fbpx

Program PADI: Menyemai Diri Sendiri dan Aspirasi Peserta Didik

Latar Belakang

Rani, seorang anak SMA dengan segudang prestasi. Terlahir dari keluarga petani Sawit dan dibesarkan di lingkungan perkebunan Sawit. Masa-masa SMA nya dilalui dengan beberapa kemenangan ajang perlombaan tingkat Kabupaten. Namun, karena hambatan sosial ekonomi membuatnya kesulitan untuk melanjutkan pendidikan setelah lulus SMA, hingga pada akhirnya Rani pulang ke kampung halamannya membantu orang tua. 

Toni, seorang anak perkotaan, akses informasi yang begitu melimpah membuat dirinya nyaman. Namun, tampaknya kenyamanannya membuat Toni tidak mempersiapkan diri ke jenjang pendidikan selanjutnya yaitu perguruan tinggi. Alhasil, 1 bulan sebelum penutupan pendaftaran kuliah, barulah Toni mendaftarkan ke jurusan yang bahkan direkomendasi oleh temannya. 

Toni dan Rani adalah contoh skenario dari dua latar belakang remaja yang berbeda dalam menyikapi kehidupan setelah SMAnya. Kehidupan setelah SMA akan menjadi salah satu transisi yang cukup penting bagi remaja. Dalam konteks pendidikan, ada beberapa pilihan bagi peserta didik antara lain: melanjutkan pendidikan tinggi atau langsung bekerja dan atau memilih gap year.  Di satu sisi, akses terhadap perguruan tinggi bermanfaat untuk peningkatan mobilitas sosial dan modal manusia (human capital) yang pada akhirnya berdampak pada pembangunan nasional suatu negara (Prakhov, 2019). Selain tantangan angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi Indonesia masih sangat rendah, suatu penelitian dari Indonesia Career Network (ICCN) pada 2017 dalam Kemdikbud (2019), menunjukkan bahwa 87% mahasiswa menyatakan salah memilih jurusan.

Lebih lanjut lagi, penelitian yang dilakukan oleh Tech Incubator Universitas Multimedia Nusantara (2020) dalam Putri (2018), dari 400.000 peserta didik di jenjang SMA sederajat, 92% menyatakan bahwa mengalami kebingungan terhadap kehidupan setelah sekolah. Hal ini selaras dengan penelitian dari Diana., dkk (2023), mahasiswa yang salah memilih jurusan mengakui bahwa kurang mengenal diri sendiri (self knowledge) dan rendahnya pengetahuan pekerjaan (occupational knowledge). Memahami fenomena ini, maka intervensi dari sekolah menjadi dimensi penting untuk mendukung dan mempersiapkan trayektori kehidupan murid selanjutnya. Grigal dkk., (2018) mengungkapkan bahwa peserta didik yang telah mempersiapkan dirinya sebaik mungkin saat sebelum di perguruan tinggi dan melakukan riset pekerjaan maka mereka pun cenderung akan sangat siap bekerja pada tingkatan awal karirnya. Sedangkan, bagi mereka yang tidak mendapatkan layanan seperti ini berkemungkinan besar untuk tidak tertarik melanjutkan ke pendidikan tinggi (Engberg dan  Wolniak,  2014) termasuk anak-anak yang termarjinalkan secara status sosial dan ekonomi (Johnson dan Brookover, 2021).

Dengan adanya implementasi kurikulum merdeka, memberikan kesempatan bagi lembaga pendidikan untuk berinovasi merancang program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar murid. Salah satu yang dapat dilakukan oleh sekolah terkait fenomena ‘salah memilih jurusan’ adalah Program Proyek Aspirasi DIri (PADI). Program PADI merupakan sebuah proyek individu bagi peserta didik untuk memahami dirinya dan aspirasi hidup paska sekolah menengah. Penelitian yang dilakukan oleh Xiao dkk., (2016) di Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat menyatakan bahwa program persiapan kuliah dan riset karir menjadi komponen pembeda di masa transisi remaja yang berkontribusi terhadap pencapaian karir mereka. Di Indonesia sendiri masih belum banyak kesempatan bagi peserta didik di jenjang SMA Sederajat untuk mengeksplorasi minat, bakat dan kehidupan pasca sekolah. Dengan demikian, penerapan program PADI  ini dianggap secara sengaja perlu diterapkan bagi pelajar sekolah menengah atas. 

