Aqilah NKL Dosen di Universitas Hasanuddin 0shares Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More Memperkecil penyalahgunaan narkotika di kalangan anak muda tidak hanya dengan melakukan penyitaan obat terlarang dan memberikan mereka sarana rehabilitasi, pun juga memberikan mereka ruang nyaman dimana mereka diterima kembali dilingkungan bermasyarakat pun juga diberikan kesempatan mendapatkan pekerja. Peredaran narkotika semakin meluas tiap tahunnya di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 2015, jumlah kasus penyalahgunaan narkotika ±2,8% atau setara dengan 5,1 – 5,6 juta jiwa dari populasi Indonesia. Bahkan, dalam kesempatan pidato Presiden Joko Widodo menuturkan bahwa Indonesia tengah berada dalam situasi darurat narkoba, hampir 50 orang meninggal setiap hari karena narkoba. Artinya, dalam setahun ada sekitar 18 ribu orang meninggal, naik hampir 4 kali lipat dari tahun 2015. Isu ini semakin mengkhawatirkan dimana penyalahgunaan narkoba tidak saja beredar di kalangan remaja perkotaan, bahkan sudah menjalar ke kalangan anak-anak di pedesaan, menjadi perhatian dunia pada salah satu capaian tujuan SDGs yaitu SDGs 3 yang berbunyi “menjamin kehidupan yang sehar dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia” menyasar secara spesifik pada target 3.5 yang mana memperkuat pencegahan dan pengobatan penyalahgunaan zat termasuk narkotika dan alcohol yang membahayakan. Di Indonesia sendiri sejak tahun 2002 telah mendirikan badan non structural yang khusus menangani penyalahgunaan narkotika yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). Tentunya, segala kebijakan baik dari pencegahan, proses pemulihan, hingga pasca pemulihan telah dilakukan demi meminimalisir peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Meskipun demikian, realitanya angka kasus yang tertangani tahun ke tahun semakin meningkat. Ini tidak berarti apa yang dilakukan BNN selama ini tidak efektif, melainkan hal ini membuktikan bahwa pemberantasan narkota tidak saja tanggung jawab BNN, juga perlu dukungan dari semua kalangan untuk turut membantu pencegahan narkoba dan pasca pemulihannya. Fakta dilapangan menunjukkan stigma negatif yang melabeli mantan pecandu narkoba menjadi alasan kuat mereka terus menerus terjerumus pada penyalahgunaan narkoba, bahkan bukan hal tabuh lagi jika alumni rehabilitasi narkoba berkali-kali masuk kembali ke rehabilitasi narkoba. Dilansir pada laman antara.news, Direktur Penindakan dan Penyelidikan Bea Cukai, Bahaduri Wijayanta, angka jumlah kasus narkotika selama pandemi terus meningkat, dari 192 kasus pada tahun 2020 menjadi 212 kasus pada tahun 2021. Ini dikarenakan umumnya, pecandu narkoba berpikir bahwa dengan menggunakan narkoba, mereka bisa mengurangi tekanan. Tapi ini justru membahayakan. Sayangnya, kalangan muda banyak yang menjadi korban, sebab anak muda masih di fase labil serta mudah terpengaruh fear group yang kerap menjadikan mereka sasaran sindikat narkoba untuk dimanfaatkan. Pegawai BNN, Widyaiswara dalam tesisnya, menyimpulkan upaya pencegahan Narkoba yang paling penting berawal dari keluarga. Ketika sudah ditanamkan pondasi yang kuat kepada anak (baik berupa nilai agama, sosial dan ilmu pengetahuan) maka kecenderungan anak untuk menyalahgunakan narkotika kecil. Lingkungan masyarakat menjadi lingkungan selanjutnya yang menentukan perilaku seorang anak. Ketika anak menemukan lingkungan yang kurang kondusif (misalnya banyak terjadi penyalahgunaan narkotika) maka dikhawatirkan anak tersebut akan terpengaruh oleh lingkungan tersebut, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, disamping lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat juga perlu diberikan pemahaman akan bahaya dan dampak dari penyalahgunaan narkotika serta upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya Namun tulisan ini tidak sampai pada pencegahan, pun juga bagaimana mereka yang sudah terlanjur berstatus mantan pecandu narkoba. Dalam beberapa penelitian menemukan banyaknya mantan rehabilitasi yang kambuh kembali yang dikenal