fbpx

Memutus Siklus Kemiskinan Melalui Pendidikan dan Inovasi : TechEd Village Sebagai Solusi untuk Indonesia

“Orang menjadi miskin karena tidak menempuh pendidikan atau orang tidak menempuh pendidikan karena miskin?”

Pertanyaan ini merupakan pertanyaan klasik yang sering terlintas di kepala banyak orang. Kira-kira apasih jawabannya? Tentu saja tidak keduanya. Dua kondisi tersebut adalah sebuah siklus dimana dulu banyak orang yang tidak memiliki kesadaran terkait pentingnya pendidikan hingga mereka tidak memiliki persyaratan minimal pendidikan yang bisa memberikan mereka pekerjaan yang layak dan menyebabkan mereka berada pada kondisi ekonomi yang buruk. Dengan kondisi tersebut, mereka juga tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka sehingga siklus itu terus menerus berulang.

Menurut data dari www.bps.go.id, pada tahun 2023 ter data 25.90 juta orang di Indonesia yang masuk pada golongan miskin. Apakah itu angka yang kecil? Pastinya tidak. Jika kita lihat dengan sudut pandang yang lebih dekat, Jelas terlihat banyak desa di Indonesia yang hampir 90% penduduknya mengalami siklus tersebut. Salah satu nya adalah desa Kebonagung Dusun Brujul, sebuah desa kecil di tepian Jawa Timur.

Melalui bincang santai yang dilakukan oleh Menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak RI dengan seorang anak bernama Nagita dari Desa Kebonagung yang berhasil menjadi delegasi Jawa Timur pada Lokakarya Forum Anak Nasional tahun 2024 pada rincian waktu 1:06:03-1:17:32 dan 1:23:54-1:32:37 yang bisa di akses pada laman berikut: https://www.youtube.com/live/od_eciP2DSw?si=eEqOn1eYQgfXrXJA, Jelas di ceritakan bahwa banyak sekali anak putus sekolah dan dipaksa untuk bekerja di desa mereka dengan alasan keterbatasan ekonomi. Sesuai dengan isi bincang tersebut, Jangankan bersekolah, akses lampu saja mereka tidak dapatkan.

Apakah mungkin kita bisa menempah pemimpin masa depan yang baik dengan kondisi seperti ini? Jangankan melihat tulisan di buku, melihat satu sama lain di malam hari saja sulit bagi mereka. Melihat kondisi ini, pertanyaan lain pun muncul. Bisakah mereka keluar dari siklus ini?

Tentu saja bisa, dengan kondisi siklus yang terus berjalan, saya telah merancang sebuah inovasi terbaru yaitu TechEd Village. TechEd Village adalah program pelatihan bagi masyarakat desa yang berfokus pada pengembangan keterampilan vokasi, peningkatan produktivitas ekonomi, dan adopsi teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Program ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat pedesaan dengan pengetahuan dan keterampilan  yang diperlukan untuk menciptakan peluang kerja dan bisnis yang berkelanjutan, serta memperkuat infrastruktur lokal.

Program ini berhasil membungkus 3 poin SDG’s dengan tingkat urgensi yang lumayan tinggi yakni pada poin 4, 8 dan 9 yang menjadi komponen utama pada program ini. Untuk menciptakan kualitas pendidikan yang baik, kita bisa mengembangkan kurikulum berbasis keterampilan praktis. Program ini menyediakan modul pembelajaran yang berfokus pada keterampilan praktis sesuai dengan kebutuhan lokal, seperti pertanian cerdas, kerajinan tangan, daur ulang sampah, dan keterampilan praktis lainnya. Kita juga bisa meningkatkan minat belajar pemuda desa dengan menciptakan pembelajaran berbasis proyek. Pada program ini, Masyarakat bisa terlibat langsung dalam proyek nyata yang terkait dengan sektor ekonomi seperti proyek inovasi pertanian atau manufaktur untuk meyakinkan bahwa pembelajaran tersebut bisa langsung dipakai di kehidupan sehari-hari.

Tidak hanya upaya memperbaiki kualitas pendidikan, dengan program ini kita juga  mendukung penuh perkembangan ekonomi dengan mengoptimalkan ketersediaan pekerjaan yang layak. Program ini menawarkan kursus kewirausahaan yang mencakup pengelolaan bisnis, pemasaran, akses ke permodalan, pengembangan produk, dan pelatihan literasi keuangan untuk menyalurkan kemampuan pengelolaan bisnis yang efektif. Tidak hanya penawaran kursus, program ini juga membantu masyarakat mengakses pasar yang lebih luas melalui kemitraan dengan platform e-commerce ataupun pasar online secara luas di luar komunitas lokal.

Program ini juga bergerak pada ketersediaan inovasi dan infrastruktur, melalui program ini kita bisa membentuk infrastruktur pembelajaran digital. Kita bisa memanfaatkan infrastruktur digital yang ada dan berupaya untuk meningkatkan aksesbilitas internet di daerah pedesaan. Di wilayah dengan koneksi internet yang terbatas, TechEd village akan bekerja sama dengan pemerintah lokal untuk membangun pusat pembelajaran komunitas dengan kemudahan akses internet. Apakah itu cukup? Tentu saja belum. Program ini juga mengadopsi teknologi tepat guna dalam berbagai sektor ekonomi lokal seperti penggunaan teknologi IoT pada sektor pertanian, sistem irigasi pintar bahkan alat faktur sederhana yang bisa meningkatkan efisiensi hasil produksi.

