fbpx
Freepik/oatawa

KONTRIBUSI PEMUDA MENGGAUNGKAN SDGs: KIPRAH INDONESIA DALAM RCE (REGIONAL CENTRE OF EXPERTISE) ASIA PACIFIC-YOUTH DAN GLOBAL

“Mimpi terbaik kita gantungkan pada anak muda, sementara zaman bergerak dan mereka akan menua, lalu memberikan pencerahan bagi generasi selanjutnya.” Sebuah “mantra” untuk mempercayakan nasib dunia ini ke anak muda. Anak muda adalah bibit terbaik yang dunia ini khususnya Indonesia punya. Pada usia inilah sebaiknya hal-hal aplikatif diajarkan agar menjadi patron perubahan. Ada gerakan-gerakan yang baik sekaligus menginspirasi. Kelemahan anak muda ada di seputar konsistensi dapat diatasi dengan memberikan bukti-bukti nyata yang menginspirasi, serta tak lelah untuk mengajaknya ke hal-hal membangun. Gagasan anak muda di seluruh dunia termasuk Indonesia mampu menjadi realita dengan saling berkolaborasi. Kita menjadi tersadar, dunia bertumbuh meski dengan menyisakan beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam hal keberlanjutan.

SDGs atau Sustainable Development Goals 2016-2030 yang kita kenal ini merupakan target pembangunan dunia yang disepakati dilakukan, menggantikan MDGs (Millenium Development Goals) yang berlaku sebelumnya sejak 2000-2015. Adapun pengesahan SDGs adalah di New York pada 25 September 2015. Pada 17-18 Oktober 2015, banyak anak muda terpilih seluruh Asia Pasifik (dan dunia) berkumpul, berdiskusi, juga dilatih untuk memahami SDGs serta implementasinya di masa depan dalam forum APUFY (Asia Pasific Urban Forum-Youth). Tepat setelah APUFY, beruntun diselenggarakan APUF (Asia Pacific Urban Forum), HLM (High Level Meeting) Regional Forum hingga HABITAT 3 di Quito, Ekuador pada 17-20 Oktober 2016.

Prinsip Kemitraan (Partnership)

RCE adalah kepanjangn dari Regional Centre of Expertise sebagai jejaring dunia yang berfokus pada pendidikan dan pembangunan keberlanjutan, biodiversitas, serta bidang relevan lainnya yang diakui langsung oleh UNU-IAS (the United Nations University Institute for the Advanced Study of Sustainability) berbasis di Tokyo, Jepang serta bermitra dengan lembaga, universitas, laboratorium, serta pusat pengembangan ilmu pengetahuan dunia sejak 2003. Kiprah RCE Yogyakarta-Youth dalam berkomunitas telah menunjukkan ketercapaian dalam beberapa poin penting SDGs. Dalam pengalamannya sejak 2016, bersama-sama RCE Asia Pacific-Youth telah melakukan kolaborasi dengan lebih dari puluhan proyek anak muda berbasis komunitas baik untuk Tujuan SDGs nomor 11 (Kota-Kota dan Komunitas Berkelanjutan), 12 (Konsumsi dan Produksi Bertanggungjawab), 13 (Penangnan Perubahan Iklilm), 14 (Menjaga Ekosistem Laut), dan 15 (Menjaga Ekosistem Darat). Kilas balik, RCE Asia Pacific-Youth resmi disepakati berjalan sejak RCE World Global Meeting 2016 di Yogyakarta terselenggara. Ini pertama kalinya peran pemuda kemudian diresmikan dalam wadah khusus dalam tubuh RCE langsung dengan pengakuan UNU-IAS dan beberapa lembaga dunia terkait seperti UNESCO, UNDP, UN HABITAT, dll. Kepemimpinan awal RCE Asia Pacific-Youth dilaksanakan oleh dua pemudi yaitu dari Indonesia (dari RCE Yogyakarta) dan Australia (RCE Great Western Sydney). Setidaknya telah ada dua kali RCE Asia Pacific-Youth Challenge yang membuat ratusan aplikasi pendaftaran masuk dengan proyek tersebar di seluruh dunia dalam rangka melokalkan nilai-nilai SDGs ke dalam komunitas setempat.

