fbpx

Memperbaiki Psikologis Siswa Remaja Terhadap Bullying

Memperbaiki Psikologis Siswa Remaja Terhadap Bullying

Oleh: Neli Elfina Crisdayanti Syam

 

Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara agar kelak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan Negara. Setiap anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluasluasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik , mental ataupun sosial. Diskrimnasi merupakan persoalan penting terutama hak-hak dasar manusia termasuk anak. penindasan atau lebih di kenal dengan bullying umumnya terjadi di kalangan anak maupun remaja yakni pada usia sekolah tingkat Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, maupun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dari situasi, sehingga ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan , trauma, depresi dan tidak berdaya. Di Indonesia kasus bullying banyak terjadi diberbagai tempat, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data bahwa sepanjang tahun 2022, setidaknya sudah terdapat lebih dari 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk perundungan yang jumlahnya terus meningkat hingga saat ini (BBC News Indonesia, 22/07/2022). Kemudian data dari penelitian PISA tahun 2018 menyimpulkan bahwa 41 persen pelajar berusia 15 tahun di Indonesia pernah mengalami bullying, setidaknya beberapa kali dalam sebulan. Data lain juga berasal dari survey Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun 2018. Survey tersebut menyimpulkan bahwa 2 dari 3 remaja laki-laki dan perempuan berusia 1317 tahun mengalami bullying. Fenomena bullying telah lama menjadi bagian dari dinamika sekolah. Umumnya orang lebih mengenalnya dengan istilah-istilah seperti penggencetan, pemalakan, pengucilan, intimidasi dan lain-lain. Istilah bullying sendiri memiliki makna lebih luas, mencakup berbagai bentuk penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti orang lain sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tak berdaya. Praktik bullying bisa terjadi diberbagai tingkat sekolah baik SD, SMP, SMA bahkan Perguruan Tinggi. Perundungan adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008). Pelaku bullying sering disebut dengan Saat ini, perundungan (bullying)  merupakan istilah yang sudah tidak istilah bully. Perundungan tidak mengenal gender maupun usia. Bahkan, perundungan sudah sering terjadi di Sekolah dan dilakukan oleh para remaja.

           Dampak yang dialami oleh korban bullying adalah mengalami berbagai macam gangguan yang meliputi kesejahteraan psikologis yang rendah (low psychological well-being) dimana korban akan merasa tidak nyaman, takut, rendah diri, serta tidak berharga, penyesuaian sosial yang buruk dimana korban merasa takut ke sekolah bahkan tidak mau sekolah, menarik diri dari pergaulan, prestasi akademik yang menurun karena mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dalam belajar, bahkan berkeinginan untuk bunuh diri dari pada harus menghadapi tekanan-tekanan berupa hinaan dan hukuman. Di Indonesia, penelitian tentang fenomena bullying masih baru. Hasil studi yang dilakukan oleh ahli terkait kasus ini, mengungkap bahwa 10-60% siswa di Indonesia melaporkan mendapat ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan, ataupun dorongan, setidaknya sekali dalam seminggu. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Semai Jiwa Amini pada 2008 tentang kekerasan bullying di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9 di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kekerasan yang dilakukan semasa siswa tercatat sebesar41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik (memukul). Tindakan perundungan atau bullying dapat menimbulkan efek negatif pada kondisi mental korban, baik dalam waktu dekat maupun jangka  panjang. Dalam jangka  pendek, korban mungkin mengalami tekanan, kehilangan minat dalam tugas sekolah, atau enggan sekolah. Sementara itu, dampak jangka panjang meliputi kecemasan, depresi, bahkan keinginan mengakhiri hidup. Remaja yang menjadi korban bullying lebih rentan terhadap berbagai masalah kesehatan, baik fisik maupun mental. Masalah yang mungkin terjadi pada anak-anak korban bullying meliputi masalah kesehatan mental seperti depresi, kegelisahan, dan gangguan tidur yang dapat berlanjut hingga dewasa, keluhan kesehatan fisik seperti sakit kepala, sakit perut, dan ketegangan otot, rasa tidak aman saat berada di sekolah, serta penurunan semangat belajar dan prestasi akademik. Dampak paling mudah yang dapat dikenali adalah dampak jangka pendek. Korban dari bullying, baik anak-anak maupun orang dewasa akan mengalami beberapa hal berikut sebagai akibat dari perilaku bullying yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya.

