Tri Nurdiyanso 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Integrasi P5-STEAM merupakan sebuah terobosan dalam memberikan ruang tumbuh berpikir siswa di kelas. Urgensi pendidikan dalam menciptakan kualitas manusia yang berpikir kreatif, mengharuskan adanya wadah ruang tumbuh berpikir, tanpa ada sekat sentimen negatif dari perbedaan opini. Hal ini bukan tanpa sebab, karena PISA baru-baru merilis bahwa Indonesia masih dalam kategori rendah untuk siswa yang berpikir kreatif, bahkan berada di bawah rata-rata negara-negara OECD [1]. Survey yang dilakukan oleh Future of Jobs Report menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan inti (core skill) yang dibutuhkan di dunia pekerjaan, sedangkan urutan pertama ada kemampuan berpikir analitik[2]. Dengan demikian, seharusnya menjadikan ruang kelas di sekolah sebagai ladang subur bagi pertumbuhan kemampuan berpikir, baik itu kemampuan berpikir analitik maupun kreatif. Kurikulum Merdeka dengan karakteristik baru, P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila), menjadi cikal bakal yang baik bagi ruang tumbuh berpikir. Sedangkan, STEAM (Science, Technology, Engineering, Art and Mathematics) telah menjadi pendekatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran dan di semua jenjang pendidikan, dengan tujuan untuk memberikan kesempatan belajar yang lebih kaya[3]. Integrasi antara P5 dan STEAM menjadi titik peluang inovasi baru di pendidikan Indonesia karena keduanya memiliki kemiripan, yaitu identik dengan pembelajaran PBL (Problem Base Learning). Secara teknis, P5 akan menjadi tema yang akan dipelajari dan STEAM akan menjadi pendekatan pembelajaran yang bisa dilakukan di setiap mata pelajaran, sehingga tujuannya mengubah perhatian siswa untuk lebih memahami persoalan atau permasalahan yang lebih rumit daripada menghafal materi pelajaran. Pembelajaran yang berorientasi pada berpikir lebih kompleks lebih efektif daripada menghafal materi dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa [4]. Dengan demikian,capaian pembelajaran seperti Higher Oriented Thinking Skill (HOTS) akan tercapai, terlebih untuk kemampuan berpikir analitik dan kreatif. Adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia, akan memberikan kesempatan bagi masyarakat dalam mendapatkan pekerjaan maupun menciptakan lapangan pekerjaan. Tentu ini akan mengurangi tingkat pengangguran, sebaliknya menambah jumlah masyarakat yang memiliki daya beli yang baik. Ini akan menjadi langkah yang baik dalam menuju ketercapaian tujuan ke-10 SDGs. Proporsi middle income class akan meningkat dan secara tidak langsung kesenjangan sosial mulai berkurang. Jika skenario ini terjadi, maka kita percaya bahwa pendidikan berkualitas akan menjadi jembatan bagi kalangan ekonomi rendah ke kalangan ekonomi lebih tinggi. Kemampuan berpikir analitik akan mengubah persepsi dan mengidentifikasi fakta-fakta yang berkaitan terhadap permasalahan. Ditambah, kemampuan berpikir kreativitas memiliki peluang untuk mengubah cara pandang orang awam terhadap masalah kritis seperti perubahan iklim [5]. Kedua kemampuan ini akan berdampak pada arah perubahan sikap siswa dalam menghadapi isu perubahan iklim atau isu-isu lainnya. Salah satu tema P5 adalah ‘Gaya Hidup Berkelanjutan’, pendekatan STEAM akan memberikan dorongan yang luar biasa dalam mempelajari tema tersebut, baik memahami karakteristik sampai tindakan praktisnya. Melimpahnya manfaat dari pendidikan berkualitas yang menghasilkan lulusan yang mampu berpikir tingkat tinggi atau HOTS, tentu merancang pembelajaran menjadi hal yang sangat vital. Perlu diakui, fakta lapangan memberitahukan bahwa pelaksanaan awal program P5 menjadi tantangan setiap sekolah. Baik secara struktur maupun kebiasaan pembelajaran perlu banyak perubahan. Lalu bagaimana dengan ide integrasi P5-STEAM ini bisa diterima oleh setiap bidang ilmu? Pada dasarnya STEAM merupakan ilmu interdispliner yang membutuhkan kerja sama antar guru berbagai disiplin ilmu untuk menyiapkan kondisi pembelajaran yang kompleks. Sebagai contoh dalam mempersiapkan kerangka pembelajaran, kita bisa mengambil tema P5 yaitu Gaya Hidup Berkelanjutan. Guru bisa menggunakan kerangka pendekatan pembelajaran STEAM (Scaffolding, Tutoring, Engaging, Argumentasi, Modelling) yang telah dikembangkan oleh C.-L. Lin and C.