Dimas Wahyu Aji Prathama Mahasiswa di Institut Teknologi Sepuluh Nopember 0shares Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati setiap 5 Juni seharusnya menjadi refleksi bagi kita semua untuk lebih berkomitmen dalam mengatasi masalah lingkungan, salah satunya sampah. Permasalahan sampah seringkali menjadi tantangan yang cukup pelik, khususnya di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam laporan tahunannya menyebutkan bahwa total sampah di Indonesia tahun 2021 telah mencapai 68,5 juta ton. Dari jumlah tersebut, setidaknya 11,6 juta ton diantaranya adalah sampah plastik [1]. Apabila kita telisik lebih jauh, sampah banyak dihasilkan di kota-kota besar. Hal ini tidak bisa diingkari, perkotaan yang padat penduduk sejak dahulu kala merupakan episentrum penghasil sampah terbesar. Mari kita ambil contoh di DKI Jakarta, sebuah kota berstatus provinsi dengan populasi 10 juta jiwa ini telah menghasilkan 2,59 juta ton sampah pada tahun 2021. Angka yang cukup besar ini bahkan mengahlahkan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur yang notabene memiliki populasi tiga hingga empat kali lebih besar dibandingkan DKI Jakarta [2]. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak memiliki banyak alternatif untuk menampung sampah yang begitu besar. Pada akhirnya, sampah yang sedemikian banyak itu dikumpulkan pada sebuah tempat bernama Bantargebang. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, begitulah ia dikenal oleh banyak kalangan. Berdiri sejak tahun 1989, hingga kini TPST Bantargebang merupakan satu-satunya TPA yang dikelola Pemprov DKI Jakarta. Pada tahun 2020, estimasi volume sampah di tempat tersebut telah mencapai 23 juta meter kubik [3]. Angka ini sangat fantastis dan juga mencengangkan bagi sebagian besar orang, terlebih didukung oleh fakta bahwa TPST ini telah mencapai kapasitasnya per tahun 2021 [4]. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemprov DKI Jakarta telah menyediakan solusi melalui pembangunan ITF (Intermediate Treatment Facility) yang rencananya disebar di beberapa titik di Provinsi DKI Jakarta [5]. Pengelolaan ITF ini nantinya akan dilakukan dengan eco-friendly, sehingga diharapkan dapat mengurangi beban yang dipikul oleh TPST Bantargebang. Sementara itu, pembangunan dan pengelolaan ITF yang optimal dapat menjadi sebuah landasan yang kuat untuk menutup TPST Bantargebang [6]. Saya sangat sepakat dengan usulan pengembangan ITF di DKI Jakarta. ITF tidak hanya dapat memberikan solusi bagi permasalahan sampah di ibukota saja, melainkan dapat menjadi best practice dalam pengelolaan sampah berkelanjutan di Indonesia. Namun, ada baiknya bila kita melihat dari kacamata yang berbeda. Saya berbicara tentang nasib TPST Bantargebang yang akan tergerus oleh zaman. Ini tidak hanya sekadar berbicara tentang pemanfaatan teknologi ramah lingkungan untuk mengatasi permasalahan perkotaan. Tetapi ia juga harus melihat kondisi masyarakat Bantargebang yang selama ini bergerak untuk mengais rezeki dari sampah-sampah yang dihasilkan oleh masyarakat perkotaan. Nasib dan kondisi mereka di masa mendatang perlu diperhatikan dengan seksama agar dapat survive dari tantangan yang menghantui, sejalan dengan prinsip SDGs nomor 11.3, “memperkuat urbanisasi yang inklusif dan berkelanjutan serta kapasitas partisipasi, perencanaan penanganan permukiman yang berkelanjutan dan terintegrasi di semua negara” [7]. Selain itu, komitmen leave no one behind yang acap kali digaungkan perlu hadir di tengah-tengah masyarakat TPST Bantargebang. Data menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 6.000 jiwa penduduk bekerja sebagai pemulung dan/atau pekerjaan lain yang berhubungan langsung dengan aktivitas di TPST Bantargebang [8]. Dengan kondisi lingkungan yang kumuh, tidak sehat, dan kurang layak itu, sekilas kita melihat dan merasakan bahwa kondisi yang dirasakan oleh warga disana sangat memprihatinkan. Pernyataan ini sebetulnya tidak sepenuhnya benar. Berdasarkan dokumenter yang dilakukan oleh Asumsi.co dalam Distrik: Bantar Gebang dan Kemampuan Adaptasi Manusia beberapa waktu lalu, membuka mata hati kita bahwa kehidupan masyarakat di TPST Bantargebang tidak semiris yang kita bayangkan. Bahkan, warga setempat telah menganggap kehadiran TPST Bantargebang sebagai suatu tambang intan yang tidak ternilai harganya [9]. Karenanya, di sana telah menjadi saksi perputaran uang yang begitu fantastis, bahkan mencapai ratusan juta rupiah, selaras dengan apa yang disampaikan oleh Bos Donor, Pak Gondrong, dan Teh Rohimah. Lebih-lebih, potensi Bantargebang dapat dikatakan sangat menakjubkan. Bantargebang telah dikenal sebagai daerah dengan produksi tanaman pangan yang melimpah. Diikuti juga oleh hasil buah-buahan, daging ternak, unggas, serta ikan [10]. Dapat dikatakan bahwa potensi ekonomi Bantargebang sangat baik, ia sudah berada di atas rata-rata Kota Bekasi. Lantas, apa yang membuat kita merasakan kemirisan ini? sepertinya selama ini kita telah memberikan stigma yang salah kepada masyarakat Bantargebang, khususnya yang tinggal di TPST Bantargebang, dengan kata dan rasa prihatin. Salah satu ahli mengatakan bahwa kondisi ini disebabkan oleh psikologis masyarakat Bantargebang akan ketergantungan terhadap bantuan-bantuan donasi yang selama ini diberikan, membuat kita merasa iba dan terus terdorong untuk memberikan bantuan. Selama ini, donasi bagi warga Bantargebang tidak hanya dikumpulkan dari LSM lokal ataupun asing semata, melainkan juga datang dari pemerintah melalui kompensasi bau sampah. Namun, donasi ini tidak dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, mereka lebih banyak menggunakan donasi yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan lain yang tidak penting [10]. Menyikapi kondisi tersebut, kita tidak serta merta dapat menyalahkan masyarakat, melainkan juga berbagai pihak lain yang telah menjadikan mereka sebagai komoditas donasi saja. Apabila dibiarkan berlarut-larut, maka kondisi ini akan menjadi semakin kompleks dan buruk. Maka dari itu, dibutuhkan strategi pembangunan berkelanjutan dengan pendekatan ekonomi sirkular, berbasis pada edukasi dan pembinaan masyarakat. Pendekatan ini perlu diadaptasikan sesuai kondisi masyarakat sekitar TPST Bantargebang, sehingga penerapannya bisa lebih optimal dan sejalan bagi dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi lingkungan, sosial, dan ekonomi di Bantargebang. Bantargebang Creative Hub : Simpul Baru Perubahan Masyarakat Bantargebang Creative Hub merupakan ide dari saya untuk mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang ada di Bantargebang, sehingga masyarakat tersebut dapat bertransformasi menjadi masyarakat yang resilient dan inklusif melalui penerapan ekonomi sirkular. Ide ini bermula dari minimnya ruang-ruang terbuka yang layak bagi masyarakat di sekitar TPST Bantargebang, serta terbatasnya pengetahuan masyarakat akan penerapan. Bantargebang Creative Hub merupakan sebuah titik kumpul yang dapat menjadi sarana interaksi bagi masyarakat untuk bergerak menjadi masyarakat yang berketahanan dan inklusif. Tempat yang dibuat dengan bahan-bahan vernakular