Isroq Adi Subakti 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Peningkatan kualitas manusia di Indonesia masih membutuhkan pengembangan. Manusia sebagai modal utama dalam pembangunan nasional menjadi urgensi guna mewujudkan pembangunan yang inklusif dan merata bagi seluruh wilayah. Termasuk, mengakomdasi sumber daya manusia yang cerdas, terampil, inovatif, adaptif, dan berkarakter melalui arah kebijakan strategis. Dalam hal ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi bersama kementerian-kementerian terkait bertanggungjawab mengakomodasi alternatif solusi atas permasalahan pada peningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presdin K.H Ma’ruf Amin dengan mengusung visi “Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”, maka ditemukan sembilan misi prioritas dengan lima arah pembangunan strategis. Adapun unsur utamanya adalah pembangunan sumber daya manusia melalui peningkatan kualitas manusia di Indonesia. Lebih lanjut, nawacita tersebut memuat target capaian mencakup pekerja keras yang dinamis, terampil, produktif, menguasi IPTEK dengan kerjasama industri serta talenta global. Sehingga kondisi ini berkorelasi dengan kemampuan inovasi (ability to innovate) dan keinginan berinovasi (willingness to innovate) dari pemerintah yang menuai diskursus terhadap fenomena kebijakan yang dinilai kurang relevan bagi kebutuhan masyarakat. Secara praktis, administrasi publik melalui good public policy governance menjadi langkah konkret dalam mengukur implementasi dari prinsip-prinsip inovasi kebijakan. Hal tersebut direpresentasikan dengan kolaborasi berbasis peningkatan kualitas kinerja. Pada pelaksanaannya, pemerintah melakukan alternatif pendekatan dengan dorongan dukungan internal-eksternal, manajemen inovasi, dan pengutamaan karakteristik dalam penerapan nilai. Secara substantif, inovasi kebijakan publik dilakukan untuk menunjukkan kemasifan penguatan peran pemerintah pada pelaksanaan tanggung jawab melalui berbagai kebijakan yang solutif. Walaupun demikian, produk kebijakan yang telah diputuskan harus mengutamakan dinamisasi kondisi sosial masyarakat sebagai keputusan alternatif dalam dimensi kebijakan yang berlaku jangka panjang. Menurut Alvarez (2012) bahwa inovasi kebijakan memiliki korelasi dengan inovasi sektor publik dengan orientasi kecacatan pasar, termasuk semua bagian yang berhubungan. Oleh karena itu, keberhasilan kinerja pemerintah dapat diukur dari tingkat pemberdayaan inovasi yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan publik. Hal ini sesuai pendapat dari Elanor D Glor (2003) bahwa keberhasilan penerapan proses inovatif dilaksanakan dengan memperbaiki tata kelola pemerintahan, kinerja administrasi publik, dan manajemen publik secara efektif dengan komitmen sesuai mekanisme yang dititikberatkan pada keterampilan dan nilai-nilai yang direalisasikan oleh pemerintah. Di sisi lain, Mirlinda Batalli (2011) menyimpulkan bahwa proses administrasi publik memiliki tujuan untuk mendorong modernisasi kapasitas administrasi serta kualitas pemerintah yang efisien dan akuntabel, termasuk perbaikan manajemen publik, dan impelementasi kebijakan publik. Dengan demikian, penulis mengadopsi kapasitas peran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dalam agenda kebijakan inovasi pendidikan melalui manajemen talenta sebagai sasaran analisis tata kelola sektor publik berlandaskan layanan dasar, perlindungan sosial, produktivitas, dan pembangunan karakter guna mendorong transformasi sumber daya manusia berbasis nilai dasar governansi sektor publik, yakni akuntabilitas, loyal, dan adaptif. Angka Pengangguran Terdidik di Pasar Tenaga Kerja Transformasi pasar kerja menimbulkan peningkatan angka pengangguran. Hal tersebut menjadi diskursus makro ekonomi yang berkorelasi dengan kerangka kebijakan publik. Pada agenda Sustainable Development Goals, amanat pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi diasumsikan sebagai kemajuan