Melinda Rahmawati 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Setiap lapisan masyarakat Indonesia dari pelbagai generasi tentu sangat akrab dengan organisasi kepanduan yang dikenal dengan Pramuka atau Praja Muda Karana. Gerakan Pramuka yang hadir sebagai organisasi kepanduan induk hasil peleburan dari beberapa organisasi kepanduan lain, seperti: Pandu Rakyat, Hizbul Wathan, Nationale Padvinderij, Syarikat Islam Afdeling Pandu, dan organisasi kepanduan lain yang sudah berdiri sebelum tahun 1965 tumbuh dan mengemban tanggung jawab besar sebagai penyelenggara pendidikan luar sekolah yang membentuk kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepramukaan. Tentu saja, sebagai anggota Gerakan Pramuka terdapat komitmen diri yang harus ditepati dan dipegang teguh sepanjang hidup. Komitmen diri tersebut biasa disebut “Tri Satya” (untuk tingkatan Penggalang, Penegak, Pandega, dan Pembina), sedangkan pada tingkatan Siaga disebut dengan “Dwi Satya”. Serta, sepanjang hidup juga setiap anggota pramuka mengamalkan nilai-nilai kepramukaan yang paling mendasar. Nilai tersebut dikenal sebagai “Dasa Darma”. Dalam Dasa Darma, terdapat sepuluh nilai kepramukaan yang harus diamalkan, diantaranya: Takwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa; Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama Manusia; Patriot yang Sopan dan Kesatria; Patuh dan Suka Bermusyawarah; Rela Menolong dan Tabah; Rajin, Terampil, dan Bergembira; Hemat, Cermat, dan Bersahaja; Disiplin, Berani, dan Setia; Bertanggung Jawab dan Dapat Dipercaya; dan Suci Dalam Pikiran, Perkataan, dan Perbuatan. Kesepuluh poin dalam Dasa Darma dan Komitmen Diri dalam Tri Satya yang menghidupkan jiwa setiap anggota Pramuka ditengah lingkungan masyarakat sebagai Kode Kehormatan. Sumber: pramuka1303.or.id Pendidikan Kepramukaan tidak hanya sekadar melatih mental diri menjadi berdisiplin dan mampu bersosialisasi ditengah masyarakat, akan tetapi juga melalui kecakapan hidup pramuka juga mendorong setiap peserta didik untuk memiliki kepribadian yang beriman, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, mengamalkan nilai-nilai Pancasila, serta kecakapan hidup lainnya yang dapat berperan dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengembangan diri dalam Pendidikan Kepramukaan semakin bermakna dalam diri setiap peserta didiknya melalui metode pembelajaran yang interaktif dan progresif. Serta, dalam proses pembelajaran yang berlangsung diterapkan Sistem Among sebagai pondasi dasar dalam kepemimpinan yang dicontohkan oleh Pembina Pramuka. Kesinambungan antara implementasi kode kehormatan, metode pembelajaran yang interaktif dan progresif, serta pelaksanaan sistem among menjadikan Gerakan Pramuka sebagai lembaga pendidikan sekaligus pengabdian masyarakat yang terbuka dan dapat menjangkau segala elemen di masyarakat. Khususnya pada metode pembelajaran yang interaktif dan progresif yang disertai dengan pelaksanaan sistem among sejatinya bukan sebuah warna baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Metode pembelajaran dan Sistem Among tersebut sejatinya sudah diperkenalkan oleh tokoh pendidikan Indonesia sendiri, yakni Ki Hajar Dewantara melalui organisasi Taman Siswa yang didirikannya tahun 1922 silam. Pendidikan Indonesia yang berpegang teguh pada nilai “Tut Wuri Handayani” yang berarti “Dibelakang Mendorong dan Memberikan Motivasi Kemandirian”, menjadi faktor pendorong suasana pembelajaran yang mampu memantik kemandirian peserta didik. Serta memotivasi untuk selalu berinovasi sebagai upaya dalam pembangunan Indonesia masa depan. Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional sesuai amanat Pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Indonesia yakni ”Berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”, maka pendidikan kepramukaan turut mengambil peran dan tanggung jawabnya dalam pendidikan karakter yang mampu mengembangkan potensi peserta didik. Sumber: lombapramuka.id Mewujudkan Pendidikan Indonesia yang berkualitas, damai, adil, dan tangguh sejatinya tidaklah mudah. Ditengah masyarakat masih dapat kita temukan ketimpangan-ketimpangan pelaksanaan pendidikan di kota dan di desa, pemerataan fasilitas pendidikan dan tenaga pengajar yang belum optimal, hingga kasus dari perguruan tinggi yang belakangan hangat diperbincangkan. Termasuk masih terdapat stereotipe negatif mengenai pendidikan kepramukaan bahwa jika anak-anak mengikuti pendidikan kepramukaan, maka mereka akan mendapat perlakuan kasar dan militan. Padahal