-Y. Tsai, sebagai berikut [6]: Scaffolding. Guru menyediakan kelas lintas disiplin ilmu dan sumber belajar atau buku referensi, serta memandu siswa dalam menyelesaikan proyek. Survei lapangan, materi pelajaran, desain materi pelajaran, dan skenario lainnya bisa diadopsi oleh guru menjadi pembelajaran berbasis proyek guna menyediakan sumber daya kurikulum interdisipliner. Tutoring. Guru memberikan ilmu dasar kepada siswa untuk menyelesaikan proyek. Teman sebaya juga dimungkinkan untuk memberikan panduan atau pengetahuan kepada siswa lain, sebagai penguatan. Engaging. Siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran berbasis inkuiri dan berpartisipasi dalam penulisan proyek. Argumentation. Topik yang telah disediakan sebagai sumber pembelajaran seni liberal bagi siswa, sehingga siswa mampu mengembangkan pemikiran kritis mereka melalui argumentasi. Modelling. Guru menggunakan permainan atau animasi untuk melatih kemampuan penalaran logis siswa, selama mereka mempelajari pemodelan ilmiah atau matematika untuk melihat tren isu tersebut. Topik ‘Gaya Hidup Berkelanjutan’ bisa diurai menjadi tindakan praktis seperti menghitung daya listrik di rumah dan tagihannya di rumah masing-masing. Proyek kerja ini melibatkan mata pelajaran Fisika, Matematika, Biologi, Sosiologi, Geografi, Sejarah, Ekonomi, Teknologi Informasi, Bahasa, Olahraga, dan Seni. Disinilah, perlu andil besar guru dalam berdiskusi dan membuat perancangan matang dalam satu isu dengan kepentingan masing-masing ilmu. Topik ini tentu dekat dalam kehidupan siswa sehingga mereka mulai melihat, melakukan, dan mempertimbangkan efisiensi dari penggunaan Listrik. Pengalaman ini akan mengubah perilaku untuk lebih bijak dalam penggunaan Listrik. Dari bidang Teknologi Informasi, siswa bisa menghasilkan sebuah produk baik itu bersifat informatif maupun inovasi dalam menghasilkan atau penghematan konsumsi Listrik. Sudut pandang Biologi, juga menentukan baik buruknya dampak penggunaan Listrik. Bidang Fisika, guru bisa memberikan arahan atau materi tentang Listrik, sedangkan sudut pandang matematika dan sejarah adalah siswa bisa mempelajari pola aritmatika dari pengeluaran biaya maupun besaran konsumsi daya daya Listrik. Geografi juga menjadi peran penting dalam menentukan factor-faktor eksternal dalam penggunaan Listrik atau menentukan potensi sumber Listrik, sehingga jika dikolaborasikan dengan Fisika maupun IT, ini akan memberikan kesempatan siswa untuk berkarya tentang produk Listrik. Lantas bagaimana dengan ilmu lain, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Olahraga, maupun Seni? Hal ini bisa dijembatani dengan projek mereka membuat laporan atas produk mereka lewat majalah atau lewat website Sekolah. Bidang Olahraga sendiri pun bisa berperan bagaimana olahraga lari bisa menghasilkan listrik (perubahan energi gerak menjadi energi listrik). Seni pun bisa menjadi nilai tambah dalam pembuatan produk mengenai listrik, ini bilihat dari nilai estetika. Memang dari penjelasan ini sedikit rumit, namun bisa dilaksanakan jika guru-guru antar lintas bidang ilmu duduk Bersama untuk berdiskusi mengenai panduan pembelajaran. Ini baru satu tema, masih ada tema lain yang memiliki potensi untuk menumbuhkan ruang berpikir siswa melalui integrasi P5-STEAM. Referensi: [1] OECD, PISA 2022 Results (Volume III), vol. III. OECD, 2024. doi: 10.1787/765ee8c2-en. [2] World Economic Forum, Future of Jobs Report. 2023. [Online]. Available: www.weforum.org [3] H. Jho, O. Hong, and J. Song, “An Analysis of STEM/STEAM Teacher Education in Korea with a Case Study of Two Schools from a Community of Practice Perspective,” EURASIA Journal of Mathematics, Science and Technology Education, vol. 12, no. 7, Jul. 2016, doi: 10.12973/eurasia.2016.1538a. [4] S. Manalog and J. V. Aliazas, “Active Learning Strategies and Higher-Order Thinking Skills of Grade 10 Students,” Int Multidiscip Res J, vol. 3, no. 3, pp. 241–249, Sep. 2021, doi: 10.54476/iimrj255. [5] C. Thurley, “Infusing the Arts into Science and the Sciences into the Arts: An Argument for Interdisciplinary STEAM in Higher Education Pathways,” STEAM, vol. 2, no. 2, pp. 1–8, Nov. 2016, doi: 10.5642/steam.20160202.18. [6] C.-L. Lin and C.-Y. Tsai, “The Effect of a Pedagogical STEAM Model on Students’ Project Competence and Learning Motivation,” J Sci Educ Technol, vol. 30, no. 1, pp. 112–124, Feb. 2021, doi: 10.1007/s10956-020-09885-x.