fbpx
Pixabay/Tanja Cibulski

Hutan Pantai dalam Mengurangi Resiko Bahaya Tsunami

1. Pendahuluan

Informasi mengenai adanya potensi gempa dan tsunami di wilayah pantai selatan Jawa Timur, ramai dibicarakan masyarakat di media sosial.  Sebelumnya, kajian tim ahli BMKG menyebutkan potensi terburuk bencana tsunami adalah 26-29 meter di perairan selatan Jawa Timur dari gempa berkekuatan 8,7 SR di lepas pantai perairan Kabupaten Trenggalek. Informasi itu muncul usai pemaparan dalam webinar Kajian Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami di Jawa Timur pada Jumat (28/5/2021). Gaduh tsunami Jatim, sebenarnya masyarakat tidak perlu panik karena model skenario terburuk itu dibuat untuk merancang mitigasi,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com.

Hutan pantai menjadi salah satu upaya mitigasi dalam mengurangi risiko bahaya tsunami di masa depan. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Doni Monardo melihat manfaat dari hutan pantai bagi masyarakat yang berada di sepanjang pantai yang termasuk dalam zona merah bahaya gempa bumi dan tsunami. Doni mencontohkan beberapa jenis pohon yang dapat ditemui di beberapa tempat dan berfungsi sebagai penahan alami dari hantaman tsunami. Beberapa jenis pohon dapat ditanam dan cocok di pinggir pantai seperti pohon pule, ketapang, mahoni, waru, beringin dan kelapa. Dilihat dari jejak historis, kawasan Pantai Binuangeun pernah terdampak tsunami pada 300, 1.700 dan 3.000 tahun lalu. Tersimpan energi potensi bencana yang belum dapat diketahui kapan terjadinya. Kepala BNPB menekankan bahwa adanya jejak tsunami ini menunjukkan bahwa pemda dan masyarakat setempat harus meningkatkan kesiapsiagaan.

Hutan pantai merupakan tipe hutan penting di Indonesia yang tumbuh pada lahan kering di kawasan pesisir. Hutan pantai penting untuk menjaga stabilitas ekosistim pesisir. Misalnya melindungi pantai dari abrasi, mencegah intrusi air  laut dan sebagai habitat berbagai satwa. (sumber artikel: Kajian Ekologi Hutan Pantai di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Teluk Jakarta; Jurnal Komunikasi Penelitian, Volume  16 (6) 2004 dalam https://adoc.pub/kajian-ekologi-hutan-pantai-di-suaka-margasatwa-pulau-rambut.html, Bab Pendahuluan)

2. Metodologi Penelitian

Penelitian ini secara naratif dan deskritip berusaha secara sederhana menggambarkan, menganalisa dan menyimpulkan hal – hal yang bisa dilakukan dalam menghadapi bencana tsunami.

Data sekunder didapat dari website, buku, jurnal, peraturan – peraturan dan berita televisi.

3. Hasil dan Pembahasan

Ide untuk membuat hutan pantai (green zone) menjadi salah satu upaya mitigasi dalam mengurangi risiko bahaya tsunami di masa depan,  di bibir  – bibir pantai di daerah – daerah yang berpotensi tsunami, ini harus didukung, seperti pembuatan dan penanaman hutan – hutan bakau mangrove di dekat pantai utara Jakarta untuk mencegah banjir rob.

Karena seperti dikatakan Abdul Muhari pakar tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menyampaikan bahwa hutan pantai ini dapat mengurangi laju energi tsunami dan menahan koral besar. Abdul mengatakan bahwa karakter tsunami di kawasan ini membawa koral hingga 10 ton ke darat. Oleh karena itu, pohon-pohon dengan diameter besar dapat menahan laju koral tersebut. (sumber artikel: https://bnpb.go.id/berita/hutan-pantai-dapat-kurangi-risiko-bahaya-tsunami).

