fbpx
Aktivitas Outing Aktivitas P5 Tentang Energi Terbaharukan

PROYEK P5 BERDIFERENSIASI DAN KEMERDEKAAN BELAJAR PESERTA DIDIK SEBAGAI USAHA MELAHIRKAN GENERASI YANG BERKEADILAN

SEMANGAT PENDIDIKAN DI INDONESIA

Sekolah merupakan sebuah institusi penting dalam menunjang kemajuan dan masa depan suatu negara maupun peradaban suatu bangsa. Melalui berbagai hal yang mencakup proses penanaman nilai dan pemahaman terhadap pengetahuan, sekolah bertanggungjawab untuk membekali generasi mendatang beragam pengetahuan dan keterampilan hidup yang selaras dengan tantangan zaman dan perkembangan dunia. Sekolah juga menjadi sebuah wadah untuk membentuk kecerdasan emosional melalui berbagai aktivitas yang mendorong adanya keselarasan antara hati dan pikiran dalam menjalani kehidupan bermasayarakat. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengambil langkah strategis dengan menerapkan Kurikulum Merdeka dalam usaha untuk memastikan kualitas pendidikan Indonesia yang lebih baik.

Dalam muatan kurikulum ini terdapat banyak pembaharuan yang menjadi corak akan pendidikan Indonesia yang semakin mengarah kedepan. Diantaranya adalah pelaksanaan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan Konsep Pembelajaran Berdiferensiasi. Mengutip dari Website Ruang Kolaborasi Merdeka Mengajar – Kemdibudristek (2024), Proyek P5 merupakan upaya untuk mengusahakan karakter peserta didik yang selaras dengan konsep Profil Pelajar Pancasila dengan berbasis pada proyek. Aktivitas ini diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk “mengalami pengetahuan” sebagai bagian dari proses penguatan karakter melalui pembelajaran yang bersumber dari lingkungan sekitarnya. Melihat hal tersebut, dapat dikatakan bahwa secara konsep, pendidikan di Indonesia telah diarahkan untuk mengusahakan karakter peserta didik untuk selaras dengan nilai-nilai Pancasila yang pada akhirnya dapat menunjang nilai-nilai kehidupan bermasyarakat yang lebih universal.

Konsep Pembelajaran Berdiferensiasi merupakan bentuk pendekatan yang memfokuskan diri pada pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan masing-masing peserta didik (Purnawanto, 2023). Proses diferensiasi yang dilakukan mencakup tiga hal yaitu konten, proses dan produkPendekatan ini dapat dikatakan mengakui dan menghargai perbedaan individu dalam hal minat, kemampuan, gaya dan kebutuhan peserta didik secara lebih komprehensif. Dalam hal ini, guru diarahkan untuk berperan sebagai fasilitator yang dapat menyediakan berbagai metode dan pendekatan yang dapat memfasilitasi keunikan setiap peserta didik. Dengan demikian, setiap peserta didik memiliki kesempatan untuk belajar dengan cara yang sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan mereka.

 

MEWUJUDKAN GENERASI YANG BERKEADILAN (TUJUAN 16 SDGs)

Kedua hal yang menajadi sorotan diatas, kemudian dapat bertransformasi sebagai peluang yang dapat melahirkan generasi yang memiliki karakter yang berkeadilan. Keadilan sendiri banyak dipahami sebagai sebuah konsep memperlakukan seseorang maupun pihak lainnya sesuai dengan hak dan kewajibannya (Pandit, 2016). Setiap manusia memiliki kesempatan untuk diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabat yang setara sebagaimana asas-asas yang diakui pada tempat dia tinggal. Sebagaimana pemahaman tersebut Tujuan 16 Sustainable Development Goals (SDGs) hadir sebagai tujuan bersama dalam mewujudkan masyarakat yang damai, inlusif dan mampu memperoleh akses pada keadilan dalam bermasyarakat. Hal itu tentu saja hanya dapat terwujud dengan didasari pada perilaku yang sadar akan nilai-nilai yang mengarah pada keadilan tersebut. Mulai dari kemampuan berkomunikasi dan memahami keberagaman yang mencakup perbedaan latar belakang maupun pandangan.

Proses-proses tersebut kemudian menjadi salah satu tanggungjawab yang perlu diusahakan oleh sekolah melalui proses pendidikan yang dapat mendorong lahirnya generasi yang memahami konsep berkeadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Aktivitas pembelajaran yang memperkenalkan keberagaman serta mendorong efektivitas komunikasi diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada peserta didik mengenai nilai-nilai keadilan serta mendorong mereka untuk berkontribusi dalam usaha-usaha untuk mencapai hal tersebut. Kemerdekaan mereka untuk berekspresi dan menunjukkan bentuk pemahaman akan keadilan menjadi cara lainnya dalam memberikan kesempatan pada setiap peserta didik untuk membangun pemahaman yang lebih mendalam terkait dengan keadilan.