Pada 2020, dalam RCE  Asia Pacific-Youth Report dijelaskan bahwa kiprah gerakan ini mampu mengajak 13 program terbaik-terpilih, 6.489 pemuda pemudi seluruh dunia ikut andil, serta 114.000+ akses orang-orang seluruh dunia melalui beragam platform media sosial yang dirilis. Sebagai contoh, SDG 11 dan 15 dari Indonesia yang dipelopori gerakan Ruang Tumbuh (RCE Yogyakarta) dengan menyediakan sekolah lingkungan berbasis alam. Tindakan ini mampu memberikan pencerahan nyata terhadap anak didik sejak dini akan bahaya pemanasan global, bagaimana menjaga lingkungan hidup dasar dengan cara seru dan menarik, serta alasan inovatif lainnya agar anak muda sejak awal mengenal alam untuk dicintai. Alam hadir bukan sebagai warisan, tetapi “pinjaman leluhur” yang harus dilestarikan agar cukup hingga generasi ke generasi. Jangkauan RCE Asia Pacific-Youth ini tidak hanya bermanfaat menghubungkan Indonesia dengan regional Asia Pasifik, namun juga dunia. Beberapa contoh dimana inspirasi proyek berbasis komunitas itu dapat diduplikasi atau menginspirasi gerakan lebih masif lagi misalnya dijalankan oleh Waste Not (SDG 12, gerakan memerangi limbah sampah, RCE Greater Western Sydney, Australia), From Zero to Gazebo! (SDG 12, penanganan sampah, RCE Central Semenanjung, Malaysia), Proyek Divestment from Fossil Fuels di Portland Colleges (SDG 11 dan 12, RCE Greater Portland, United States of America/USA), dll. Pengelolaan SDM dan sumber daya lainnya yang dihimpun dalam gerakan yang diinisiasi RCE Asia Pacific-Youth Challenge ini menunjukkan kiprah nyata Indonesia pula yang diwakili setidaknya dalam kepemimpinan lembaga serta keikutsertaan komunitas menunjukkan hasil terbaiknya. Kerjasama ini mustahil terjadi jika Indonesia tak berusaha penuh. Sejatinya, meramu potensi-potensi anak muda melalui sistem yang memberikan keleluasaan berjejaring, pengakuan atas profesionalitas kerja komunitas, serta umpan positif berkolaborasi adalah “senjata” kita. Selama berjibaku di RCE pun, penulis merasakan bahwa sesungguhnya Indonesia telah jauh waktu menerapkan apa itu SDGs dalam versi Indonesia misalnya tentang apa yang dikerjakan oleh banyak masyarakat adat kita, oleh Suku Badui. Ada pula capaian tujuan 13 dalam hal iklim terjadi di Bali dimana kedua adat tersebut menampilkan konsistensi masyarakat yang mempraktikkan keberlanjutan dibarengi laku spiritual yang jauh lebih tinggi nilainya daripada sekadar capaian duniawi. Penghormatan terhadap alam inilah yang menjadi cikal bakal penanganan masalah iklim.

Prinsip Memanusiakan Manusia dan Penghormatan Terhadap Planet (People & Planet)

            Sepanjang 2016 hingga kini, RCE Asia Pacific-Youth terus pula melebarkan contoh-contoh riil dengan mengadakan sekolah-sekolah komunitas, akademi, workshop, dll dengan mengajak ribuan anak muda terlibat aktif. Tidak jarang, masalah dana menjadi pertanyaan yang akhirnya dapat dijawab dengan menitikberatkan sisi kontributif bahwa semua tindakan yang dijalankan semata bukan hanya persoalan uang, namun dedikasi. Basis-basis sukarela menjadi basis yang amat kentara. Apapun jabatan orang yang terlibat dalam komunitas besar ini, pasti diawali atas kesediaan untuk “menjadi repot yang bahagia” alias kesediaan membangun sesama manusia agar tercerahkan. Sikap-sikap inilah yang kemudian membuat sesama anggota, pelaku komunitas, serta lainnya menjadi satu keluarga, yaitu keluarga SDGs yang senasib dan sepenanggungan punya tanggung jawab moral membuat Indonesia khususnya, dan dunia umumnya, sebagai tempat tinggal yang baik sehingga tak ada satupun orang yang tertinggal. Gerakan RCE mampu membuat mereka dengan disabilitas kemudian bangkit dan menunjukkan diri, memberikan suara atas penjagaannya terhadap ekosistem darat dengan bergabung ke komunitas-komunitas tadi. Tak pandang bulu. Masih banyak kisah lagi dari inspirasi gerakan RCE yang mampu merangkul kesadaran dunia dengan basis lokal, sebuah jembatan yang tidak hanya memberikan tautan untuk Indonesia, tetapi dunia.

