fbpx

Program SINERGI: Upaya Penyempurnaan dan Pemerataan Pendidikan di Indonesia melalui Metode Heutagogy untuk Mewujudkan Desa Pintar dan Mengejar Ketertinggalan

Kurikulum Merdeka Belajar merupakan salah satu inisiatif yang diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia untuk mendukung pencapaian pendidikan yang lebih baik. Dengan penerapan kurikulum ini, diharapkan siswa dapat dengan mudah memahami dan mencapai target pembelajaran yang diinginkan. Tujuan dari program ini adalah untuk memberikan pelayanan pendidikan yang layak dan merata bagi semua individu, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.

Namun, implementasi model pendidikan ini masih menimbulkan kontroversi, terutama karena adanya ketimpangan antara pendidikan di daerah pedesaan dan perkotaan (Anedin, 2024). Siswa di daerah pedesaan sering mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan yang memadai, yang berdampak negatif terhadap pencapaian akademik mereka dan membatasi kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa di perkotaan cenderung memiliki akses yang lebih baik terhadap kurikulum pembelajaran yang berkualitas.

Data dari Badan Pusat Statistik (2023) menunjukkan bahwa persentase individu yang masih bersekolah di daerah pedesaan adalah 18,60% untuk laki-laki, 18,38% untuk perempuan, dan 18,49% secara keseluruhan. Sementara di perkotaan, angka ini mencapai 20,06% untuk laki-laki, 20,01% untuk perempuan, dan 20,03% secara keseluruhan. Dengan total populasi perkotaan sebesar 155.523.750 jiwa dan populasi pedesaan sebesar 120.250.024 jiwa. Lulusan terbanyak masih berada pada tingkat sekolah dasar. (Raharjo, 2013)

Keterbatasan dalam mengadaptasi sistem kurikulum pendidikan adalah faktor utama yang menjelaskan mengapa banyak desa masih mengalami ketertinggalan di dunia pendidikan, dengan dampak yang mencakup 19.152 desa (Badan Pusat Stasitik, 2019). Kendala akses yang terbatas di desa juga ikut berperan dalam menyebabkan ketertinggalan ini, terutama ketersediaan infrastruktur. Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah telah berupaya dengan merancang kurikulum merdeka belajar, yang bertujuan untuk mendistribusikan pendidikan secara merata dan adil.

Dalam konteks ini, keterlibatan pemerintah sendiri tidaklah mencukupi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi; partisipasi aktif dari berbagai pemangku kepentingan diperlukan. Dalam upaya mengatasi tantangan implementasi sistem dan model kurikulum yang kompleks di daerah-daerah terpencil, penggunaan metode pembelajaran Heutagogi telah diusulkan sebagai solusi inovatif. Pendekatan ini bertujuan untuk mendorong pendidikan menuju konsep “desa cerdas”, yang memungkinkan pengembangan sistem pendidikan yang sesuai dengan potensi lokal tanpa mengabaikan karakteristik unik setiap daerah.

Salah satu program yang dapat mendukung Kurikulum Merdeka Belajar adalah penerapan metode heutagogy, yang menunjukkan fleksibilitas dalam implementasi di daerah pedesaan. Program tersebut adalah SINERGI (Siswa Inovatif dengan Heutagogy dan Ragam Inisiatif). Dalam program ini, siswa mengorganisir festival budaya untuk memperingati dan mempromosikan kearifan lokal desa. Tujuan utamanya adalah untuk membangkitkan dan menjaga kebudayaan serta tradisi lokal, mempererat hubungan antarwarga, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian warisan budaya. Acara ini melibatkan seluruh elemen masyarakat desa, termasuk seniman, pengrajin, petani, dan pelaku usaha lokal yang kental dengan budaya setempat. Kegiatan ini menerapkan konsep utama dari Pembelajaran Berbasis Proyek dengan pendekatan heutagogy, yang menekankan pada kemandirian dan inisiatif siswa dalam proses pembelajaran.

