fbpx
mediaindonesia/GabrielLangga

KADIKSA (Katalis Pendidikan Desa): Sinergi edukasi dalam Menghadapi Era Society 5.0

Nelson Mandela berkata “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” Namun, apa jadinya jika kesempatan edukasi justru tersentralisasi di daerah tertentu saja? 

Revolusi industri 4.0 telah memasuki era Society 5.0 yang mendorong peningkatan kualitas manusia untuk mengoptimasi kinerja evolusi teknologi dalam kehidupan. Namun, fakta menunjukkan bahwa Indonesia masih mengalami permasalahan kesenjangan, terutama di kalangan desa tertinggal. Daerah tertinggal didefinisikan sebagai wilayah kabupaten yang perkembangan wilayah serta masyarakatnya jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2020 menggarisbawahi bahwa sumber daya manusia merupakan salah satu kriteria dalam menentukan ketertinggalan suatu daerah. Pada tahun 2020-2021, Badan Pusat Statistik serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemendes PDTT) melaporkan sebanyak 13.215 desa masih tergolong tertinggal yang tersebar di 62 daerah dan 11 provinsi di Indonesia. Hal ini menggambarkan luasnya tantangan yang harus ditangani.

KETIMPANGAN PENDIDIKAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN 

Ketimpangan pendidikan desa dan kota di Indonesia merupakan masalah kronis yang memerlukan perhatian serius. Data Badan Pusat Statistik (2023) menunjukkan bahwa tingkat penyelesaian pendidikan di perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan di pedesaan. Pada kelompok usia 19-21 tahun, 73,25% dari mereka yang tinggal di perkotaan berhasil lulus SMA/sederajat, sedangkan di desa hanya 56,38%. Kesenjangan ini menunjukkan bahwa siswa SMA di desa lebih rentan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pendidikan tepat waktu. Pendidikan yang mengalami kesenjangan dapat mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) di desa-desa tertinggal. Hal ini dapat terlihat dari nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dilaporkan Kemendes PDTT pada tahun 2021 berkisar 61,23% (status medium human development). Nilai IPM tersebut masih berada di bawah angka nasional (68,90). Kualitas SDM yang rendah berdampak terhadap tingginya kemiskinan. Bahkan, efek jangka panjangnya dapat memperburuk kesejahteraan hidup (Irianto et al., 2021). Dengan melihat kondisi yang memprihatinkan ini, maka pembahasan mendalam terkait peningkatan kualitas pendidikan menjadi suatu hal yang sangat penting. Urgensi permasalahan tersebut telah disorot sebagai indikator capaian pada komitmen global dan nasional, SDGs tujuan 4 dan tujuan 10.

Beberapa riset menemukan bahwa penyebab kesenjangan pendidikan di desa bersifat sistemik dan kompleks (Aziza & Srimarchea, 2023; Yaniariza et al., 2022). Akses menuju daerah sulit dijangkau, infrastruktur terbatas, perekonomian  rendah, dan kualitas pengajar masih kurang memadai adalah beberapa faktor rendahnya kualitas pendidikan di desa. Sampai saat ini, pemerintah sudah berupaya  memfasilitasi beberapa keterbatasan tersebut seperti dengan menyediakan bantuan beasiswa, distribusi fasilitas penunjang sekolah, serta penyusunan modul pembelajaran yang praktis (Ditjen PPKTrans, 2024; Kemdikbud RI, 2021; Kominfo, 2019). Dari beberapa sektor bantuan tersebut, kualitas guru dan proses pembelajaran siswa dinilai sebagai faktor yang memerlukan perhatian khusus. Bagaimana tidak, proses pengajaran siswa dan kemampuan guru merupakan aspek potensial dalam menentukan keberlanjutan pendidikan yang berkualitas di desa (Nugroho et al., 2022). Beragam bantuan pemerintah tidak dapat berjalan dengan optimal apabila kualitas guru belum mumpuni dan selaras dengan tuntutan zaman. 

Ketersediaan pengajar berkualitas di pedesaan masih terkendala. Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Kemendikbud menyebutkan bahwa Indonesia kekurangan guru sekitar 735.000 pengajar, terutama di daerah terpencil (BBC, 2019). Berdasarkan sejumlah riset, hambatan yang dialami banyak guru di desa mendorong mereka untuk tidak melanjutkan tugasnya (Haekal, 2022; Mansir, 2020). Mereka mengeluhkan sulitnya akses dan upah yang tidak sesuai dengan beban yang harus dijalani. Dengan kendala inilah pembelajaran di desa menjadi terbatas karena kesulitan dalam menghadirkan guru perkotaan di sekolah desa. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah menghadirkan sarana sinergis yang menghubungkan guru desa dengan pengajar di perkotaan sehingga terjadi proses transfer knowledge untuk meningkatkan kualitas pengajar desa secara terintegrasi dan berkelanjutan.

