fbpx
https://student-activity.binus.ac.id/tfi/2021/04/kesejahteraan-dan-kesetaraan-gender-dalam-kehidupan-sosial/

Masa Depan Berkelanjutan: Praktik Baik Pendidikan untuk Kesetaraan Gender di Lingkungan Sekolah

Masa Depan Berkelanjutan: Praktik Baik Pendidikan untuk Kesetaraan Gender di Lingkungan Sekolah

Dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) dan SDG 5 (Kesetaraan Gender), penting untuk memahami peran pendidikan dalam mendorong perubahan sosial yang berkelanjutan. Konsep dan strategi pengarusutamaan gender telah ada sejak satu dekade lalu. Namun, implementasinya di berbagai sektor masih memerlukan upaya yang lebih intensif agar program ini dapat berhasil secara relatif. Pembaruan dalam menjalankan sepuluh konsep strategisnya terus dilakukan, salah satunya dengan memastikan partisipasi aktif perempuan dalam proses ini.

Pierre Bourdieu, dalam teorinya mengenai kekerasan simbolik, menyoroti bagaimana dominasi dan subordinasi terjadi dalam berbagai ranah kehidupan. Kekerasan simbolik adalah bentuk kekerasan yang tersembunyi dalam kegiatan sehari-hari, yang tidak disadari oleh agen-agen sosial. Ini adalah kekerasan dalam bentuknya yang paling halus, yang dikenakan tanpa mengundang resistensi, tetapi justru konformitas karena telah mendapatkan legitimasi sosial. Melalui bahasa, makna, dan sistem simbolik, kekuasaan ditanamkan dalam benak individu-individu melalui mekanisme yang tersembunyi dari kesadaran.

Dalam bukunya “Dominasi Maskulin,” Bourdieu menjelaskan bahwa kekerasan simbolik bekerja tanpa menggunakan kekangan fisik apa pun. Kekuasaan ini beroperasi melalui disposisi-disposisi yang telah tertanam dalam diri individu sejak dini melalui sosialisasi dan familiarisasi yang tidak terasa. Karena disposisi-disposisi ini telah lama tertanam dalam tubuh, kekerasan simbolik sulit diatasi hanya dengan kesadaran dan keinginan untuk berubah.

Disposisi-disposisi yang terbentuk pada perempuan, seperti ramah, mudah diperintah, mau mengorbankan diri, dan rela menyangkal diri, sering kali bertemu dengan posisi yang berkesesuaian, seperti perawat atau sekretaris. Di sisi lain, laki-laki ditempatkan dalam posisi pimpinan yang membutuhkan ketaatan dan kepastian. Perbedaan disposisi dan posisi ini menciptakan hierarki dalam pembagian kerja dan perilaku sehari-hari.

Namun, dalam konteks pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, perempuan memiliki peran penting dalam mengejawantahkan potensi mereka secara maksimal. Perempuan dinilai mampu membawa dirinya ke ranah publik dengan disposisi yang berbeda dari biasanya, sehingga dapat mematahkan proyeksi gender yang melekat pada pekerjaan. Dengan demikian, kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik di mana pekerjaan diberikan berdasarkan kemampuan individu, bukan jenis kelamin.

Selain itu, upaya ini sejalan dengan SDG 5 yang menekankan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Dengan memperkuat peran perempuan dalam semua aspek kehidupan, termasuk ranah publik dan pribadi, kita dapat mencapai masyarakat yang lebih inklusif dan adil secara gender.

Dalam lingkungan sekolah, pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan harus mencakup pengarusutamaan gender sebagai bagian integral dari kurikulum. Melalui pendekatan ini, siswa dapat belajar tentang pentingnya kesetaraan gender dan bagaimana mereka dapat berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil. Pendidikan yang berkualitas tidak hanya melibatkan transfer pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan sikap yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

Praktik Baik di Lingkungan Sekolah

  1. Inklusi Gender dalam Kurikulum: Mengintegrasikan topik kesetaraan gender dalam berbagai mata pelajaran untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman siswa mengenai pentingnya kesetaraan gender.
  2. Pelatihan Guru: Memberikan pelatihan kepada guru mengenai pengarusutamaan gender dan metode pengajaran yang sensitif gender untuk memastikan bahwa pembelajaran di kelas mendukung kesetaraan gender.
  3. Lingkungan Sekolah yang Inklusif: Menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif dan bebas dari diskriminasi gender, termasuk dalam kebijakan sekolah, fasilitas, dan kegiatan ekstrakurikuler.
  4. Partisipasi Aktif Perempuan: Mendorong partisipasi aktif perempuan dalam kepemimpinan sekolah dan kegiatan siswa, serta memberikan ruang bagi suara perempuan untuk didengar dan dihargai.
  5. Kerjasama dengan Komunitas: Bekerjasama dengan komunitas dan orang tua untuk mendukung pengarusutamaan gender di sekolah dan lingkungan sekitar, serta mengedukasi mereka mengenai pentingnya kesetaraan gender.

Dengan menerapkan praktik-praktik ini, sekolah dapat menjadi agen perubahan dalam mencapai SDG 4 dan SDG 5, menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan adil bagi semua. Pendidikan yang berkualitas dan setara gender akan membekali generasi mendatang dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk menghadapi tantangan global dan membangun masyarakat yang lebih inklusif.