Hutan pantai bersama dengan hutan mangrove mampu meredam amukan gelombang tsunami dengan dua cara yakni, pertama, hutan pantai memecah gelombang air laut yang datang dan memperlambat kecepatan arus laut dan kedua, hutan pantai berperan sebagai kanal alami sehingga memperkecil volume air yang masuk ke wilayah daratan. Hutan pantai juga, menghambat material laut yang terikut oleh arus gelombang tsunami seperti sampan (perahu), batang kayu dan kapal kargo serta puing-puing lainnya. Sebagai contoh bagaimana hutan pantai melindungi masyarakat di daerah Lhok Pawoh, Sawang, Aceh Selatan, yang selamat dari tsunami karena memiliki padang lamun, pantai berbatu dan terumbu karang yang masih baik (WIP, 2005). WI-IP (2005) juga menemukan fakta bahwa Desa Ladang Tuha, Aceh Selatan yang memiliki hutan pantai yang rapat dan kompak juga selamat dari tsunami. Parameter penting dari hutan pantai yang dapat mereduksi amukan ombak tsunami adalah ketebalan hutan (forest width), kerapatan pohon (tree density), umur dan diameter pohon (age and tree diameter), tinggi (tree height) dan komposisi jenis (species composition) (Forbes and Broadhead, 2007). (Sumber artikel: Ekologi, Manfaat & Rehabilitasi Hutan Pantai Indonesia; Faisal Danu Tuheteru Mahfudz; Balai Penelitian Kehutanan Manado, Manado, 2012 dalam https://adoc.pub/ekologi-manfaat-rehabilitasi-hutan-pantai-indonesia.html, hal:75).

Parameter penting dari hutan pantai yang dapat mereduksi amukan ombak tsunami adalah ketebalan hutan (forest width), kerapatan pohon (tree density), umur dan diameter pohon (age and tree diameter), tinggi (tree height) dan komposisi jenis (species composition) (Forbes and Broadhead, 2007). Keasadaran masyarakat akan pentingnya hutan pantai di Indonesia mulai muncul pasca tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004. Di beberapa daerah di Indonesia, gerakan penyelamatan hutan pantai. Gerakan-gerakan tersebut muncul atas inisiatif individu, kelompok, lembaga-lembaga non pemerintah, maupun yang dikelola pemerintah daerah setempat. Untuk terus menggugah masyarakat Indonesia, (Sumber artikel: Ekologi, Manfaat & Rehabilitasi Hutan Pantai Indonesia; Faisal Danu Tuheteru  Mahfudz; Balai Penelitian Kehutanan Manado, Manado, 2012 dalam https://adoc.pub/ekologi-manfaat-rehabilitasi-hutan-pantai-indonesia.html, hal.75).

Ditambah lagi harus ada recana rute evakuasi di sosialisasi dalam migitasi becana kepada masyarakat. Rute – rute tersebut bisa ditanyakan langsung ke warga masyarakat sekitar, agar bisa lansung dipetakan, dan yang sudah dipetakan harus juga di sosialisasikan berupa:.simulasi dan penempelan penempelan brosur/spanduk.

4. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

  1. Ide untuk membuat hutan pantai (green zone) menjadi salah satu upaya mitigasi dalam mengurangi risiko bahaya tsunami di masa depan, di bibir  – bibir pantai di daerah – daerah yang berpotensi tsunami, ini harus didukung.
  2. Tsunami bisa dicegah atau bisa direduksi dampak dari bahaya tsunami, itu terjadi di Aceh 2004, di daerah Lhok Pawoh, Sawang, Aceh Selatan, yang selamat dari tsunami besar karena memiliki padang lamun, pantai berbatu dan terumbu karang yang masih baik dan Desa Ladang Tuha, Aceh Selatan yang memiliki hutan pantai yang rapat dan kompak.
  3. Pengembangan sistem mitigasi tsunami seyogyanya menjadi perhatian khusus untuk menjaga ketahanan pesisir dan keselamatan penduduk di kawasan pantai. Sejauh ini, terdapat beberapa alternatif sistem mitigasi yang dapat diaplikasikan dalam mereduksi daya rusak tsunami di daratan, yaitu relokasi pemukiman, pengembangan rute evakuasi, konstruksi escape building, penanaman hutan pantai, dan pembangunan konstruksi pengaman pantai. (sumber jurnal: Studi Interaksi Gelombang Tsunami Terhadap Struktur Mitigasi Dan Pengaruhnya Dalam Pembentukan Run-Up Di Daratan Pantai, Benazir at.all, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia dalam https://www.researchgate.net/publication/311384062_Studi_Interaksi_Gelombang_Tsunami_terhadap_Struktur_Mitigasi_dan_Pengaruhnya_dalam_Pembentukan_Run-up_di_Daratan_Pantai, Abstraksi)