          Masalah Psikologis Seringkali akan muncul gejala psikologis pada korban bullying, bahkan setelah bullying berlangsung. Yang paling sering muncul adalah kondisi gangguan kecemasan sampai depresi. Kemudian, pengaruh lain pada kesehatan mental korban terutama anak- anak dan remaja yaitu, rasa rendah diri, sedih, kesepian, ketakutan, perubahan pola tidur dan pola makan, sampai hilangnya minat pada hal-hal yang biasanya menjadi kesukaan mereka. 

 

Masalah Fisik Dampak bullying selanjutnya adalah masalah fisik pada diri korban. Bullying menyebabkan anak mengalami memar, luka sampai gangguan pencernaan akibat bullying secara fisik yang dialami korban. Selain itu korban juga akan mengalami kecemasan yang nantinya memicu stres pada diri korban.

  Gangguan Tidur

 Dampak yang sangat jelas terlihat adalah gangguan tidur. Sering kali korban dari tindakan bullying merasa susah sekali untuk tidur dengan nyenyak. Walaupun korban bisa tertidur, namun sering kali tidak nyenyak bahkan tidak jarang mendapatkan mimpi buruk yang menyebabkan ketakutan yang luar biasa.

 Pikiran untuk Bunuh Diri

Dampak selanjutnya dari bullying bagi korban yang tidak hanya pada pikiran orang dewasa, namun juga terkadang anak-anak adalah bunuh diri. Karena bullyin yang terus-terusan dilakukan menjadikan pikiran anak-anak tidak baik sehingga ingin mengakhiri hidupnya daripada terus-terusan di bully. Inilah salah satu bahaya bullying yang harus setiap orang tua tahu sehingga dapat menjadi pelindung bagi anak-anak.

Tidak dapat menyatu dengan orang-orang di sekitar bullying juga dapat menyebabkan anak-anak tidak dapat berinteraksi dengan orang-orang disekitar. Hal ini dapat menyebabkan korban dari bullying merasa kesepian, tidak dipedulikan, diabaikan, serta dapat menurunkan rasa percaya diri pada korban.

  Gangguan Prestasi

 dapat memberikan dampak yaitu terganggunya prestasi anak di sekolah. Karena anak-anak korban bullying cenderung kesulitan untuk berkonsentrasi dalam kelas, sering bolos sekolah, juga tidak diikutsertakan dalam kegiatan yang di adakan di sekolah.

Sulit Percaya dengan Orang Lain Dampak selanjutnya yaitu korban bullying akan sangat sulit untuk mempercayai orang lain. Korban bullying cenderung takut untuk mempercayai karena tidak mau mengulangi kejadian yang pernah dirasakan.

          Cara menangani Bullying Membantu anak-anak mengetahui dan memahami bullying. Dengan menambah pengetahuan anak-anak mengenai bullying, mereka dapat lebih mudah mengenali saat bullying menimpa mereka atau orang-orang di dekat mereka. Selain itu anak-anak juga perlu dibekali dengan pengetahuan untuk menghadapi bullying dan bagaimana mencari pertolongan. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman anak mengenai bullying, diantaranya: 1) Memberitahu pada anak bahwa bullying tidak baik dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan maupun tujuan apapun. Setiap orang layak diperlakukan dengan hormat, apapun perbedaan yang mereka miliki. 2) Memberitahu pada anak mengenai dampak-dampak bullying bagi pihak-pihak yang terlibat maupun bagi yang menjadi saksi bisu.

saran mengenai cara-cara menghadapi bullying. Setelah diberikan pemahaman mengenai bullying, anak-anak juga perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan ketika mereka menjadi sasaran dari bullying agar dapat menghadapinya dengan aman tanpa menggunakan cara-cara yang agresif atau kekerasan, yang dapat semakin memperburuk keadaan. Cara-cara yang dapat digunakan, misalnya dengan mengabaikan pelaku, menjauhi pelaku, atau menyampaikan keberatan mereka terhadap pelaku dengan terbuka dan percaya diri. Mereka juga dapat menghindari bullying dengan berada di sekitar orangorang dewasa, atau sekelompok anak-anak lain. Apabila anak menjadi korban bullying dan cara-cara di atas sudah dilakukan namun tidak berhasil, mereka sebaiknya didorong untuk menyampaikan masalah tersebut kepada orang-orang dewasa yang mereka percayai, baik itu guru di sekolah maupun orangtua atau anggota keluarga lainnya di rumah.

