Admin Beranda Inspirasi 0shares Inovasi Kelola Sampah Makanan di Rumah: Solusi Praktis Kurangi Sampah Makanan di Indonesia Read More Ecological footprint merupakan suatu cara untuk membandingkan gaya hidup seseorang dan memeriksa kemampuan alam dalam menyediakan konsumsi yang diminta. Hal tersebut dilakukan membandingkan jejak ekologi (Ecological footprint) dengan ketersediaan biokapasitas. Oleh : Anggraeni Novia Putri Saat ini sampah menjadi persoalan krusial yang sedang dihadapi oleh Indonesia. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di tahun 2022 tercatat sebanyak 68,5 juta ton jumlah sampah yang ada di Indonesia. Sampah-sampah tersebut didominasi oleh sampah makanan, plastik, dan kertas. Banyaknya jumlah sampah yang belum mampu dikelola dengan baik menjadi ancaman krisis pangan global. Membuang makanan sama dengan membuang energi. Selain itu, sampah makanan yang dibuang tidak pada tempatnya dan membusuk dapat menghasilkan metana dan gas rumah kaca yang berbahaya dan menyebabkan pemanasan global. Makanan dan perubahan iklim memiliki keterkaitan satu sama lain. Apa yang kita makan dan bagaimana makanan tersebut diproduksi, tidak hanya memberikan dampak bagi kesehatan tetapi juga terhadap lingkungan dan alam. Perubahan alam berdampak pada gangguan produksi dan suplai pangan serta mempengaruhi kondisi ketahanan pangan. Langkah-langkah yang dapat mencegah terjadinya perubahan iklim dan menjaga kondisi ketahanan pangan adalah dengan melakukan gerakan food loss dan food waste. Food loss adalah sampah makanan yang berasal dari bahan pangan atau makanan yang masih mentah namun sudah tidak dapat diolah lagi mejadi makanan. Sementara food waste adalah makanan olahan yang siap dimakan namun dibuang. Food waste disebabkan oleh banyaknya mengolah makanan, membeli makanan yang tidak disukai, makanan olahan yang sudah kadaluarsa sehingga harus dibuang. Kedua hal ini akan berdampak pada krisis pangan karena bertambahnya penduduk yang berimplikasi pada jumlah kebutuhan pangan. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang menghasilkan food loss dan food waste terbesar di dunia. Ironisnya dengan menjadi penyumbang food loss dan waste terbanyak, tingkat kelaparan di Indonesia berada pada indeks serius. Di Indonesia diperkirakan 10,9 juta anak balita meninggal dunia setiap tahun yang disebabkan kekurangan gizi dan terdapat sekitar 18% anak balita (3.2 juta) menderita kekurangan gizi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan tujuan poin kedua Sustainable Development Goals, penyebab terjadinya kelaparan karena adanya kemiskinan, ketidakstabilan pemerintahan, penggunaan lingkungan melebihi kapasitas, adanya diskriminasi, dan ketidakberdayaan pada anak-anak, wanita, dan lansia. Selain itu, jumlah subsidi pangan masih terbatas, harga-harga pangan mengalami peningkatan dan pendapatan mengalami penurunan, dan tingginya tingkat pengangguran. Food loss dan food waste disebabkan seringnya masyarakat menyajikan porsi makan dalam jumlah yang banyak. Selain itu hingga saat ini masih banyak dijumpai perilaku dan kebiasaan masyarakat yang tidak menghabiskan makanan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh gaya hidup, pola asuh, dan pendidikan tentang menghargai makanan. Berdasarkan Laporan Kajian Food Loss & Waste Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, kelebihan porsi makanan di Indonesia disebabkan oleh banyaknya ketertarikan masyarakat terhadap promo atau diskon makanan yang biasanya dijumpai pada aplikasi yang berlangsung dalam waktu terbatas. Diskon harga yang banyak memicu masyarakat untuk belanja melebihi dari kapasitas konsumsi yang pada akhirnya makanan yang dibeli tidak terkonsumsi habis dan makanan terbuang sia-sia. Hal ini berkesinambungan dengan tujuan Sustainable Development Goals poin ke 12 bahwa mengelola penggunaan sumber daya alam secara efisien dan mengurangi sampah yang dapat menyebabkan pemanasan global menjadi tugas kita bersama. Masih banyak penduduk dunia yang bahkan konsumsi kebutuhan dasarnya