Rima Sulistyani 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia, memandang pengajaran sebagai bagian integral dari pendidikan. Baginya, pendidikan harus memerdekakan anak-anak dengan memberi tuntunan agar mereka mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Konsep ini menekankan pentingnya pengembangan kekuatan kodrat anak-anak sesuai dengan kondisi alam dan zaman. Selain itu, KHD menyoroti pentingnya pembentukan karakter anak-anak. Menurutnya, keluarga memainkan peran utama dalam melatih budi pekerti anak-anak. Dengan memahami dan mengimplementasikan pemikiran KHD, pendidik dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang merdeka dan menghasilkan individu berkualitas baik secara intelektual maupun moral. Pendidikan adalah landasan bagi pembangunan manusia yang berakar pada pemikiran-pemikiran para tokoh pendidikan. Salah satu tokoh yang pemikirannya masih relevan hingga saat ini adalah Ki Hadjar Dewantara. Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan dan pengajaran bukan sekadar proses mentransfer pengetahuan, tetapi lebih dari itu, pendidikan dan pengajaran adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam segala aspek kehidupannya, baik fisik, mental, jasmani, maupun rohani. Pemikiran ini sangat relevan dengan konteks pendidikan di Indonesia saat ini, terutama dalam implementasi Kurikulum Merdeka yang menekankan pada kebebasan belajar bagi siswa. Saat ini, pendidikan Indonesia telah mengalami transformasi menuju pendekatan pembelajaran yang lebih berpusat pada siswa dan menerapkan nilai-nilai kebebasan dalam proses belajar-mengajar. Namun, tantangan masih ada, terutama dalam mengubah paradigma pembelajaran yang tradisional dan otoriter menjadi lebih inklusif dan kolaboratif. Sebagai seorang pendidik, harapan saya adalah mampu menguasai kompetensi guru yang mencakup aspek pendagogik, kepribadian, sosial, dan profesional, dengan tetap berpedoman pada nilai-nilai Pancasila. Saya berharap dapat menerapkan konsep pembelajaran yang sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, yang memberikan ruang bagi siswa untuk berkembang secara holistik dan menjadi individu yang mandiri serta berbudi pekerti luhur. Saya juga berharap agar peserta didik mampu menemukan potensi yang ada pada diri mereka dan mengembangkannya melalui proses pendidikan. Selain itu, mereka juga diharapkan dapat menjadi individu yang adaptif dan berakhlak mulia, serta mampu bersikap kritis dan kreatif dalam menghadapi perubahan dan tantangan yang ada. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan yang memerdekakan murid memiliki relevansi yang kuat dengan peran saya sebagai pendidik. Sebagai pendidik, saya bertanggung jawab untuk membimbing siswa menuju pemahaman diri yang lebih baik, serta membantu mereka mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki. Saya juga harus memastikan bahwa pendidikan yang saya berikan tidak hanya berkutat pada transfer pengetahuan, tetapi juga memberdayakan siswa untuk menjadi individu yang mandiri dan kritis. Dalam konteks sosio-kultural di daerah Bali, pemikiran Ki Hadjar Dewantara dapat diimplementasikan melalui konsep Tri Hita Karana yang menekankan pada keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Melalui pendidikan berbasis Tri Hita Karana, siswa dapat diajarkan untuk menghargai dan memelihara keseimbangan ini dalam kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu, nilai-nilai gotong royong, kebersamaan, dan kearifan lokal yang kuat di Bali dapat menjadi sumber inspirasi dalam mengembangkan karakter peserta didik. Melalui kegiatan kolaboratif dan kebersamaan, siswa dapat belajar tentang pentingnya saling membantu dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dengan mengintegrasikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dengan nilai-nilai luhur budaya di daerah Bali, diharapkan dapat tercipta lingkungan pendidikan yang merdeka, inklusif, dan menghargai keberagaman, serta mampu membentuk karakter peserta didik yang berkualitas. Sebelum mempelajari topik ini, saya percaya bahwa peserta didik adalah individu yang perlu diarahkan dan diberi pengetahuan oleh pendidik. Saya juga berpikir bahwa pembelajaran di kelas harus berpusat pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, dengan siswa lebih pasif dalam proses pembelajaran. Setelah mempelajari topik ini, pemikiran saya berubah secara signifikan. Saya menyadari bahwa peserta didik seharusnya diberi kebebasan untuk mengembangkan potensi mereka sendiri, sementara pendidik berperan sebagai fasilitator yang memberikan bimbingan dan arahan. Saya juga menyadari pentingnya mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman dalam proses pembelajaran, serta pentingnya pembentukan karakter dan budi pekerti pada peserta didik. Untuk lebih merefleksikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam kelas, saya dapat mulai dengan memberikan lebih banyak ruang bagi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, mendorong kreativitas, dan menghargai keberagaman. Saya juga dapat menyesuaikan pendekatan pembelajaran saya agar lebih mengakomodasi kebutuhan dan perkembangan individu setiap peserta didik, sambil tetap mempertimbangkan nilai-nilai luhur budaya lokal.