Bagaimana Kerangka Penerapan Program PADI? 

Program PADI di sekolah sebaiknya dirancang secara holistik sejak kelas 10 hingga kelas 12 bagi semua murid termasuk murid disabilitas. Peserta didik akan diberikan kesempatan untuk eksplorasi potensi, peluang dan menemukan cara secara mandiri yang efektif baginya sebagai bekal persiapan selanjutnya. Di awal kegiatan peserta didik melakukan asesmen mengenal dirinya. Pada tahapan awal ini, pihak sekolah perlu sekali melakukan asesmen terhadap sosial-ekonomi anak-anak dan potensi diri mereka. Bagi Collins dan Bilge (2020) hal ini sejalan dengan dimensi konteks sosial  dan penerapan keadilan sosial yang perlu dipahami oleh pihak sekolah bahwa ketika lembaga pendidikan telah melakukan asesmen analisis sebelum program dijalankan, maka sejatinya sekolah sedang menavigasi cara untuk menerapkan kesetaraan akses terhadap semua peserta didik tanpa terkecuali. Ada banyak platform yang dapat digunakan oleh pihak sekolah secara gratis untuk mencari instrumen bagaimana peserta didik dapat lebih mengenal diri mereka sendiri (cth. aku pintar, kerangka SWOT, dsb). Di kelas 10 ini juga, peserta didik perlu diberikan portfolio individu, yang berisikan proses belajar mereka pada proyek ini. 

Pihak sekolah perlu membentuk ekosistem dimana peserta didik dapat bereksplorasi untuk menemukan informasi pendidikan tinggi dan dunia pekerjaan. Kegiatan ini pun dapat dilaksanakan secara bersamaan dengan Penerapan P5 di sekolah. Secara ideal, adapun beberapa ekosistem festival yang dapat dilakukan sekolah per setiap semester ataupun setiap tahun ajarannya, antara lain: 

a) Festival Aspirasi Karir 

Festival aspirasi karir adalah bentuk kegiatan dimana sekolah mengundang pembicara yang sedang menekuni bidang pekerjaan tersebut. Narasumber berbagi seperti apa proyeksi karir di bidang yang sedang dijalani dan bagaimana mereka bisa sampai berada pada pekerjaan tersebut. Hal ini juga termasuk menceritakan kepada peserta didik pendidikan tinggi apa yang narasumber ambil dan bagaimana mereka melakukan adaptasi di dunia pekerjaan. Kegiatan ini dapat dilakukan setiap sebulan sekali dan disesuaikan dengan kapital dari sekolah masing-masing; untuk narasumbernya bisa saja dari orang tua/wali murid, alumni sekolah atau siapapun memiliki latar belakang pekerjaan dan pengalaman hidup yang menarik untuk dibagikan dengan peserta didik. Contoh. magang teman-teman disabilitas, petani milenial, pekerja start-up, aktivis lingkungan, dsb.

b) Festival Calon Kampus & Beasiswa 

Ekosistem ini menjadi wadah bagi peserta didik baik di kelas 10, 11, dan 12 untuk mengenal tipe-tipe perguruan tinggi yang ada di Indonesia bahkan di luar negeri. Peserta didik dapat memahami perbedaannya dan menyesuaikan dengan kebutuhan dan potensi aspirasi dirinya. Pihak sekolah dapat mengajak kerja sama atau mengundang pihak-pihak kampus PTN, Swasta, sekolah tinggi kedinasan, institut dan sejenisnya. Ekosistem ini memudahkan murid untuk memahami proses pendaftaran, profil lulusan jurusan, kesempatan beasiswa, materi pembelajaran dan peluang-peluang yang diberikan kampus bagi dirinya. Di banyak kesempatan, murid dapat menavigasi jika berkeinginan untuk melanjutkan di salah satu perguruan tinggi misalkan, maka mereka dapat mempersiapkan diri sedini mungkin seperti halnya keaktifan di organisasi untuk mengasah pengalaman kepemimpinan, membuat portofolio proyek, nilai yang sesuai untuk mata pelajaran tertentu dan lain sebagainya. 