dengan sebutan relapse di berbagai rehabilitasi di Indonesia. Salah satunya di Yayasan Tenjo Laut Kabupaten Kuningan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di panti Rehabilitasi Narkoba Tenjo Laut Kabupaten Kuningan terhadap 5 orang respon, ternyata ke-5 Responden mengatakan pernah mencoba untuk berhenti untuk tidak mengguankan narkoba namun hal tersebut tidak berhasil dan pada akhirnya menggunakan narkoba kembali. Responden pertama mengatakan bahwa keluarganya bersifat acuh tak acuh, responden merasa tidak mendapat perhatian dan tidak mendapatkan dukungan sehingga responden kembali menggunakan narkoba (relapse), sedangkan empat responden lain mengatakan bahwa keluarga selalu mendukung, peduli serta selalu memberikan support untuk berhenti menggunakan narkoba namun responden tetap kembali memakai narkoba (relapse). Kemudian penulis bersama tim melakukan konfirmasi melalui wawancara mendalam via zoom kepada konselor dan alumni Rehabilitasi Tanjo Laut. Mereka (konselor dan alumni) tidak menampik adanya relapse. Bahkan dua diantaranya mengaku sudah ketiga kalinya masuk rehabilitasi dengan masalah yang sama yaitu memakai narkoba kembali (relapse). Meskipun mereka mengaku dukungan keluarga menerima mereka sangat terbuka dan hangat, tetap saja stigma negatif yang melabeli mereka sebagai mantan pecandu seakan tidak memberikan mereka kesempatan kedua untuk hidup seperti manusia biasa, sehingga mereka lagi dan lagi terjerumus di lingkungan beresiko tinggi karena hanya lingkungan tersebut yang menerima mereka. “Jika sakit fisik, mungkin bisa ke dokter dan dokter akan memberikan obat yang membuat sakitnya beransur pulih. Namun jika psikis yang sakit, bahkan kami pergi ke konselor pun, tetap saja stigma itu tidak akan pudar dan terus menyakiti kami. Sehingga, kami, yang sudah tahu enaknya narkoba sebagai peredam stres sementara, mengonsumsinya kembali walaupun kami sadar bahwa hal itu salah” tutur salah seorang alumni rehab Tanjo Laut. Ini juga berdampak pada sulitnya mendapatkan pekerjaan bagi mantan pecandu dikarenakan adanya persyaratan kriteria calon pekerja berkelakuan baik yang ditandai dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Padahal, pentingnya kerja layak dalam mencapai pembangunan berkelanjutan disoroti oleh Tujuan 8 yang bertujuan untuk “mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja produktif, serta kerja layak untuk semua” dengan target 8.5 Pada tahun 2030, mencapai pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan penyandang difabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya. Meskipun ini tidak secara implisit juga menyasar mantan pecandu narkoba. Dalam praktiknya, pecandu narkoba hanya dapat kesempatan kerja di sektor informal. Salah seorang alumni Rehabilitasi Tenjo Laut yang telah bekerja ini menuturkan bahwa ada dua pandangan atasan mereka dalam mempertimbangkan pekerja mantan pecandu, yaitu pertama, mereka menganggap mantan pecandu sebagai contoh bagi pekerja lainnya agar termotivasi untuk bekerja lebih giat melihat kinerja mantan pecandu yang rajin dan ulet. Maklum saja, mereka harus melakukan hal tersebut demi mendapatkan kepercayaan atasannya. Sementara kedua, mereka yang was-was dengan keberadaan mereka sebagai mantan pecandu. Atasannya khawatir adanya mantan pecandu memberikan pengaruh buruk bagi pekerja lainnya. Jika mereka menemui atasan seperti ini, mereka cenderung menyembunyikan status mereka sebagai mantan pecandu narkoba demi mendapatkan pekerjaan. Pengangguran mantan pecandu menjadi penting didiskusikan dimana dampak bagi masyarakat yaitu menimbulkan beban psikis dan psikologi bagi si penganggur dan keluarganya, serta dapat memicu terjadinya aksi kriminalitasi kembali entah kembali menjadi pecandu dan peredar, maupun melakukan kejahatan lainnya. Sehingga, memberi kesempatan yang sama tanpa diskriminasi terhadap status mereka sebagai mantan pecandu narkoba menjadi upaya mencapai keberlanjutan dan pemberantasan narkoba secara langsung.
Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More