KEBUTUHAN ERA SOCIETY 5.0

Fukuyama (2018) mengemukakan bahwa masyarakat era Society 5.0 didorong untuk meningkatkan kualitas hidup dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital yang sudah maju pesat. Dengan banyaknya produk teknologi digital yang dihasilkan dari era sebelumnya, maka di era saat ini manusia berperan mengembangkan kemampuan menyelesaikan permasalahan secara holistik dengan berbekal informasi digital yang terintegrasi. Sebagai contoh, saat ini telah berkembang berbagai produk AI (artificial intelligence) yang memudahkan pekerjaan manusia di berbagai sektor, seperti robot untuk mengerjakan pekerjaan rumah, ChatGPT yang memberikan informasi melalui interaksi percakapan,  dan masih banyak lagi. Kecakapan dalam memanfaatkan produk teknologi ini tentu membutuhkan keterampilan khusus. Terlebih, mengingat perkembangan teknologi akan berpengaruh terhadap pergeseran lapangan kerja yang membutuhkan kualifikasi yang kompeten. Oleh karena itu, penanganan berbasis teknologi sangat perlu dipertimbangkan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di desa. 

Dalam mempertimbangkan penggunaan teknologi digital, faktor yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan sumber daya. Laporan Badan Pusat Statistik pada tahun 2023 memaparkan bahwa akses teknologi informasi dan komunikasi di pedesaan sudah cukup baik. Hal tersebut terlihat dari angka penggunaan telepon seluler pada siswa pedesaan sebesar 79,49% dengan 70,56% daerah pedesaannya telah menjangkau internet (Badan Pusat Statistik, 2023). Potensi ketersediaan internet dan perangkat teknologi ini memberikan optimisme terhadap penerapan inovasi digital dalam meningkatkan kualitas pengajar di pedesaan. 

Untuk meningkatkan efektivitas peningkatan kualitas pendidikan di desa, perlu dilakukan upaya terhadap siswa secara langsung. Tidak hanya guru, para siswa juga membutuhkan proses pembelajaran yang optimal. Fukuyama (2018) menekankan pentingnya integrasi dan kolaborasi sehingga proses pembelajaran siswa harus menyatukan berbagai sumber informasi dan melibatkan kerjasama secara inklusif. Mata pelajaran P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) memiliki potensi untuk dikembangkan guna menciptakan pembelajaran yang integratif dan kolaboratif.

KADIKSA: INOVASI PERCEPATAN PEMERATAAN PENDIDIKAN

KADIKSA (Katalis Pendidikan Desa) merupakan inovasi yang dapat mengimplemetasikan strategi penanganan kesenjangan pendidikan di desa. Inovasi ini hadir sebagai media berbasis website yang menciptakan sinergitas antara pengajar desa dengan pengajar perkotaan dengan menghubungkan sekolah-sekolah di desa dengan sekolah perkotaan, perguruan tinggi, dan relawan pengabdian desa sehingga menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif dan kolaboratif. Misi utama dari KADIKSA adalah bersinergi membantu sekolah desa agar memperoleh wawasan dan keterampilan yang relevan di era Society 5.0. Untuk mencapai tujuan ini, KADIKSA menyediakan berbagai fasilitas bagi guru dan siswa di desa:

  1. Untuk Guru: KADIKSA menyediakan coaching dan workshop yang dapat menunjang pengembangan keterampilan sebagai guru SMA, seperti literasi digital, pengembangan bakat, dan perencanaan karir bagi siswa. Selain itu, tersedia juga informasi mengenai peluang kolaborasi untuk penyediaan bahan pembelajaran bersama para pihak yang bersedia membantu.
  2. Untuk Siswa: menyediakan ruang diskusi bersama siswa di perkotaan melalui sistem yang terintegrasi dengan mata pelajaran P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). Ini memungkinkan siswa desa untuk belajar bersama dengan siswa di kota, memperluas wawasan mereka dan memperkaya pengalaman belajar.