dalam menciptakan kesempatan kerja melalui kebijakan ekonomi dan rencana pembangunan. Walaupun demikian, realitas peningkatan angka pengangguran, khususnya pengangguran terdidik dinilai masih memerlukan formulasi yang inklusif dan berkelanjutan. Di temukan perbedaan pola tingkat pengangguran pada setiap kelompok pendidikan. Berdasarkan studi para ahli, hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat keahlian dan produktivitas dari masing-masing individu (Decreuse, 2001). Hasil tersebut mengindikasi faktor keahlian menentukan kualifikasi angkatan kerja yang harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Sehingga komposisi pengangguran terdidik dapat diakomodasi sesuai karaktersitik sosial, demografi, maupun regional tertentu. Angka pengangguran di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2020 mencatat jumlah pengangguran terdidik di Indonesia mencapai 64,24 persen atau sejumlah 6,27 juta jiwa. Hal tersebut selaras dengan kontraksi pandemi Covid-19 sesuai transformasi pasar kerja dan potensi resesi ekonomi. Secara empiris, pengangguran terdidik berasal dari angkatan kerja dengan kualifikasi pendidikan yang cukup sehingga ironis akibat pasar kerja kurang mampu dalam mengakomodasi lapangan kerja. Lebih lanjut, integrasi ekonomi ASEAN dalam ASEAN Economic Community menuntut basis transformasi substansial terhadap tenaga kerja dengan persaingan yang berdaya saing, inovatif dan dinamis. Sehingga dibutuhkan pengembangan kompetensi untuk meningkatkan kapasitas individu sebagai preferensi pasar kerja. Oleh karena itu, pemutakhiran kebijakan harus dilaksanakan guna menyelesaikan masalah pengangguran. Manajemen Talenta dalam Mengakomodasi SDM Unggul Kapasitas talenta unggul mengindikasi pengembangan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Hal tersebut senada dengan rendahnya tingkat daya saing dan produktivitas masyarakat yang masih perlu ditingkatkan. Melansir World Economic Forum dalam Global Human Capital Index tercatat kualitas SDM Indonesia berada pada peringkat 65 dari 130 negara yang berada dibawah Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Walaupun demikian, produktivitas tenaga kerja di Indonesia menunjukkan peningkatan sebesar 84,07 juta rupiah/individu pada tahun 2018 dari 81.9 juta rupiah/individu pada tahun 2017. Akan tetapi, proporsi keahlian pada tingkat menengah dan tinggi pada pekerja di Indonesia hanya mencapai 40,60 persen (Sakernas, 2019). Sehingga dibutuhkan pendampingan potensi bagi masyarakat, khususnya talenta unggul di Indonesia. Apabila dikorelasikan pada kualitas IPTEK dan inovasi di Indonesia disimpulkan bahwa belum terciptanya eksositem inovasi secara efektif sehingga proses komersialisasi dan hilirisasi talenta masih terhambat. Berdasarkan skor Global Innovation Index (GII) pada tahun 2019 menunjukkan Indonesia menduduki peringkat 85 dari 129 negara pada skor 29,72 dengan skala 0-100. Hal tersebut akibat rendahnya tingkat penelitian dan pengembangan hingga publikasi sains maupun teknik secara global. Lebih lanjut, lembaga pendidikan tinggi di Indonesia belum dapat mengakomodasi kolaborasi triple helix dalam mendorong inovasi teknologi. Di samping itu, sesuai data Kementerian Luar Negeri hingga Juli 2019 ditemukan sekitar 8.828 warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri memiliki potensi unggul dengan profesi berkeahlian tinggi, seperti bidang pendidikan, teknologi informasi, hukum, industri mode, industri pengolahan, seni budaya, penerbangan, pertambangan dan minyak. Oleh karenanya, pemerintah perlu melakukan manajemen talenta bagi talenta unggul Indonesia guna mendorong potensi IPTEK dan inovasi sebagai alternatif peningkatan kapasitas dan kesejahteraan masyarakat ditengah tantangan transformasi dan bonus demografi. Kelembagaan Manajemen Talenta Berdasarkan modalitas kelembagaan dalam program manajemen talenta di Indonesia, setidaknya harus mengakomodasi empat fungsi utama