Bagaimana dengan lampu? Ataupun ketersediaan listrik? Brazil, Belanda dan beberapa negara lainnya cukup terkenal dengan kincir angin. Apakah kincir angin tersebut hanya sebagai hiasan? Tentu saja tidak. Kincir angin tersebut berfungsi untuk memompa air keluar dari dataran rendah kembali ke sungai. Tidak hanya sebatas itu, kincir angin juga dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB). Inovasi ini bisa kita terapkan juga di desa Kebonagung. Dengan pembangunan kincir angin, kita bisa menghasilkan listrik dengan bantuan angin. Dengan adanya kincir angin, desa Kebonagung dusun Brujul juga bisa terlihat lebih asri dan bisa menjadi tempat wisata baru bagi Indonesia. Kita juga bisa memanfaatkan inovasi energi terbarukan lainnya selain kincir angin seperti kincir air, panel surya dan Inovasi lainnya sehingga desa Kebonagung bisa dikenal menjadi desa SDG’s dan menjadi banyak tujuan destinasi khususnya untuk study tour.

Dengan ini kita tidak hanya mendapat manfaat sebagai penghasil energi listrik tetapi juga bermanfaat sebagai sumber pemasukan bagi Masyarakat. Jika desa Kebonagung berhasil menjadi salah satu tempat wisata dengan inovasi berupa infrastruktur penghasil energi terbarukan, hal ini bisa menarik perhatian orang-orang dari berbagai negara untuk berkunjung ke desa kebonagung. Dengan kedatangan turis, Masyarakat bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat kerajinan tangan yang bisa dijual sebagai cenderamata. Hal ini bisa menjadi salah satu peluang bertumbuhnya perekonomian di Indonesia.

Dari semua manfaat yang bisa kita terima, ada beberapa hal yang dapat menjadi kendala pada program ini. Pertama, program ini merupakan program jangka Panjang yang memerlukan banyak partisipasi dari berbagai pihak. Kedua, program ini memerlukan dana yang cukup besar untuk Pembangunan infrastruktur. Ketiga, ada kemungkinan kita akan sulit mengajak masyarakat kebonagung untuk bersama-sama merealisasikan program ini.

Namun berdasarkan semua kendala tersebut, saya juga sudah menyediakan beberapa penyelesaian. Program ini merupakan program jangka Panjang yang memerlukan kontribusi besar dengan konsistensi yang baik. Untuk itu kita harus membangun afiliasi yang kuat, kita harus bekerja sama dengan berbagai pihak seperti pemerintah, Perusahaan yang bergerak di bidang energi dan lingkungan, dan juga kita bisa bekerjasama dengan berbagai Universitas di Indonesia. Dengan adanya afiliasi, kita bisa mendapatkan volunteer dalam jumlah banyak yang bisa membantu kita pada program ini. Contohnya adalah dengan bekerja sama dengan universitas, kita bisa mendapatkan bantuan dengan pengiriman mahasiswa-mahasiswi untuk KKN di desa Kebonagung.

Ketersediaan mahasiswa-mahasiswi KKN sangat berdampak pada program ini. Kita bisa memanfaatkan pelajar unggul Indonesia pada setiap aspek perealisasian. Mahasiswa-mahasiswi KKN bisa membantu untuk mengajari anak-anak yang khususnya putus sekolah, mengajari keterampilan dasar yang bisa masyarakat pakai dalam kehidupan sehari-hari bahkan kita bisa mendapat bantuan dari Mahasiswa-mahasiswi khususnya di jurusan Teknik untuk mensosialisasikan STEM dalam Upaya Pembangunan infrastruktur serta merancang infrastruktur yang hendak di buat.

Dengan afiliasi yang kuat, kita juga bisa mendapatkan dana dari sponsor. Kita bisa melakukan pengajuan dana kepada pemerintah dan beberapa Perusahaan untuk ketersediaan alat dan bahan dalam Pembangunan infrastruktur dan pendukung program berupa fasilitas. Dengan kontribusi dari berbagai pihak, akan mudah juga bagi kita untuk meyakinkan masyarakat khususnya melalui mahasiswa-mahasiswi KKN. Mereka bisa memengaruhi masyarakat dengan  melakukan demonstrasi skala kecil serta menghadirkan beberapa tokoh yang diidolakan masyarakat yang sekiranya bisa mengajak dan menumbuhkan rasa percaya masyarakat untuk menjalani program ini.

Misi menuju Indonesia emas tahun 2045 merupakan suatu hal yang cukup berat, untuk itu kita memerlukan pemimpin dengan kompetensi dan kualitas yang baik untuk mencapainya. Bagaimana kita bisa menghasilkan pemimpin yang baik dengan kondisi seperti ini? Untuk itu mari kita bersama-sama mengambil bagian pada program ini. Pada perbincangan antara ibu Menteri dengan Nagita, jelas kita saksikan dan dengarkan bahwa masih banyak sekali anak-anak yang putus sekolah dan berpotensi besar melanjutkan siklus kemiskinan. Pada video tersebut Nagita telah mewakili anak-anak pedesaan agar mereka diperhatikan dan ditolong melalui dorongan, motivasi serta bantuan dalam mencapai mimpi mereka, mimpi Indonesia dan mimpi kita bersama. Langkah ini akan menjadi pemberian terbaik dari kita untuk Indonesia. Mari kita dukung penuh perealisasian  untuk Indonesia yang lebih baik.

 

 

Â