Muhammad Fajri 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Kontek pendidikan saat ini telah mengalami dinamisasi pesat. Mulai dari paradigma pembelajaran yang berorientasi pada proses. Sampai pada pengembangan nilai-nilai yang berorientasi pada masa depan. Salah satunya adalah kesadaran akan pentingnya lingkungan dalam konteks pembelajaran. Isu lingkungan saat ini menjadi topik strategis yang dipelajari murid baik secara implisit maupun eksplisit. Materi-materi berwawasan lingkungan banyak dimasukkan pada pembelajaran di kelas. Selain itu, pembelajaran lainnya juga memberikan ruang pada isu lingkungan. Kesadaran pentingnya orientasi gaya hidup berkelanjutan merupakan satu muara dalam pembelajaran saat ini. Salah satu yang dikembangkan, sejalan dengan kurikulum saat ini (kurikulum merdeka) yaitu pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Sebelum membahas terkait P5, maka perlu diketahui bagaimana proses pembelajaran pada kurikulum merdeka. P5 dapat dikatakan merupakan model baru dalam pengembangan proses pendidikan di satuan pendidikan. Hal ini dikarenakan model P5 ini belum pernah ada pada penerapan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Melalui kegiatan P5 ini diharapkan dapat menguatkan dimensi, elemen, dan sub-elemen profil pelajar Pancasila. Di samping juga terasah 4C (critical thinking, creativity, communication, collaboration). Konteks penguatan karakter dan kecakapan hidup inilah yang dirangkum dan dirangkai pada pengembangan pembelajaran dengan kurikulum merdeka. Salah satu muatan yang ada pada kurikulum merdeka adalah kegiatan P5 yang dikembangkan dengan mengambil alokasi waktu yang ada yang dapat dirancang model pembelajaran secara fleksibel tanpa ikatan jadwal yang kaku. Pengembangan projek secara tepat guna tanpa harus mengeluarkan biaya besar, bahkan cukup dengan memberikan tantangan murid untuk mengembangkan projek sederhana tetapi sarat makna. Itulah yang dilakukan di SDN Pondok Petir 01, Kota Depok dalam merancang dan mengembangkan kegiatan P5 dengan tema Gaya Hidup Berkelanjutan. Kegiatan yang dirancang bertujuan memberikan kesadaran bersama akan ancaman dan bahaya sampah di masa depan. Salah satu poin penting di sini adalah bagaimana mengolah sampah non-organik agar dapat digunakan kembali dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle). Pada akhirnya, guru bersama murid sepakat untuk mengolah sampah non-organik dengan metode eco-brick dengan menerapkan prinsip 3R. Kegiatan ini dikembangkan dengan menyajikan berbagai konteks, isu, dan fenomena terkini. Salah satu yang menjadi isu strategis sekarang adalah persoalan lingkungan yang merujuk pada konteks kehidupan berkelanjutan. Dalam hal ini, kegiatan disajikan dengan mengangkat persoalan-persoalan lingkungan seperti masalah sampah yang tak kunjung selesai. Isu lingkungan menjadi isu strategis karena melihat fenomena yang ada saat ini seperti persoalan sampah yang tidak kunjung selesai. Berbekal dari hal tersebut, maka dikembangkanlah model pembelajaran yang salah satunya dengan merancang model projek pembelajaran untuk menguatkan profil pelajar Pancasila. Model tersebut dikembangkan dalam rangkaian kegiatan projek (P5) yang dikembangkan dengan mengambil 60 JP pembelajaran di semester ganjil. Pengembangan projek (dalam hal ini P5) dirancang dengan menyusun tim fasilitator yang terdiri dari guru sesuai jenjang dan fase. Rangkaian kegiatan di bagi dalam 4 tahapan, antara lain: (1) tahap pengenalan; (2) tahap kontekstualisasi; (3) tahap aksi; (4) tahap refleksi dan tindak lanjut. Murid dilibatkan dalam penentuan kegiatan dan bentuk kegiatan apa saja yang akan mereka lakukan. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam mengolah dan mengaktualisasi kemampuan berpikir kritis dan kreatif murid saat berdiskusi dan tanya jawab. Murid diberikan keleluasaan dalam mengembangkan projek sesuai arahan awal yang diberikan yaitu saat tahap pengenalan dengan menyajikan isu terkini secara klasikal. Berangkat dari persoalan inilah muncul ide bagaimana mengolah kembali sampah non-organik menjadi barang yang dapat dipakai lagi dengan fungsi yang berbeda. Pelaksanaan kegiatan projek dimulai dengan mengumpulkan respon murid saat menyaksikan kumpulan sampah yang ada di TPA pada umumnya. Merekepun sepakat untuk sama-sama menyadarkan agar ada upaya pengurangan sampah yang ada di sekolah. Salah satu yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan botol-botol bekas dalam satu tempat dan memisahkannya dengan bentuk sampah non-organik lainnya seperti plastik. Di sini, metode eco-brick dilakukan dengan mencacah sampah plastik dan memasukkannya ke dalam botol air mineral yang sudah dikumpulkan. Seluruh sampah tersebut telah dibersihkan dan dipastikan kering serta tidak berbau lagi. Proses ini memakan waktu hampir 5 bulan sejak Juli 2023 sampai menjelang November di tahun yang sama. Hal ini dikarenakan target yang dicapai adalah kesadaran akan pengurangan sampah non-organik khususnya plastik. Maka dari itu dibutuhkan satu pemahaman yaitu jangan sampai karena target pengumpulan dengan tenggat waktu ada kecenderungan murid justru sengaja membeli berbagai barang dan makanan untuk diambil kemasan pembungkusnya. Hal yang dilakukan adalah dengan cara melakukan progress check tiap bulannya. Tiap bulan, murid-murid mengumpulkan sendiri seluruh sampah berupa botol bekas dan plastik kemasan yang didapat. Di samping itu, sampah-sampah plastik yang ada di sekolah juga turut disisir. Hal ini dilakukan sebagai upaya jangka pendek untuk pengurangan timbunan sampah yang ada. Sehingga, residu yang terangkut ke TPA adalah benar-benar sampah yang sudah tidak dapat diolah kembali. Pada pertengahan November inilah dilakukan tahapan berikutnya dengan mengolah sampah plastik menjadi bentuk eco-brick. Yaitu dengan mencacah sampah plastik dan memasukkannya ke dalam botol air mineral. Lalu, kumpulan botol air mineral tersebut dirangkai menjadi barang yang dapat digunakan kembali. Adapun kumpulan botol yang dirangkai tersebut menjadi tempat duduk yang dapat digunakan murid untuk duduk samtai di teras dan taman sekolah. Pada akhirnya, murid menyadari bagaimana jika sampah tersebut tidak diolah menjadi barang yang dapat dipakai kembali. Ancaman ekologi di masa depan dan tentunya kehidupan dan kesehatan sangat serius. Di sini, mereka menyadari dengan kreativitasnya dapat tercipta produk daur ulang yang bermanfaat. Murid mengalami rangkaian projek yang dilakukan. Konteks pembelajaran bermakna benar-benar didapat pada murid selama mengikuti seluruh rangkaian projek yang dikembangkan. Di samping itu, murid-murid juga lebih aware pada kondisi lingkungan yang bersih, nyaman, dan rapi tanpa sampah yang berserakan.Â