Pada tahun 2018, ketercapaian SDG 13 dan 14 di sektor yang dikerjakan anak muda juga menunjukkan upaya melokalkan nilai-nilai SDGs berhasil. Misalnya melalui RCE Asia Pacific-Youth (masih dimotori oleh RCE Yogyakarta dan RCE Great Western Sydney) memperoleh penghargaan RCE Award 2018 karena berhasil menjadi proyek percontohan dunia dalam hal menggerakan komunitas lokal-nasional-global untuk sadar pada pembangunan berkelanjutan. Contoh proyek menarik adalah terjadi pada proyek “Sancang Conservation Service Camp” dimana program ini mengajak anak muda terlibat dalam penanaman mangrove di wilayah abrasi Pantai Sijeruk, Sancang, Indonesia (fokus SDG 13&14). Upaya preservasi ini membantu melibatkan peneliti, masyarakat, serta penggiat alam untuk menanam 750 mangrove dan dikelola tiap 3 bulan sekali. Hasil ini didiseminasikan pada rangkaian program RCE Asia Pacific-Youth Challenge Presentations yang dapat diikuti seluruh dunia pada saat itu, bersama paparan proyek terpilih lainnya selama program.

 

Kinerja Itu Berbuah Manis

Lagi-lagi ini adalah soal tindakan nyata, kontribusi total, dan dedikasi. Pada 2-4 November tahun 2017 perwakilan pemuda Indonesia untuk RCE Asia Pacific-Youth akhirnya terbang ke India, tepatnya ke kota New Delhi untuk memaparkan rancangan tindakan anak muda ke depan ahli-ahli dalam lingkup RCE, UNESCO, dan mitra global. Kegiatan berlangsung di HABITAT Centre, New Delhi, Indonesia. Turut hadir beberapa perwakilan senior Indonesia pula dari lintas kampus dalam forum SDGs ini. Apresiasi yang diterima sangat hangat, dimana Indonesia juga semakin dipercaya kiprahnya dalam berkontribusi dalam SDGs melalui penguatan jejaring pendidikan yang memasukkan unsur SDGs dalam prgram, kurikulum, serta lokalitas. Selain memperoleh penghargaan RCE Award 2018, juga memperoleh “Outstanding Flagship Award” pada 11th Global RCE Meeting di Cebu, Filipina.

Selain bergerak memberikan contoh kongkrit untuk memajukan komunitas dalam hal pembangunan berkelanjutan, capaian publikasi juga tak luput jadi fokus. Paper berkenaan perjuangan SDGs di beragam program RCE Asia Pasific-Youth pun memperoleh penghargaan salah satu The Best Paper kategori ESD (Education for Sustainable Development) pada ajang ICCEESD (International Conference on Community Development and Education for Sustainable Development) tahun 2018. Kini, RCE Asia Pacific-Youth terus berjalan dan terus menghasilkan karya-karya yata bagi masyarakat dengan program andalan RCE Asia Pacific-Youth Challenge-nya serta kolaborasi lainnya. Pengalaman berharga penulis sebagai delegasi wakil pemuda Indonesia dalam rangkaian proses pengenalan SDGs di tingkat Asia Pasifik dan dunia memberikan tanggung jawab moral memberikan edukasi bahkan terus mempromosikan cara pelaksanaannya. Tulisan ini sekaligus menjadi rasa syukur, dimana Indonesia telah semakin diakui di kancah internasional di bidang SDGs (khususnya dalam hal berkomunitas) dengan peran pemuda yang begitu luas. Maka, sudah sepantasnya pula seluruh tumpuan harapan kita ke depan hingga SDGs berakhir di tahun 2030 adalah pada sebesar-besarnya kontribusi anak muda. Indonesia mennunjukkan rasa gotong royong atas dasar sukarelawanan itu bisa ditiru oleh dunia, maka teruskanlah warisan karakter ini ke depannya, kelak jika pun SDGs berganti nama, kontribusi kita tetap akan berlanjut. Sebuah niscaya!

* Penulis adalah delegasi Indonesia dalam APUFY (Asia Pacific Urban Forum-Youth) , APUF, Asia Pacific HLM Meeting UN HABITAT & partners, Deputy of RCE Asia Pacific-Youth (2016-2019), RCE Yogyakarta-Youth Coordinator (2016-2019), Peneliti independen untuk lembaga nasional-internasional bidang pembangunan berkelanjutan, kota cerdas, dan kota masa depan; Pendiri www.asec.web.id komunitas pemuda sejak 2011; ResearchGate: Emmy Yuniarti Rusadi