Program SINERGI juga menerapkan Pembelajaran Berbasis Masalah, seperti dalam kegiatan revitalisasi lahan tidur, di mana siswa pedesaan berkolaborasi dengan petani lokal dan ahli pertanian. Mereka melakukan identifikasi lahan tidur dengan menggunakan peta dan melakukan survei lapangan untuk mencatat kondisi serta sejarah lahan tersebut. Siswa mengikuti pelatihan pertanian dasar yang dipandu oleh ahli, mempelajari teknik modern pertanian, pemilihan tanaman, dan manajemen lahan. Mereka aktif membuat catatan dan berpartisipasi dalam diskusi untuk memahami konsep yang diajarkan. Setelah pelatihan, siswa membantu membersihkan dan mempersiapkan lahan untuk penanaman, serta merawat tanaman dengan penyiraman, pemupukan, dan pengendalian hama.

Dalam Program SINERGI, keberadaan mentor sangat penting untuk membantu siswa menghubungkan teori dengan praktik nyata. Mentor ini bisa berasal dari lulusan yang sudah mengabdi, seperti dalam program SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) yang telah diimplementasikan sebelumnya. Para mentor dari program SM3T memiliki pengalaman dan keterampilan yang memadai dalam bidang pendidikan dan penerapan praktis di lapangan. Kehadiran mereka dalam Program SINERGI tidak hanya membantu siswa memahami materi secara lebih mendalam, tetapi juga memastikan bahwa pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dalam konteks nyata. Dengan demikian, siswa mendapatkan bimbingan langsung dari individu yang berpengalaman, yang dapat memberikan wawasan dan arahan yang berharga untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan praktis mereka.

Implementasi metode heutagogy dalam program SINERGI tidak hanya memberikan pengalaman praktis kepada siswa, tetapi juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kesadaran lingkungan di masyarakat pedesaan. Metode heutagogy, yang menekankan pada pembelajaran mandiri dan inisiatif siswa, memungkinkan mereka untuk mengaplikasikan pengetahuan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan tidak harus selalu mengikuti kurikulum yang dikembangkan di negara lain. Sebaliknya, dengan memanfaatkan kearifan lokal dalam proses pendidikan, dapat mendorong terciptanya konsep “smart village” di mana desa-desa tetap berkembang dan mempertahankan keberlanjutan sesuai dengan potensi lokalnya.

Program SINERGI, misalnya, mengajak siswa untuk terlibat dalam proyek-proyek yang relevan dengan kondisi lokal, seperti revitalisasi lahan tidur dan pelestarian budaya. Dengan cara ini, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga bagaimana menerapkannya untuk memecahkan masalah nyata di komunitas mereka. Dengan demikian, meskipun perdesaan belum sepenuhnya mengakses fasilitas seperti listrik, jalan, dan fasilitas umum lainnya, pendidikan tetap dapat berkembang dengan baik. Program ini membuktikan bahwa melalui pendekatan yang tepat dan dukungan dari mentor yang berpengalaman, pendidikan di pedesaan dapat berjalan efektif dan memberikan dampak positif yang luas. Dengan demikian, tujuan ke-4 dari Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu pendidikan yang merata dan inklusif, dapat diimplementasikan secara nyata dan beragam.

Daftar Pustaka

Anedin, G.A.R. (2024) ‘Implementasi Pendidikan Global Berbasis Keunggulan Lokal Dalam Pencapaian SDG Nomor 4 Di Provinsi Riau’, Ranah Research : Journal of Multidisciplinary Research and Development, 6(3), pp. 340–350. Available at: https://doi.org/10.38035/rrj.v6i3.832.

Badan Pusat Statistik. (2019). https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MjE5MSMy/jumlah-desa-tertinggal-menurut-provinsi.html

Badan Pusat Statistik. (2023). https://www.bps.go.id/id/statistics-table/1/MTYxMiMx/persentase-penduduk-umur-10-tahun-ke-atas-menurut-klasifikasi-desa–jenis-kelamin–dan-status-pendidikan–2009-2023.html

Raharjo, S.B. (2013) ‘Evaluasi Trend Kualitas Pendidikan Di Indonesia’, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 16(2), pp. 511–532. Available at: https://doi.org/10.21831/pep.v16i2.1129.