Nursakti Niko Rosandy Group Financial Planning Analysis & Business Partner | Digital Transformation and People & Sustainability 0shares Pendidikan Paradigma Ekologis Read More Bullying di sekolah telah menjadi masalah serius yang mempengaruhi jutaan siswa di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Data dari UNICEF (2015) menunjukkan bahwa lebih dari 21% anak usia 13-15 tahun di Indonesia mengalami bullying dalam sebulan terakhir. Fakta ini tidak hanya memprihatinkan, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya upaya kolektif untuk mengatasi perundungan di lingkungan pendidikan kita. Mengapa Bullying Harus Dihentikan? Bullying bukan hanya masalah sepele. Dampaknya sangat luas, mulai dari gangguan pada proses belajar mengajar hingga dampak psikologis yang dapat bertahan seumur hidup. Anak-anak yang menjadi korban bullying sering mengalami penurunan prestasi akademik, depresi, kecemasan, dan dalam beberapa kasus ekstrem, tindakan bunuh diri. Bullying juga menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak kondusif bagi siswa lain, yang bisa mempengaruhi kualitas pendidikan secara keseluruhan. Sebagai bagian dari komitmen global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 4 tentang Pendidikan Berkualitas, kita harus memastikan bahwa setiap anak memiliki akses ke pendidikan yang aman dan inklusif. Salah satu target penting dari SDG 4 adalah memastikan bahwa semua peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mempromosikan budaya perdamaian dan non-kekerasan. EduEmpati: Membangun Empati dan Toleransi di Sekolah Dalam upaya untuk menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman dan damai, program EduEmpati hadir sebagai inisiatif pelatihan dan pendampingan yang berfokus pada pendidikan perdamaian dan pencegahan bullying. Program ini dirancang untuk membantu guru mengembangkan keterampilan dalam mencegah dan menangani kasus bullying, serta menjadi role model bagi siswa dalam menciptakan budaya empati dan toleransi. Materi pelatihan dalam EduEmpati meliputi pemahaman mendalam tentang tiga dosa besar pendidikan, yaitu kekerasan seksual, perundungan/bullying, dan intoleransi. Guru-guru yang terlibat dalam program ini akan belajar mengenali tanda-tanda bullying, mengembangkan strategi untuk mencegahnya, dan menangani kasus-kasus bullying dengan cara yang tepat dan efektif. Selain itu, EduEmpati juga menekankan pentingnya melibatkan seluruh komunitas sekolah—termasuk siswa, orang tua, dan masyarakat umum—dalam upaya pencegahan bullying. Hanya dengan pendekatan yang kolaboratif dan inklusif, kita dapat menciptakan perubahan yang signifikan dan berkelanjutan. Dampak Positif yang Diharapkan Dampak positif dari program EduEmpati sudah mulai terlihat. Guru yang telah mengikuti pelatihan menunjukkan peningkatan kemampuan dalam mengelola lingkungan belajar yang lebih positif dan inklusif. Siswa merasa lebih aman dan didukung, dan kasus-kasus bullying di sekolah-sekolah yang mengikuti program ini mulai berkurang. Namun, ini baru langkah awal. Keberhasilan program ini membutuhkan dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sekolah, organisasi non-profit, dan media. Penting bagi kita semua untuk terus berkolaborasi dalam menciptakan sekolah yang bebas dari bullying dan kekerasan. Masa Depan Tanpa Bullying: Impian yang Bisa Terwujud Mewujudkan sekolah yang bebas dari bullying bukanlah tugas yang mudah, tetapi ini adalah tugas yang sangat mungkin dicapai jika kita semua bekerja sama. EduEmpati menunjukkan bahwa dengan pendidikan yang tepat, pendampingan yang berkelanjutan, dan kolaborasi dari semua pihak, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman, damai, dan inklusif bagi semua siswa. Saat kita melangkah lebih jauh menuju pencapaian SDG 4, mari kita ingat bahwa setiap anak memiliki hak untuk belajar tanpa rasa takut. Bersama-sama, kita bisa menghentikan bullying dan membangun masa depan yang lebih baik untuk generasi berikutnya.