Selain itu, paparan mengenai ketersediaan beasiswa perlu untuk dipahami oleh murid baik yang sifatnya merit-based, pengalaman kepemimpinan, olahraga, seni, prestasi, dan lain sebagainya seperti halnya kesempatan yang diberikan melalui program beasiswa pendidikan Indonesia (BPI) oleh kemendikbudristek. Ketersediaan informasi sedini mungkin, berdampak pada murid untuk merancang tujuan dan strategi yang relevan.

c) Bimbingan Aspirasi Diri

Bimbingan aspirasi diri menjadi sarana bagi pengajar di lingkungan sekolah untuk membimbing murid dalam melakukan identifikasi diri, mengenal potensi dirinya dan memahami bagaimana lingkungan dan keluarganya dapat membantu serta merancang strategi yang sesuai untuk mencapai tujuan aspirasi yang dia inginkan. Pada tahapan ini, seringkali diperlukan guru bimbingan karir untuk memfasilitasi murid dalam suatu sesi pertemuan tertentu. Namun, wali kelas dalam tugas pokok, dapat melakukan bimbingan karir kepada peserta didik melalui metode coaching, sehingga murid dapat berdaya dengan dirinya sendiri yang pada akhirnya mampu untuk mengambil keputusan sendiri. Pada konteks ini, kepala sekolah perlu melakukan pendampingan bagaimana peran wali kelas dalam program ini. Kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah melalui komunitas belajar gurunya perlu untuk melakukan pengembangan kompetensi guru untuk  melakukan coaching kepada gurunya.

d) Pameran P5 Panen Hasil Belajar 

Setelah murid bereksplorasi terhadap dirinya dan karir, pihak sekolah dapat merayakan pencapaian murid dengan mengadakan pameran karya mengenai aspirasi pekerjaan murid. Pameran dapat dilakukan secara berkelompok maupun individu dan mengajak orang tua/wali ikut terlibat dalam pameran ini sembari mendengarkan aspirasi pekerjaan dan langkah strategis yang dilakukan oleh murid setelah melakukan penelitian proyek ini.  

e) PADI mendorong terciptanya Ekosistem Gotong-royong

Program PADI seharusnya dapat menjadi bukti konkrit bagaimana ekosistem gotong-royong dapat dibentuk. Orang tua, komunitas profesi, guru dan alumni sekolah dapat menjadi modal manusia yang diberdayakan untuk memaksimalkan pelaksanaan program ini. Ekosistem ini dapat berkontribusi untuk berbagi bersama dalam kegiatan-kegiatan festival yang diadakan pihak sekolah. Selain kolaborasi terbentuk, murid yang bersekolah juga secara tidak langsung mendapatkan dukungan psikologis positif yang sesuai dengan konteks mereka. Contohnya, seorang alumni dari sekolah tersebut dapat berbagi mengenai pemilihan karirnya dan pendidikan yang pernah ditempuh termasuk apa yang mereka pernah lakukan sewaktu duduk di bangku sekolah. Oleh karenanya, kepala sekolah perlu sekali memahami peluang ini dan merancang program sesuai dengan konteks yang mereka hadapi. 

Praktik Baik Program di salah satu sekolah 3T

SMA Makedonia merupakan sekolah swasta di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat yang sudah menggagas program serupa (PADI) sejak 2021. Uniknya, murid ternyata menemukan lebih luas dari sekedar minat dan bakat dirinya tetapi juga faktor lingkungan dan keluarga didapati cukup memberikan pengaruh terhadap keputusan lanjutan pendidikannya sehingga menavigasi cara untuk menjawab tantangan tersebut. Contohnya, ada banyak kesempatan beasiswa pemerintah daerah, sekolah kedinasan pemerintah, dan beasiswa prestasi lainnya. Menyikapi keterbatasan jaringan di wilayah tersebut (belum adanya wifi) membuat peserta didik sedikit kesulitan untuk menggali informasi sehingga kolaborasi alumni, orang tua dan guru dilibatkan dalam program (gambar 1).  Pada konteks ini, keterlibatan cerita alumni dalam program secara langsung meningkatkan rasa percaya diri peserta didik karena dianggap berasal dari latar belakang yang sama dulunya. 