dan eco-friendly ini nantinya akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti: fasilitas dan ruang bermain anak, ruang belajar, balai pertemuan, hingga lapangan santai. Tempat ini akan menjadi inkubator bagi masyarakat untuk mengembangkan pengetahuan dan ide-ide untuk menghasilkan produk-produk ekonomi sirkular, khususnya yang berbahandasarkan dari sampah. Masyarakat dari berbagai kelompok usia akan memiliki kesempatan yang sama untuk menciptakan sebuah inovasi bagi pengelolaan sampah dengan kualitas berdaya saing tinggi. Untuk mengembangkan Bantargebang Creative Hub sebagai ruang baru bagi pengembangan ekonomi sirkular, maka dibutuhkan rencana dan stakeholder yang strategis. Pengembangannya harus disinkronisasikan dengan berbagai rencana pembangunan daerah, rencana tata ruang, dan rencana sektoral lainnya, dengan harapan agar Bantargebang Creative Hub dapat menjadi ruang primer dalam proses implementasi program-program pemerintah. Selain itu, dibutuhkan pemetaan stakeholders yang tepat, sehingga beberapa usulan saya untuk stakeholders yang dapat terlibat dalam pengembangan Bantargebang Creative Hub: Pemerintah, meliputi Pemerintah Kota Bekasi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan instansi di bawahnya; Masyarakat, meliputi pemulung sampah dan para pedagang, PKK, Karang Taruna, tokoh masyarakat, pemerintah RT, RW, Kelurahan, hingga Kecamatan; Komunitas, meliputi LSM, komunitas kreatif, dan sejenisnya; serta Swasta, melalui kerjasama dengan berbagai perusahaan, dan dukungan investasi untuk pengembangan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan persampahan. Menciptakan ruang yang harmonis di tengah-tengah masyarakat Bantargebang sangat penting bagi keberlanjutan dan ketahanan masyarakat. Keberadaannya tidak hanya menjadi sebuah titik bersua semata, melainkan sebagai akselerator bagi masyarakat untuk menyadari bahwa sampah yang mereka kumpulkan dapat memberikan added value yang tinggi. Perkembangan ekonomi sirkular tidak akan berhasil tanpa adanya partisipasi yang aktif dan kreatif dari para stakeholder. Inisiasi ini akan semakin baik jika ia bergerak dari kesadaran masyarakat itu sendiri, mereka memiliki urgensi untuk perubahan yang lebih optimis. Marilah kita berikan kesempatan bagi Bantargebang untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik. Referensi [1] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220225173203-20-764215/sampah-plastik-2021-naik-ke-116-juta-ton-klhk-sindir-belanja-online#:~:text=%22Pada%20tahun%202021%20diperkirakan%20sampah,Jumat%20(25%2F2). [2] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/08/timbunan-sampah-nasional-capai-2145-juta-ton-pada-2021-jawa-tengah-terbanyak [3] https://pendlhdki.info/publics/profil [4] https://metro.sindonews.com/berita/1351833/170/empat-tahun-lagi-tpst-bantar-gebang-tak-bisa-tampung-sampah-dki [5] https://metro.tempo.co/read/1369584/wagub-dki-kebut-fasilitas-sampah-terpadu-pengganti-bantargebang [6] https://megapolitan.kompas.com/read/2021/11/26/05562441/saat-tpst-bantargebang-diusulkan-disulap-jadi-lapangan-golf-seperti-tpa?page=all [7] https://sdgs.bappenas.go.id/tujuan-11/ [8] Permatasari, M. M. (2013). Kajian Keterlibatan Pemulung di TPST Bantar Gebang Kota Bekasi. Jurnal Teknik PWK, 423-433. [9] https://www.youtube.com/watch?v=jgc8O10lhQw – Asumsi Distrik: Bantar Gebang dan Kemampuan Adaptasi Manusia [10] https://www.antaranews.com/berita/1828164/tambang-uang-dan-stigma-prihatin-bantargebang #mobile-nav
Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More