Saran

  1. Sistem konstruksi bangunan – bangunan yang sudah ada di daerah berpotensi terjadi becana (zona merah) seperti bangunan dekat pantai, harus terus di pantau, dan yang akan membuat bangunan baru harus mengikuti peraturan, yaitu: Peraturan Menteri KKP Nomor 21/ Permen-KP tahun 2018, Pada Pasal 1 tertulis bahwa sempadan adalah daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, sedangkan Pasal 3 berbunyi, batas sempadan pantai dihitung berdasarkan tingkat risiko bencana, antaranya seperti gempa, tsunami, badai, erosi atau abrasi, dan banjir dari laut (sumber artikel:https://kkp.go.id/djprl/artikel/10950-permen-kp-nomor-21-tahun-2018-tentang-tata-cara-penghitungan-batas-sempadan-pantai).  Daerah – daerah yang langsung berhadapan dengan pantai sebaiknya tidak digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang permanen, namun bisa digunakan untuk toko – toko, jalan-jalan, pohon, tanaman dan sebagainya, karena daerah – daerah yang masuk zona merah di pinggir pantai dan perbukitan bukan untuk tempat pemukiman namun untuk daerah hijau (green zone)
  2. Kerentanan pesisir pantai Indonesia terhadap kedatangan tsunami diperlukan suatu perhatian khusus dalam mengupayakan konsep mitigasi yang terintegrasi dan berkesinambungan. Umumnya terdapat dua upaya mitigasi yang diterapkan dalam sistem penanganan bencana tsunami, yaitu soft structure dan hard structure. Pemanfaatan kondisi alami pantai itu sendiri disebut dengan soft structure seperti gumuk pasir (sand dunes), terumbu karang (termasuk artificial reef), dan hutan pantai (greenbelt). Penanganan secara hard structure tentunya membutuhkan biaya konstruksi yang besar dan juga mengganggu ekosistem di area pantai serta tidak tepat diaplikasikan pada pantai-pantai yang digunakan sebagai tujuan rekreasi. Proteksi jenis ini dapat dilakukan dengan membangun konstruksi giant sea wall dan juga bukit buatan. Hubungan dan tingkat keefektifan tipe sistem penanganan tsunami dalam menjalankan fungsionalnya perlu ditelaah lebih komprehensif. (sumber jurnal: Studi Interaksi Gelombang Tsunami Terhadap Struktur Mitigasi Dan Pengaruhnya Dalam Pembentukan Run-Up Di Daratan Pantai, Benazir at.all, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia dalam https://www.researchgate.net/publication/311384062_Studi_Interaksi_Gelombang_Tsunami_terhadap_Struktur_Mitigasi_dan_Pengaruhnya_dalam_Pembentukan_Run-up_di_Daratan_Pantai, Bab Pendahuluan)

Daftar Pustaka

Ekologi, Manfaat & Rehabilitasi Hutan Pantai Indonesia; Faisal Danu Tuheteru Mahfudz; Balai Penelitian Kehutanan Manado, Manado, 2012. 

https://bnpb.go.id/berita/hutan-pantai-dapat-kurangi-risiko-bahaya-tsunami

https://crisp.nus.edu.sg/coverage/tsunami/java/java20060719p7.html

https://www.kompas.com/tren/read/2021/06/04/094000465/ramai-potensi-gempa-87-sr-dan-tsunami-29-meter-di-jawa-timur-ini-penjelasan?page=all

Kajian Ekologi Hutan Pantai di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Teluk Jakarta; Jurnal Komunikasi Penelitian, Volume  16 (6) 2004.

Jurnal: Studi Interaksi Gelombang Tsunami Terhadap Struktur Mitigasi Dan Pengaruhnya Dalam Pembentukan Run-Up Di Daratan Pantai, Benazirc ct.all, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia

Peraturan Menteri KKP Nomor 21/ Permen-KP tahun 2018

#BerandaInspirasi #IndonesiaLestari