pun belum bisa dikatakan layak. Mengurangi sisa makanan perkapita global dari pedagang dan konsumen hingga setengahnya juga penting untuk menciptakan produksi dan rantai pasokan yang lebih efisien. Ini bisa membantu menjaga ketahanan pangan dan membawa kita menuju ekonomi dengan sumber daya efisien. Indonesia menjadi penyumbang food waste dan food loss terbanyak di Asia Tenggara. Oleh karena itu, untuk mengurangi jumlah food loss dan food waste adalah dengan dengan menerapkan prinsip Ecological footprint. Ecological footprint atau jejak ekologi adalah suatu alat yang dapat memberikan informasi tentang seberapa banyak jumlah sumber daya alam yang dibutuhkan oleh manusia, seberapa banyak bumi mampu menyediakan sumber daya alam, dan seberapa banyak bumi mampu menyerap dan mengelola limbah yang telah dihasilkan oleh manusia dengan siklus biologis. Ecological footprint merupakan suatu cara untuk membandingkan gaya hidup seseorang dan memeriksa kemampuan alam dalam menyediakan konsumsi yang diminta. Hal tersebut dilakukan membandingkan jejak ekologi (Ecological footprint) dengan ketersediaan biokapasitas. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi food loss dan food waste melalui ecological footprint dengan menetapkan kebutuhan per orang pada aspek makanan dan sampah. Dari segi aspek makanan, masyarakat dapat mengukur atau menghitung berapa banyak makanan yang dikonsumsi sesuai dengan gizi terpenuhi. Kemudian pada aspek sampah, masyarakat dapat menunjukkan bagaimana cara mengelola sampah dan metode pembuangan sampah tersebut serta berapa banyak sampah yang dihasilkan dalam sehari-hari Bagaimana cara untuk mengurangi Food Loss and Waste untuk Ketahanan Pangan? Demi tercapainya pola konsumsi yang berkelanjutan dan mengakhiri kelaparan agar terwujudnya ketahanan pangan di tahun 2030. Hal ini menjadi tugas kita bersama baik masyarakat maupun pemerintah untuk saling bahu membahu dalam menurunkan jumlah food loss dan food waste di Indonesia. Langkah mudah dimulai dari diri kita sendiri untuk lebih sadar akan apa yang kita makan akan berdampak pada alam dan lingkungan. Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi food loss dan food waste adalah sebagai berikut : Membuat daftar belanja setiap kali ingin belanja. Dipastikan hanya membeli apa yang diperlukan saja dan melakukan pengecekan jumlahntya secara berkala. Masak makanan sesuai porsi. Memasak makanan disesuaikan dengan jumlah orang yang tinggal dirumah. Hal ini penting dilakukan agar tidak banyak makanan yang terbuang sia-sia akibat memasak makanan jumlah yang berlebihan. Memperhatikan tempat penyimpanan makanan. Menyimpan makanan sesuai tempatnya agar bahan pangan tahan lebih lama dan mengelompokkan bahan pangan sesuai jenisnya. Hal ini penting agar tidak mengurangi kualitas bahan pangan. Menyimpan dan mengolah bahan pangan yang masih layak. Jika masih ada makanan yang tersisa jangan langsung dibuang. Namun dapat diolah lagi. Selain itu, jika ada bahan pangan yang sudah tidak layak seperti buah yang sudah terlalu matang, dapat diolah menjadi jus. Mendaur ulang makanan menjadi pupuk. Makanan sisa yang sudah tidak dapat dikonsumsi lagi jadi langsung dibuang begitu saja. Tetapi dapat diolah kembal sebagai pupuk kompos. Daftar Pustaka Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bogor. (2021). Kurangi Food Loss dan Food Waste Untuk Ketahanan Pangan. Diakses 16 September 2023 https://dkp.bogorkab.go.id/link/kurangi-food- loss-dan-food-waste-untuk-ketahanan-pangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. (2021). Laporan Kajian Food Loss dan Food Waste di Indonesia. Diakses 16 September 2023 https://lcdi-indonesia.id/wp- content/uploads/2021/06/Report-Kajian-FLW-FINAL-4.pdf Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2022). Sisa Makanan, Kertas, dan Plastik, Komposisi Sampah Paling Dominan. Diakses 17 September 2023 https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/43685/t/Sisa%20Makanan,%20Plastik,%20dan%20Ker tas%20Komposisi%20Sampah%20Paling%20Dominan