan keberlanjutan di sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif. Sekolah inklusif menerapkan nilai-nilai multikultural sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku seluruh warga sekolah baik dalam proses belajar dan mengajar serta kegiatan-kegiatan keseharian lainnya tanpa terkecuali. Yang pertama, nilai religius dapat dilihat dari kegiatan keagamaan yaitu seluruh warga sekolah wajib menghargai dan menghormati yang berbeda agama dan keyakinan. Nilai ini juga dapat dilihat dalam persamaan perayaan keagamaan dimana seluruh warga sekolah ikut terlibat baik dalam menghias tempat perayaan, menghadiri perayaan, maupun memberikan persembahan karya dalam perayaan walaupun berbeda agama. Yang kedua, nilai kejujuran sudah membudaya di sekolah inklusif dimana seluruh warga sekolah diwajibkan tidak mengambil barang yang bukan menjadi miliknya dan mengembalikan kepada pemilik atau menitipkannya kepada pihak keamanan sekolah maupun penerima tamu sekolah. Yang ketiga, nilai toleransi dapat dilihat dari program sekolah inklusif yang menerapkan program anti perundungan (bullying) agar seluruh warga sekolah dapat saling menghargai dan menghormati perbedaan diantara mereka. Nilai toleransi juga dilihat dari kemauan warga sekolah untuk membantu warga sekolah lainnya yang mengalami dukacita dan memberikan wujud sosial kepada mereka yang membutuhkan dalam bentuk materi maupun barang. Yang berikutnya yaitu nilai cinta damai yang diwujudkan dengan penerapan kasih sayang sesama warga sekolah. Nilai ini juga dapat dilihat ketika warga sekolah mengantri dengan sangat tertib tanpa mendahului satu dengan yang lainnya. Proses pembelajaran berwawasan gender dalam pendidikan perlu ditingkatkan, karena sampai saat ini gejala bias gender masih kerap ditemukan dalam dunia pendidikan. Laki-laki masih cenderung ditempatkan pada posisi yang lebih menguntungkan dalam proses pendidikan (Achmad Saeful, 2019). Terkait persamaan, nilai yang berikutnya yaitu nilai kesetaraan gender dimana sekolah inklusif tidak membedakan warga sekolah dilihat dari gendernya. Hal ini dapat dilihat dari perlakuan yang sama dalam pemilihan ketua kegiatan maupun kepala sekolah dimana baik perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam memajukan dunia pendidikan. Dalam upaya memenuhi kesetaraan gender, pendidikan perlu memenuhi dasar yang dimilikinya, yakni menghantarkan setiap individu atau masyarakat mendapatkan pendidikan sehingga bisa disebut pendidikan berbasis kesetaraan (Achmad Saeful, 2019). Pendidikan berbasis kesetaraan dapat menerapkan nilai pendidikan multikultural yaitu tidak memperlakukan diskriminasi terhadap laki-laki maupun perempuan. Definisi tentang pendidikan pluralisme menurut Frans Magnez Suseno adalah suatu pendidikan yang menandakan kita untuk membuka visi pada cakrawala yang semakin luas, mampu melintas batas kelompok etnis atau tradisi budaya dan agama sehingga kita mampu melihat “kemanusiaan” sebagai sebuah keluarga yang memiliki baik perbedaan maupun kesamaan cita-cita. Inilah pendidikan akan nilai-nilai dasar kemanusiaan untuk perdamaian, kemerdekaan, dan solidaritas. Nilai pluralisme dalam pendidikan multikultural ini dapat dilihat dari proses pengembangan seluruh potensi warga sekolah dengan menghargai keragaman dan kemajemukan itu sendiri sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku dan agama serta kepercayaan (Syamsul Ma’arif, 2005). Ospensius Kawawu Taranau (2023) menyatakan bahwa kemajuan teknologi telah memberikan dampak positif dan negatif dimana bila dilihat dari dampak negatifnya manusia dapat mengakses seluruh informasi dengan sangat mudah tanpa filter baik dari kebudayaan timur maupun kebudayaan barat. Oleh karena itu, diperlukan rasa nilai pendidikan yang mengarah kepada rasa nasionalisme dengan merujuk kepada nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila. Nilai nasionalisme ini diciptakan di sekolah inklusif dengan praktik-praktik baik yaitu salah satunya dengan pendekatan pembelajaran P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) di sekolah. Pembelajaran P5 sendiri telah menjadi mata pelajaran yang diampu oleh guru mata pelajaran Agama, Pendidikan Pancasila, Project IPAS/Project mata pelajaran kejuruan dan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Peran pembelajaran P5 sendiri yaitu sebagai pembelajaran lintas disiplin ilmu dalam mengamati dan memikirkan solusi terhadap permasalahan di lingkungan sekitar untuk