 

PRAKTIK PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

SMP Kristen Satya Wacana sebagai sebuah sekolah menengah di kota Salatiga menjadi salah satu dari sekian banyak institusi pendidikan yang sedang mengusahakan praktik pendidikan yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Sejak tahun ajaran 2022 / 2023, sekolah kami telah melaksanakan kurikulum merdeka yang di dalamnya mencakup aktivitas P5 serta pelaskanaan konsep berdiferensiasi dalam pembelajarannya. Aktivitas P5 berbasis diferensiasi telah diatur sedemikian rupa untuk mendorong tumbuhkembang peserta didik yang memahami konsep berkeadilan. Sejak awal tahun ajaran, setiap anak diberikan kebebasan untuk menentukan aktivitas apa yang sekiranya bisa dilaksanakan sebagaimana tema yang sudah ditentukan dalam kurikulum. Setiap peserta didik diberikan kesempatan untuk memberikan pandangan, menyampaikan usul serta saling berinteaksi untuk menentukan kesepakatan. Hal ini bertujuan untuk mengajarkan kepada mereka bahwa dalam masyarakat luas, setiap orang memiliki hak untuk menyampaikan pandangan serta belajar untuk menghargai pandangan orang lain. Peserta didik juga diajarkan untuk menentukam pilihan bersama serta menghormati keputusan yang diambil dengan dasar musyawara untuk mufakat. Hal ini tentu saja selaras dengan dimensi dalam P5 yang mengamanatkan perilaku gotong royong. Dalam hal tujuan 16 SDGs, hal ini selaras dengan target 16.7 tentang menjamin pengambilan keputusan yang responsif, inklusif, partisipatif dan representif disetiap tingkatan.

Dalam pelaksanaannya, sekolah merancang aktivitas yang memberikan kebebasan terhadap anak menentukan proses yang akan dilakukan. Hal ini selaras dengan semangat memberikan keadilan terhadap setiap anak untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Namun perlu digarisbawahi bahwa kebebasan yang diberikan tetaplah berbasis pada indikator yang telah disiapkan oleh guru sebagai fasilitator. Indikator tersebut didasari pada pemetaan awal (asesmen diagnostik) mengenai kemampuan-kemampuan setiap anak sehingga itu dapat dipertimbangkan dalam penataan kelompok kerja. Indikator ini juga membantu setiap siswa untuk berkolaborasi sesuai dengan kapasitasnya dan berkembang bersama dengan anak yang memiliki kemampuan yang selaras dengan dia. Terkait dengan diferensiasi produk, setiap siswa diberikan kebebasan dalam menentukan produk atau hal apa yang akan mereka hasilkan atau tujunkan sebagai finalisasi proses belajar mereka. Dibawah arahan fasilitator, peserta didik dapat membangun komunikasi, koordinasi, musyawara dan belajar dalam untuk membagi tugas dan tanggungjawab yang harus dilakukan untuk menghasilkan produk sesuai dengan kapasitasnya. Fasilitator perlu menyusun berbagai rubrik penilaian untuk memfasilitasi berbagai jenis produk yang akan dihasilkan oleh peserta didik. Perlu digarisbawahi bahwa setiap hasil peserta didik bukanlah poin utama dalam proses penilaian, karena P5 tidak berfokus perkembangan karekter pada setiap peserta didik. Bagaimana mereka berproses. Merencanakan, mengevaluasi sampai merefleksikan diri terhadap capaian mereka itulah yang menjadi sasaran untuk menanamkan poin-poin  terkait dengan keberlanjutan. Maka satu hal tambahan yang diperlukan adalah kemampuan guru untuk benar-benar menjadi fasilitator yang memberikan arahan, memberikan contoh serta menjadi pemandu peserta didik untuk mengarah kepada sikap keadilan itu sendiri.

 

REFLEKSI

Mengenai proses serta capaian yang dibahaskan tentu saja semua mengacu pada indikator yang sangat bersifat sempurna. Namun perlu digaris bawahi bahwa proses dan capaian tersebut tidak akan bisa mencapai pada tingkat maksimal apabila baik guru maupun peserta didik masih berorientasi pada hasil berupa angka. Sikap berkeadilan pada akhirnya akan sulit tercapai jika setiap guru maupun peserta didik masih sangat berorientasi pada hasil berupa angka yang memberikan predikat keberhasilan. Diperlukan sikap dan komitmen yang kuat khususnya dari guru sebagai fasilitator untuk mendorong perilaku berkeadilan pada siswa. Memberikan contoh untuk mendengar pandangan mereka, memberikan kesempatan mereka untuk berpendapat serta dengan serius mempertimbangkan pandangan mereka adalah usaha yang baik untuk melahirkan kepercayaan diri. Sikap inilah yang diharapkan dapat mendorong mereka untuk melihat bahwa sejak dini mereka sudah ditempatkan pada “posisi” yang adil, sehingga dimasa mendatang mereka tidak ragu untuk memberikan keadilan serupa dalam segala tindakan mereka.

 

Referensi

  • Purnawanto, A. T. (2023). Pembelajaran berdiferensiasi. Jurnal Pedagogy16(1), 34-54.
  • Pandit, I. G. S. (2016). Konsep Keadilan Dalam Persepsi Bioetika Administrasi Publik. Public Inspiration: Jurnal Administrasi Publik1(1), 14-20.
  • Website : https://www.un.org/sustainabledevelopment/