Gambar 1: Salah satu rangkaian festival karir yang diadakan oleh SMA Makedonia yang mengundang rekanan guru dan melibatkan pemerintah dalam diskusi karir secara daring saat pandemi covid-19.  

Sekolah dapat menjadi pemantik yang efektif dalam menciptakan ekosistem bagi murid untuk mengenal dirinya dan aspirasi karir kedepannya melalui program PADI. Dengan demikian, program PADI dapat meminimalisir akses kesenjangan informasi perguruan tinggi dan bagi murid dapat menggali dirinya (potensi dan potensi hambatan). Selain mempersiapkan murid untuk mendapatkan pendidikan tinggi berkualitas, program PADI juga dapat meminimalisir kesenjangan akses pendidikan (SDG No. 4) sehingga anak dari beragam latar belakang dapat memperjuangkan aspirasi hidupnya melalui pemahaman yang holistik terhadap diri dan peluang menempuh perguruan tinggi. Dengan begitu, setiap anak berhak mengambil keputusan untuk pendidikannya dan berkontribusi pada kesetaraan sosial dan ekonomi untuk pembangunan berkelanjutan suatu negara (SDG No. 10) melalui kesempatan pendidikan di perguruan tinggi. 

Program PADI diharapkan dapat mempersiapkan anak SMA sederajat, seperti halnya Rani, prestasi yang dia dapatkan selama ini dapat menjadi bekal untuk mendaftar beasiswa atau pengenalan jurusan yang berkaitan dengan green jobs sekiranya Rani mau berperan dalam masalah di kampungnya. Atau mungkin seperti Toni, akses informasi yang banyak ternyata belum tentu membantu Toni untuk fokus terhadap apa yang perlu lakukan selanjutnya. Bisa saja program PADI, dapat membantu Toni menavigasi apa yang dia inginkan jauh-jauh hari sebelum pendaftaran kuliah, sehingga investasi tenaga dan dana dapat digunakan sebaik mungkin. Semoga PADI dapat terus disemai di semua lingkungan SMA sederajat Indonesia sehingga aspirasi dan potensi peserta didik membuahkan hasil untuk kemajuan bangsa. 

 

Referensi 

Collins, P. H., & Bilge, S. (2020). Intersectionality. John Wiley & Sons.

Diana, Guntur, I., Roebiyanto, A., & Christy. (2023). Choosing the wrong major: what is the profile of students who feel they have chosen the wrong major ? Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling, 9(2). https://doi.org/https://doi.org/10.26858/jpkk.v9i2.45753

Engberg, M. E., & Wolniak, G. C. (2014). An examination of the moderating effects of the high school socioeconomic context on college enrollment. The High School Journal, 97(4), 240–263. https://doi.org/10.1353/hsj.2014.0004

Grigal, M., Cooney, L., & Hart, D. (2018). Promoting college and career readiness with middle school youth with disabilities: Lessons learned from a curriculum development project. Career Development and Transition for Exceptional Individuals, 42(1), 64–71. https://doi.org/10.1177/2165143418814246

Johnson, K. F., & Brookover, D. L. (2021). School counselors’ knowledge, actions, and recommendations for addressing social determinants of health with students, families, and in communities. Professional School Counseling, 25(1), 2156759X2098584. https://doi.org/10.1177/2156759×20985847

Kemdikbud. (2019, February 8). Aplikasi “Aku Pintar” Untuk Telusuri Minat dan Bakat Siswa. Retrieved October 31, 2023, from Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi website: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/02/aplikasi-aku-pintar-untuk-telusuri-minat-dan-bakat-siswa

Prakhov, I. (2019). The determinants of expected returns on higher education in Russia: A human capital theory perspective. SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.3396322

Putri, N. (2018, April 14). Youthmanual: Angka Siswa yang Salah Pilih Jurusan Masih Tinggi. Retrieved October 31, 2023, from Skystar Ventures | Incubator Coworking Space Tangerang website: https://skystarventures.com/blog/business/youthmanual-angka-siswa-yang-salah-pilih-jurusan-masih-tinggi/

Xiao, J. J., Newman, B. M., & Chu, B. (2016). Career preparation of high school students: A multi-country study. Youth & Society, 50(6), 818–840. https://doi.org/10.1177/0044118×16638690