kelembagaan, yakni: (1) integrator, mengintervensi pengembangan talenta di tingkat kementerian maupun lembaga terkait guna mencapai target; (2) enabler, titik koordinasi dari stakeholders yang berkolaborasi; (3) guarantor, mengontrol pendanaan dari program manajemen talenta secara kontinu, dan (4) controller, mengelola kebijakan manajemen talenta melalui proses pengendalian untuk mencapai target kinerja. Sebuah Catatan Menyikapi permasalahan tersebut, stakeholders terkait dapat mengintegrasikan program terpadu guna menciptakan iklim manajemen talenta di sekolah yang efektif dan efisien. Berikut beberapa rekomendasi yang dapat diberikan. Responsivitas Sistem Pendidikan Berbasis Kebutuhan Pasar Tenaga Kerja Instansi terkait dapat mengakomodasi program terpadu dalam mempersiapkan angkatan kerja terdidik untuk memasuki pasar tenaga kerja dengan transisi potensi dan keterampilan melalui agenda pengembangan kurikulum dan vokasi. Melalui program tersebut, instansi terkait dapat menyelenggarakan pendidikan dengan pengambangan kurikulum dan vokasi sesuai strategi pembangunan pendidikan nasional yang dapat dilakukan melalui: (1) peningkatan kualitas pendidik; (2) pengembangan platform pendidikan nasional sebagai sarana penilaian, pedagogi, dan administrasi; (3) penguatan sistem kolaborasi dengan pihak swasta; (4) penyempurnaan sistem kurikulum nasional; (5) simplifikasi mekanisme akreditasi; (6) penguatan tata kelola daerah; (7) menyinergikan pendidikan berkelas dunia. Manajemen Talenta Nasional dalam Komponen Pembangunan Terintegrasi Dalam meningkatkan kapabilitas IPTEK dan inovasi dibutuhkan penguatan kapasitas sumber daya manusia melalui potensi talenta unggul sebagai pemandu proses (process guide) maupun penyedia alat bantu (tool giver). Berdasarkan Rencana Induk Riset Nasional 2017-2045 mengarahkan fokus pada pemanfaaatan IPTEK dan inovasi menjadi komponen pembangunan dengan integrasi dalam memperoleh produk riset dan inovasi strategis yan berkelanjutan. Hal tersebut senada dengan pengembangan lembaga pendidikan tinggi yang berperan sebagai produsen dalam meningkatkan penguatan fokus bidang ilmu serta kerja sama konsorsium riset antar lembaga. Lebih lanjut, dilaksanakan untuk mengakuisisi mobilitas talenta unggul dengan motivasi pengembangan SDM Indonesia berskala global. Oleh karena itu, instansi terkait dapat melakukan manajemen talenta nasional, meliputi: (1) pengalokasian persediaan dan kebutuhan talenta sesuai bidang profesi dan keahlian; (2) mengoptimalkan pengelolaan database talenta; (3) mengintegrasikan peran lembaga pendidikan tinggi sebagai pusat keunggulan (center of excellence); (4) meningkatkan kapasitas, keahlian, kinerja dan pengembangan karir talenta, dan; (5) mengintegrasikan pendampingan dan pengembangan keahlian, prestasi, Revolusi Mental dan Ideologi Pancasila dalam Membangun Karakter Bangsa Dalam menghadapi realitas global, pengembangan SDM berbasis pembangunan karakter bangsa sangat dibutuhkan. Hal tersebut diaktulisasikan melalui penguatan revolusi mental dan pengarusutamaan ideologi Pancasila dengan orientasi kemajuan secara esensial bagi seluruh masyarakat. Berdasarkan RPJMN 2020-2024 menagamanatkan pengembangan revolusi mental dengan sistem integratif dan holistik. Lebih lanjut, dilaksanakan guna meneguhkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai unsur fundamental dalam membangun kualitas SDM di Indonesia. Dengan demikian, untuk mengontrol pelaksanaan program revolusi mental dan pengarusutamaan Pancasila sehingga direkomendasikan beberapa hal, antara lain: (1) mengembangkan budaya belajar melalui kurikulum pendidikan yang terintegrasi; (2) mengagendakan revitalisasi kebudayaan sesuai transformasi digital; (3) mendorong moderasi beragama melalui program kolaborasi inisdental; (4) mengembangkan pusat inovasi, literasi, dan kreativitas bagi masyarakat, dan; (5) memperkuat peran keluarga melalui program pendampingan terpadu berbasis masyarakat.