Membangun hubungan dan komunikasi dua arah dengan anak. Biasanya pelaku bullying akan mengancam atau mempermalukan korban bila mereka mengadu kepada orang lain, dan hal inilah yang biasanya membuat seorang korban bullying tidak mau mengadukan kejadian yang menimpa mereka kepada orang lain. Oleh karena itu, sangat penting untuk senantiasa membangun hubungan dan menjalin komunikasi dua arah dengan anak, agar mereka dapat merasa aman dengan menceritakan masalah yang mereka alami dengan orang-orang terdekat mereka, dan tidak terpengaruh oleh ancaman-ancaman yang mereka terima dari para pelaku bullying.

Membantu anak menemukan minat dan potensi mereka. Dengan mengetahui minat dan potensi mereka, anak-anak akan terdorong untuk mengembangkan diri dan bertemu serta berteman dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama. Hal ini akan meningkatkan rasa percaya diri dan mendukung kehidupan sosial mereka sehingga membantu melindungi mereka dari bullying.

Memberi teladan lewat sikap dan perilaku. Sebaik dan sebagus apapun slogan, saran serta nasihat yang mereka dapatkan, anak akan kembali melihat pada lingkungan mereka untuk melihat sikap dan perilaku seperti apa yang diterima oleh masyarakat. Walaupun tidak terlihat demikian, anak-anak juga memerhatikan dan merekam bagaimana orang dewasa mengelola stres dan konflik, serta bagaimana mereka memperlakukan orang-orang lain di sekitar mereka. Apabila kita ingin ikut serta dalam memerangi bullying, hal paling sederhana yang dapat kita lakukan adalah dengan tidak melakukan bullying atau hal-hal lain yang mirip dengan bullying. Disadari maupun tidak, orang dewasa juga dapat menjadi korban ataupun pelaku bullying, misalnya dengan melakukan bullying di tempat kerja, ataupun melakukan kekerasan verbal terhadap orang-orang di sekitar kita.

Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan dengan tujuan membuat seseorang merasa tidak nyaman untuk kesenangan sendiri, Tujuan ditulisnya jurnal diatas adalah mengetahui bagaimana terjadinya kasus bullying dan cara pencegahan terjadinya kasus bullying. Nantinya orang tua dapat mendengarkan keluh kesah yang dialami anak korban bullying serta melaporkan tindakan bullying yang dialami oleh anak kepada pihak sekolah agar tindakan bullying yang dialami tersebut tidak berkelanjutan. Dan pihak sekolah harus menetapkan tata tertib dan aturan-aturan terkait dengan tindakan bullying.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                      

 

 

 

 

 

 

                                  

                                         DAFTAR PUSTAKA

 

Chakrawati. Fitria. (2015). Bullying Siapa Takut ? (Panduan Untuk Mengatasi Bullying). Solo : Tiga Ananda-Tiga Serangkai.

Wignjosubroto. Soetandyo. (2008). “Hukum Dalam Masyarakat, Perkembangan dan Masalah (Sebuah Pengantar ke Arah Kajian Sosiologi Hukum”, Malang : Bayumedia Publishing.

Masdin. (2013). Fenomena Bullying Dalam Pendidikan. Jurnal Al-Ta’dib, 6(2), 73–83. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.31332/atdb.v6i2.306

Moleong, D. J. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Nasional, D. P. (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku I. Konsep Dasar. Jakarta: Direktorat SLP Dirjen Dikdasmen.

Perren, S., & Gutzwiller-Helfenfinger, E. (2012). Cyberbullying and Traditional Bullying in Adolescence: Differential Roles Of Moral Disengagement, Moral Emotions, and Moral Values. European Journal Of Developmental Psychology, 2, 195–209.

Priyatna, A. (2010). Let‘s End Bullying Memahami, Mencegah dan Mengatasi Bullying. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Purwaningsih, S., & Mega, I. (2017). Hubungan Perundungan (Bullying) Dengan Kepercayaan Diri Siswa Kelas X SMA Muhammadiy 11 Karanganyar. Undergraduate Thesis. Surakarta: Institut Islam Negeri Surakarta.

Riauskina, I. I., Djuwita, R., & Soesetio, S. R. (2005). “Gencet-gencetan” Di Mata Siswa/Siswi Kelas 1 SMA: Naskah Kognitif Tentang Arti, Skenario, dan Dampak ”Gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial, 12(01), 1–13.