sesungguhnya pendidikan kepramukaan tidaklah menakutkan seperti yang dibayangkan. Dapat dilihat secara nyata dan saksama di pelbagai daerah yang mengaktifkan dan mengintegrasikan pendidikan kepramukaan dengan pendidikan formal, dalam proses pembejaran kepramukaan tidak ada tindakan kekerasan yang bersifat militan atau bahkan membahayakan. Sebaliknya, pendidikan kepramukaan selalu melatih peserta didiknya untuk berdisiplin, berani, dan setia sebagai nilai kehidupan yang patut dipegang. Pengamalan Dasa Darma tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan psikologis masing-masing peserta didik di setiap tingkatan. Selain itu, melalui metode pembelajaran yang interaktif dan progresif turut mendorong pembentukan peserta didik dalam memahami pentingnya sebuah kesetaraan, upaya meminimalisir kesenjangan, hingga mampu mengadirkan suasana perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh. Pendidikan formal di sekolah tentu saja sudah mempraktikan dinamika berorganisasi pada para peserta didik. Mulai dari lingkup terkecil seperti pengurus kelas, hingga lingkup lingkungan sekolah seperti pengurus OSIS. Namun, hanya pendidikan kepramukaan yang secara nyata melibatkan peserta didik dalam lingkup masyarakat luas. Sedari dini, peserta didik sudah diakrabkan dengan sekelumit dinamika yang ada di masyarakat. Lingkungan masyarakat yang luas dengan segala bentuk perubahannya yang menjadi sarana pembelajaran pendidikan kepramukaan. Sehingga peserta didik tidak hanya mengerti secara teori, tetapi mengetahui secara pasti segala kemungkinan yang akan terjadi ditengah masyarakat. Sumber: wartasuluh.com Pendidikan kepramukaan juga memiliki bidang tersendiri yang berkonsentrasi pada upaya perdamaian dan keadilan yang dikenal dengan “Messengers of Piece”. Keberadaan bidang Messengers of Piece dalam pendidikan kepramukaan menjadi bukti nyata bahwa scouting tidak hanya menyoal pada pembentukan karakter diri, tetapi juga turut mendorong dan memberi dukungan pada terciptanya perdamaian dan keadilan atas segala perbedaan dan kesenjangan. Terlebih didukung dengan sifat kelembagaan Gerakan Pramuka seperti yang tertuang pada Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang No. 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka bahwa “Gerakan Pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis”, sehingga segala bentuk kegiatan penunjang yang dilaksanakan murni untuk keperluan pendidikan dan pengajaran. Walaupun peran serta pendidikan kepramukaan dalam kurikulum nasional sudah termaktub dalam Permendikbud No. 63 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Kepramukaan Sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, akan tetapi penetrasi dari pendidikan kepramukaan itu sendiri tampak tidak optimal. Bahkan pendidikan kepramukaan menjadi tidak meninggalkan kesan pembelajaran apapun pada peserta didik. Sudah sepatutnya disadari bersama, bahwa untuk menghadirkan pendidikan Indonesia yang berkualitas, damai, adil, dan makmur seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Indonesia sangat diperlukannya sinergitas antara lembaga pendidikan formal dan nonformal. Termasuk Gerakan Pramuka yang turut mengemban tanggung jawab dalam menjadikan peserta didik memiliki nilai hidup sebagai masyarakat Indonesia. Pengimplementasian Permendikbud No. 63 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Kepramukaan Sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah harus sampai pada titik kebermaknaan dalam aktivitas pembelajaran, bukan sekadar regulasi semata. Dengan mengamalkan Dasa Darma Pramuka, kita dapat saling bersinergi dalam upaya mewujudkan pendidikan Indonesia yang lebih berkualitas. Serta mendorong terbentuknya iklim dunia pendidikan yang damai, adil, dan dapat memakmurkan negeri ini. Karena mendapatkan pendidikan yang berkualitas adalah amanat yang sudah tertuang dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 31 ayat 1. Dan Gerakan Pramuka hadir sebagai wadah pendidikan yang iklusif dan menghimpun partisipasi seluruh lapisan masyarakat untuk dapat turut serta dalam mencapai upaya tersebut. Generasi Emas Indonesia 2045 harus menjadi generasi yang dapat sungguh-sungguh menyadari asal-usul dirinya sebagai warga negara Indonesia, dibesarkan dengan nilai-nilai luhur bangsanya, dan memiliki ketangguhan dalam menghadapi segala tantangan perubahan zaman. Ditulis Oleh: Melinda Rahmawati Mahasiswi Magister Pendidikan IPS, Sekolah Pascasarjana-Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.