Risa Yosephine 0shares Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More Artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman yang saya miliki, terjadi belum terlalu lama, dan terasa begitu dekat dengan saya. Mungkin secara general akan lebih mudah untuk menyadari dan mendapatkan “Cara Menjaga Keharmonisan dalam Masyarakat yang Berbeda Suku, Agama, dan Latar Belakang” setelah terjadinya suatu kejadian / konflik. Namun, berbeda dengan cerita pengalaman saya ini, cara itu saya dapat dari pengalaman yang sangat hangat bahkan untuk diingat. Sudah beberapa tahun saya tidak tinggal serumah dengan papa saya dikarenakan penempatan yang mengharuskan-nya bekerja di luar kota. Sekarang ini, Ia bekerja di suatu perusahaan BUMN di kota Medan, Sumatera Utara. Sedangkan saya dan keluarga kini tinggal di kota Bandar Lampung. Akhir tahun lalu, kami sekeluarga berkesempatan untuk mengunjungi papa saya dan menghabiskan waktu kurang lebih 3 bulan di sana. Singkat cerita, saya pun bertemu kembali dengan sopir kantor papa saya. Ia yang selalu mengantar dan menjemput papa ke kantor nya dan segala tempat yang harus dikunjungi. Ya, kami sudah pernah bertemu dan berkenalan sebelumnya. Beliau bernama Bapak Muis. Pak Muis ini menjadi sopir favorit saya dari beberapa orang yang pernah menjadi sopir papa. Ia orang yang sangat humoris, sopan, dan sangat sigap dalam pekerjaan nya. Saya juga sangat senang karena Ia sangat dekat dengan Papa. Ia yang tahu sifat Papa, kondisi kesehatan nya, bahkan kadang hal-hal yang terjadi dalam keluarga kami, pokoknya Ia serba tahu. Satu sisi kadang panik sih, karena sepertinya ia lebih kenal papa dari anaknya sendiri haha. Tapi, saya sangat lega papa dikelilingi oleh orang baik yang dekat dan peduli seperti Pak Muis. Sebelumnya saya dan keluarga bersuku batak dan beragama Kristen Protestan. Sedangkan Bapak Muis sendiri beragama Muslim dengan suku Jawa. Ini adalah awal mula saya menyadari poin penting dalam menjaga keharmonisan kami yang saling memiliki latar belakang yang berbeda. Suatu waktu, kami melakukan perjalanan cukup panjang. Kami mengitari hampir beberapa daerah di Sumatera Utara, mulai dari Berastagi, Merek, Siborong-borong, Tarutung hingga Parapat. Dalam perjalanan itu kami banyak mengunjungi tempat wisata budaya suku batak. Yang membuat saya kagum, Bapak Muis ini banyak sekali tahu nya soal budaya batak. bahkan banyak penjelasan yang saya dapat dari nya. Dalam perjalanan ini, tentu saja kami singgah di banyak rumah makan, kami pun memulainya dengan doa makan. Pak Muis langsung tahu, dan ia menunggu untuk mulai makan hingga kami selesai berdoa bersama. Beberapa kesempatan kami juga makan di rumah makan yang menyediakan daging babi. Karena kami tahu Pak Muis sendiri tidak bisa memakan itu, kami memberinya waktu sendiri untuk mencari makan di tempat lain. Waktu menurunkan kami pun, tidak ada perkataan ataupun raut muka yang tidak enak dari nya. Suatu hari ketika melewati kota Berastagi, kami mampir untuk mengunjungi Gereja Katholik Santo Fransiskus Asisi yang sangat terkenal dengan bentuk bangunan nya yang khas. Sekali lagi, saya kagum dengan beliau, ia banyak bertanya mengenai gereja ini sendiri kepada penjaga yang ada disitu. Saya merasa Bapak Muis ini memiliki rasa peduli dan ketertarikan yang besar untuk memahami kebudayaan dan agama yang berbeda dari nya. Setelah perjalanan ini, kami juga masih sering saling berkomunikasi. Ketika mengucapkan hari lebaran, hari natal, dan lainnya. Saya juga sering bertanya kondisi ayah saya kepada pak Muis. Bapak Muis ini juga selalu ada menemani ayah saya bahkan di saat acara-acara adat keluarga. Dari seorang pak Muis ini, saya menemukan cara yang sangat sederhana tetapi sangat penting untuk menjaga keharmonisan sosial. kunci nya adalah “Kepedulian“. Ya benar, dengan peduli, kita akan mendalami dan mencoba mengerti mengenai agama, suku, dan latar belakang seseorang. Kita akan tahu alasan sesorang melakukan sesuatu, mempercayai sesuatu, memperingati sesuatu dan lainnya. Ketika kita sudah mengerti, hal-hal seperti rasa kecurigaan, rasa merasa paling benar, dan hal negatif lain pun akan hilang. Untuk bekerja, berinteraksi, berhubungan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda dan luas pun akan terasa lebih nyaman. Saya harap dari cerita ini pun kita bisa sama-sama membangun rasa “kepedulian” terhadap sesama, untuk membangun masyarakat yang bersatu di atas perbedaan dan keberagaman yang ada.
Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More