fbpx
Foto Bersama Sekretaris Umum Sinode Gereja Kristen Sumba

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia : Sebuah Tantangan Gerakan Intelektualisasi Oikoemenis !

Gerakan mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) saat ini memasuki suatu tantangan era globalisasi yang dimana mahasiswa saat ini di tuntut agar focus pada perkuliahan semata dengan alasan tantangan perkembangan jaman di Indonesia bahkan dunia. Hal ini yang membuat gerakan pelayanan ini seakan tersendat sedikit. Ya, saya berpikir begitu !. Kaum Mahasiswa Kristen sebenarnya tidak pernah beranjak pada pendirian iman dan intelektual saja, sehingga pendiriannya adalah benar adanya. Akan tetapi itupun tidak cukup sebenarnya.

Akan tetapi, ajaran GMKI tidak pernah hadir dalam situasi vakum sejarah. GMKI memang hadir dan di peruntukan dalam medan layan Gereja, Perguruan tinggi, dan masyarakat sehingga mengalami suatu pemaknaan “Pemanusiaan bagi tiga medan layan”. Proses itulah yang memunculkan Peristiwa kebudayaan organisatoris. Sehingga, kebudayaan organisatoris cukup berpengaruh dalam suatu proses kaderisasi intelektualisasi oikoemenis sebagai awal dan akhir dari sebuah kemerdekaan dalam kritialisasi iman Kristen dengan nilai-nilai Pancasila.

Kita mencoba melihat aspek historis dari gerakan ini agar membawa kita pada keistimewaan gerakan ini. Didalam wadah GMKI berteori-ria serta berfoya-ria bukanlah untuk memberi kepuasan hasrat intelektual, namun justru untuk sebuah perjuangan dan pelayanan agar mahasiswa lebih terarah dan terasah. GMKI justru tidak mau kader-kadernya tenggelam dalam alay Akademis dan juga tidak mau hanya terjerat oleh kesibukan aktivisme semata. Karena itu,kehadiran sebuah gerakan mahasiswa kristen Indonesia ini di inisiasi oleh suatu keinginan agar ketika mahasiswa Kristen yang berproses di dalam ketika selesai bermahasiswa tidak lagi bergumul atas “kenyataan” dan “Intelektual” dalam konteks sosial berbangsa dan bernegara. Agar dipahami sebenarnya tantangan akan kesiapan serta peluang ketika hadir di masyarakat yang telah terbentuk dari berbagai proses-proses sosial secara terus menerus. Dari dasar histioris tersebut, mengarahkan organisasi ini untuk selalu dinamis dalam melihat seluruh fenomena global yang memiliki dampak terhadap kehidupan seluruh umat manusia melalui seluruh agenda kontitusional baik pada level nasional maupun level lokal.

Mempersatukan secara dialektis dan timbal balik antara teori dan praktik inilah yang lazim kita sebut Praksis. Menurut hemat pikir saya, inilah salah satu keunggulan saat berorganisasi. Tidak terutama pada aspek akademisnya saja akan tetapi pada aspek otentitasnya juga. Karena ketika berada dalam dunia Mahasiswa, harus ada suatu pengalaman berharga,karena di dorong pada komitmen serta di ransang oleh mimpi menjadi suatu karya yang hidup, berdarah, berdaging dan berjiwa serta tidak kering dan gersang di atas bumi pertiwi. Upaya untuk menginter-relasikan dunia akademis dengan dunia pergerakan mahasiswa harus kita dorong terus oleh kita yang masih peduli untuk mencari pengalaman serta bekal hidup. Sebab hanya dengan demikian, dunia pergerakan mahasiswa tidak hanya di isi oleh para mahasiswa yang hanya bermodalkan nekad dan disisi lain dunia akademis tidak Cuma diisi oleh kegenitan para snobis IPK tinggi.

Mereka yang aktif di dunia organisatoris cenderung merasa terasingkan dari mahasiswa yang focus pada karir Akademisnya. Sedangkan, mahasiswa yang aktif atau hanya focus pada karir akademisnya cenderung akan merasa terasingkan dari konteks sosial mahasiswa sekitarnya. Akibatnya, mahasiswa akademis menjadi kian anorganisatoris, sementara mahasiswa organisasi akan semakin non-akademik. Dengan demikian, akibat fatalnya : yang satunya menjadi kehilangan relevansinya, sementara yang lain kehilangan makna, arah dan tujuannya yang pasti.

Padahal kita sama-sama tahu, bukan hanya organisatoris oikomenis yang memiliki dimensi intelektualisasi akademis. Akan tetapi, intelektualisasi harus memiliki dimensi organisatoris oikomenis. Bagi mahasiswa Kristen, berkiprah dalam organisasi pelayanan tidak boleh hanya menyalurkan hobi atau memenuhi ambisi. Tetapi, tidak kurang dan tidak lebih harus dilaksanakan sebagai jawaban iman bagi mahasiswa Kristen di Indonesia. Di sisi lain, kegiatan mahasiswa Kristen tidak boleh hanya merupakan kegiatan oikoemenikal spiritual yang tidak memiliki sangkut pautnya dengan realitas sosial sehari-hari. Sebab, sebagaimana telah sering dikatakan orang, teologi yang hidup adalah teologi tentang kehidupan. Yah, kehidupan yang nyata.

Sehingga,Mahasiswa Kristen di Indonesia sungguh membutuhkan kader-kader paripurna yang berbobot. Yaitu, kader-kader bangsa yang mempunyai dasar teologis, akademis, oikoemenis yang sehat dan keberakaran gereja yang kuat. Sekaligus kader-kader oikoemenis yang mempunyai kesadaran kebangsaan, kepekaan sosial serta semangat patriotism yang mendalam. Sehingga dari situ kader Gerakan mahasiswa Kristen adalah seorang kader yang perlu di berikan kesempatan kebebasan yang seluas-luasnya tapi memliki batasan yang sewajarnya. Karena, jika dicermati secara mendalam terdapat multi problem dalam lingup gereja yakni, melemahnya peran profetis gereja, rendahnya kualitas pendidikan kristen, ekonomi jemaat pada satu sisi dan penumpukan modal gereja pada sisi yang lain, dalam segmen medan layan Perguruan Tinggi kita dapat menemukan bahwa melemahnya fungsi perguruan tinggi dalam mewujudkan masyarakat yang sejahterah, adil dan demokratis, serta pada medan layan masyarakat dapat dijumpai pula bahawa kemiskinan, ketidak adilan, korupsi, perdagangan manusia, bencana alam dan lainnya telah menjadi santapan harian masyarakat Indonesia.