Bagi pengajar perkotaan, KADIKSA menawarkan daftar desa sasaran dengan sektor potensial yang dimiliki desa tersebut, serta program-program pemerintah yang mendukung seperti Kampus Mengajar dan KKN Tematik Membangun Desa. Dengan demikian, pengajar perkotaan dapat memilih desa yang sesuai dengan keterjangkauan akses, minat dan keahlian mereka. Untuk memotivasi dan mengapresiasi kontribusi, KADIKSA menyediakan sistem reward bagi pengguna, baik pengajar perkotaan maupun sekolah pedesaan. Sekolah pedesaan berkesempatan mengunjungi perkotaan untuk studi banding dan mendapatkan tropi apresiasi. Sementara pengajar perkotaan akan menerima sertifikat dan penghargaan berkala.

Seluruh fasilitas dilakukan secara daring sehingga inovasi KADIKSA menawarkan efisiensi dalam biaya, waktu, dan tenaga. Meskipun demikian, stabilitas koneksi internet yang tidak selalu dapat diandalkan menjadi kelemahan utama. Untuk mengatasinya, KADIKSA menerapkan buddy system, yakni setiap pengguna akan didampingi oleh fasilitator (buddy) yang memantau kegiatan. Buddy adalah pihak ketiga yang independen dan bertugas memastikan semua pihak berkomitmen secara efektif. Pemantauan dilakukan tidak hanya melalui laporan daring, tetapi buddy akan mengobservasi secara langsung di sekolah desa.

Secara keseluruhan, inovasi percepatan pemerataan pendidikan di desa sangat perlu dilakukan. Sinergitas para pengajar perkotaan dengan sekolah pedesaan dapat menjadi langkah penanganan kesenjangan yang terjadi. KADIKSA merupakan pilihan inovasi yang tepat. Melalui KADIKSA, diharapkan guru dan siswa pedesaan mendapatkan kesempatan yang sama seperti sekolah perkotaan untuk berkembang sesuai potensi mereka di era Society 5.0 sebagai perwujudan “Kemanusiaan yang adil dan beradab” (sila 2 Pancasila).

REFERENSI

Aziza & Srimarchea. (2023). PENANGANAN DAERAH TERTINGGAL DI INDONESIA. Khazanah Intelektual, 4(1).

Badan Pusat Statistik. (2021). Jumlah Desa Tertinggal menurut Provinsi. Www.bps.go.id. 

Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Pendidikan 2023. Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/id/

BBC. (2019). Cerita guru honorer di Soleh, Seram mengajar dari kelas dua sampai enam. BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/

Ditjen PPKTrans. (2024). Pendaftaran beasiswa anak transmigran PPKSBT 2024 sudah dibuka! Ditjenppkt.kemendesa.go.id.

Fukuyama. (2018). Society 5.0. Japan SPOTLIGHT

Haekal. (2022). Tantangan Distribusi Guru di Daerah Terpencil Indonesia. TA’DIB : Jurnal Pemikiran Pendidikan, 12(1).

Indonesiabaik.id. (2021). Tantangan dan Strategi Membangun Daerah Tertinggal. Indonesiabaik.id. 

Irianto, A., Ardilla, M., & Mudjiran. (2021). The Psychological Well-Being of Poor Family A Literature Review. Advances in Economics, Business and Management Research.

Kemendikbud RI. (2021). Pendidikan Daerah 3T Wujud Kehadiran Negara. Kemdikbud.go.id

Kemendes PDTT. (2020). Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Www.kemendesa.go.id.

Kemendes PDTT. (2021). RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT PENYERASIAN PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA.

Kominfo. (2019). Digitalisasi Sekolah Percepat Perluasan Akses Pendidikan Berkualitas di Daerah 3T. Kementerian Komunikasi Dan Informatika RI. https://www.kominfo.go.id/

Mansir. (2020). KESEJAHTERAAN DAN KUALITAS GURU SEBAGAI UJUNG TOMBAK PENDIDIKAN NASIONAL ERA DIGITAL. Jurnal IKA PGSD:Ikatan Alumni PGSD UNARS, 8(2). 

Nugroho, Suryanti, & Wiryanto. (2022). Peningkatan Kualitas Guru, Sebanding dengan Peningkatan Pendidikan? Jurnal Basicedu, 6(5). 

Yaniariza, Fairuz, & Yunita. (2022). Analisis Penyebab Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Tuntutan Masyarakat. Jurnal Pendidikan Tambusa, 6(2).