fbpx
Freepik/jcomp

KENALAN, GENGGAM ERAT, JANGAN TINGGALKAN!

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Om Swastyastu

Sotthi Hotu

Shalom

Wei De Dong Tian

Shalom Aleichem b’Shem Ha Mashiach

NKRI HARGA MATI!

     Dirgahayu negeri tercinta yang ke-76 tahun. Semoga yang disemogakan tersemoga. Pastinya disetiap bertambah usia negeri, masyarakat Indonesia melantunkan nyanyian nasionalisme, mengibarkan Sang Saka Merah Putih, merapalkan doa terbaik untuk nusa bangsa, dan berusaha melahirkan serta mendidik generasi berjiwa patriotisme—cinta kesatuan dan persatuan. Namun untuk mewujudkan lirik demi lirik dan bait-bait doa, dibutuhkan gerak nyata dari segala kalangan masyarakat. Seperti halnya SDGs (Sustainable Development Goals atau Pembangunan Berkelanjutan) yang tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan pelaksanaannya menggabungkan segala elemen masyarakat. Sobat dapat mempelajarinya di Web sdgacademyindonesia.id.

     Menilik salah satu tujuan SDGs, yakni tujuan ke-16 mengenai Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh. Lalu bagaimana cara yang tepat, mudah, dan tidak berdampak buruk atau menimbulkan konflik baru dalam menjaga keharmonisan Indonesia yang beragam suku, agama, dan ras (SARA)? Eiitss, sebelum saya lanjut ke pembahasan sederhana ini, mari nyanyikan lagu Indonesia Raya dan jangan lupa untuk resapi tiap liriknya!

     Wow, ternyata masih ingat lagu kebangsaan! Berdasarkan pengalaman pribadi dan orang lain, mungkin Sobat yang membaca ini juga tahu. Bahwa sejak usia Sekolah Dasar (SD) hingga Lanjut Usia (LanSia) banyak yang lupa bahkan tidak hafal lagu kebangsaan sendiri. Selain lagu kebangsaan, Dasar Negara—Pancasila juga sering terlupakan sehingga hanya menjadi hiasan kelas, rumah, kantor, atau tempat lainnya tanpa ada yang mengingat kelima sila tersebut beserta maknanya. Padahal dalam mewujudkan keharmonisan kesatuan dan persatuan bangsa dibutuhkan pengenalan dan penanaman makna dari lagu kebangsaan dan pancasila itu sendiri. Kemudian barulah pengamalan nilai kelima sila di kehidupan sehari-hari.

     Proses menjaga keharmonisan ini harus dimulai serentak dengan kebiasaan baru (atau mungkin kebiasaan lama yang memudar) yang disahkan oleh Pemerintah Pusat dan diikuti Pemerintahan Daerah (pelokalan). Apa kebiasaan tersebut? Mewajibkan seluruh siaran pertelevisian, radio, media massa baik online maupun offline untuk menyiarkan iklan khusus lagu kebangsaan, isi Pancasila, dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga keharmonisan bangsa. Lalu adanya penyuluhan khusus ke masyarakat betapa pentingnya Kesatuan dan Persatuan yang tidak sekadar ‘angguk-angguk atau geleng-geleng’. Sebab di beberapa daerah yang saya kunjungi dan beberapa cerita perantau, banyak masyarakat asli daerah A mengucilkan pendatang/perantau daerah B. Sedangkan dalam menyambut kedatangan turis luar negeri, antusias dan ramah tamah dikedepan sekali. Utamakan saudara setanah air dan sebangsa karena inilah keharmonisan. Tak ayal jika terjadi keributan antar satu orang suku A dengan satu orang suku B maka satu daerah yang menjadi tempat tinggal suku A dan B ikut-ikutan berselisih.

     Maka penyuluhan mengenai menjaga keharmonisan kesatuan dan persatuan sangatlah penting. Penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pemerintahan, kalangan pendidik dan terdidik, pemuka adat, pemuka agama, dan lain sebagainya. Barulah nantinya masyarakat antar masyarakat akan saling mengingatkan untuk menjaga keharmonisan bangsa.

     Kemudian mengenai hoax dan provokasi yang bertujuan merusak kesatuan dan persatuan bangsa. Seperti halnya perseteruan pecinta budaya & umat beragama. Inti yang terpenting apapun agama Sobat, suku, dan ras, jikalau berkewarganegaraan Indonesia tetaplah menerapkan jiwa Pancasila. Mengenai pakaian syar’i sudah menjadi urusan antar umat beragama dengan Tuhannya, namun yang terpenting lagu yang dinyanyikan tetaplah Indonesia Raya dan bendera yang dikibarkan masihlah Merah Putih. Ingatlah, justru dengan keberagaman dan percampuran budayalah yang membuat Indonesia sejak dahulu kala menjadi daya tarik penjajah, selain rempah-rempahnya hingga sekarang pun negara lain ingin memiliki Indonesia yang luar biasa ini.

Kita Indonesia, kita ada karena perbedaan, kita tetap satu!

Indonesia kita—Atlantis yang hilang

Nuswantoro, 14 s/d 17 Agustus 2021