menguatkan berbagai kompetensi dalam Profil Pelajar Pancasila. Pendidikan inklusif menjamin kesetaraan bagi seluruh siswa yang majemuk dan beragam tidak hanya dilihat dari keragaman budaya, etnis, suku dan agama serta kepercayaan tetapi juga dari kemampuan murid, gaya belajar murid, bakat dan minat, pengetahuan awal, pemahaman teori dan praktik serta karakter masing-masing murid. Lantas dengan kemajemukan ataupun keragaman tersebut, pendekatan pembelajaran yang seperti apa dapat diterapkan agar nilai-nilai pendidikan multikultural dapat tercipta di sekolah yang inklusif secara berkelanjutan? Pendekatan pembelajaran berdiferensiasi dapat menjadi jawaban untuk menciptakan nilai-nilai multikultural tersebut secara berkelanjutan di sekolah inklusif. Menurut Sugianto (2022) tentang pembelajaran berdiferensiasi merupakan teknik instruksional atau pembelajaran dimana guru menggunakan berbagai metode pengajaran untuk memenuhi kebutuhan individual setiap siswa sesuai dengan kebutuhan mereka. Kebutuhan tersebut dapat berupa pengetahuan yang ada, gaya belajar, minat, dan pemahaman terhadap mata pelajaran. Didalam perencanaan dan penyusunan konten, proses dan produk, seorang guru harus memiliki kesepakatan dengan murid dan memberikan kesempatan untuk guru bertemu dan berinteraksi dengan murid. Disinilah nilai komunikatif terbentuk antara guru dan murid dalam mempersiapkan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran berdiferensiasi, murid juga dituntut untuk dapat bekerjasama di dalam tim dan mampu menunjukkan nilai komunikasi yang baik agar produk dapat tercipta dengan hasil yang baik pula. Tentu saja nilai-nilai multikultural dapat diterapkan dalam proses pembelajaran berdiferensiasi dimana murid juga diharapkan dapat memunculkan nilai -nilai pendidikan multikultural seperti nilai disiplin, bekerja keras dengan tekun dan ulet, kreatif namun mandiri, demokratis, memiliki rasa ingin tahu, gemar atau suka membaca, peduli terhadap lingkungan, peduli sosial dan kesejahteraan, dan bertanggung jawab. Perkembangan teknologi telah disambut dengan sangat baik oleh manusia. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi tidak dapat berjalan sendiri tanpa adanya penanaman nilai-nilai pendidikan yang baik dalam upaya pencegahan penyalahgunaan penggunaan teknologi itu sendiri. Dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan multikultural, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel (2007 : 89) tentang “Keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80% dipengaruhi oleh kecerdasan emosi (EQ), dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ)”. Dari hal ini dapat dipahami bahwa nilai-nilai pendidikan harus terintegrasi dengan baik dan tidak hanya sekedar konsep belaka dalam pemanfaatan perkembangan teknologi untuk proses pembelajaran di sekolah inklusif. Tentu, terkait fasilitas sekolah yang sudah lengkap harus juga didukung juga oleh penanaman nilai-nilai kebaikan yang menjadi pedoman tingkah laku sehari-hari. Dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai-nilai pendidikan multikultural sangat baik diterapkan di sekolah inklusif dengan berpedoman kepada pendekatan pembelajaran berdiferensiasi yang mengutamakan kebutuhan murid di era perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini. Pendekatan pembelajaran berdiferensiasi juga harus dilakukan secara optimal dan berkelanjutan demi kemajuan murid dalam proses pembelajaran. Seluruh nilai-nilai pendidikan multikultural menjadi pedoman tingkah laku yang diwujudnyatakan juga melalui proses pembelajaran P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) di sekolah. Semua hal ini tentu dapat terwujud bila dilakukan secara berkelanjutan demi Indonesia Emas 2045. DAFTAR PUSTAKA Taranau, Ospensius Kawawu. (2023). Upaya Meningkatan Rasa Nasionalisme Dengan Pendidikan Kewarganegaraan Kepada Generasi Milenial Di Era Globalisasi. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah, 8(3), 2023, 978 -983. Saeful, Achmad. (2019). Kesetaraan Gender Dalam Dunia Pendidikan. Jurnal Pendidikan, Vol 1, 17-30. Daniel N. 2007. Implementasi Pendidikan Karakter . Salemba Jaya. Jakarta. Priyono dan Maarif. 2010. Penyusunan Kurikulum Berbasis Pendidikan Karakter. Andi : Yogyakarta. Sugianto. (2024, 7 Juni). Pembelajaran Berdiferensiasi : Antara Manfaat dan Tantangannya, darihttps://telkomuniversity.ac.id/penulisan-daftar-pustaka-dari-buku-artikel-jurnal-makalah-media-online-hingga-video-youtube/