Ferry Soilo 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Cegah Intoleransi di Sekolah dengan Membangun Toleransi Melalui Pendidikan Karakter Menurut (Dharma, 2024) Intoleransi adalah sikap tidak menerima pendapat, keyakinan, dan perbedaan budaya orang atau kelompok lain. Sikap intoleransi ini merusak iklim pendidikan yang inklusif dan menghargai keberagaman, karena terjadi diskriminasi berdasarkan agama, etnis, bahkan pandangan politik di lingkungan sekolah. Intoleransi dapat berujung kepada perundungan bahkan tindak kekerasan. Kasus intoleransi di sekolah mencakup perundungan berbasis etnis, agama, dan status sosial. Fenomena ini menghambat perkembangan sosial dan emosional siswa serta menciptakan lingkungan belajar yang tidak sehat. Intoleransi beragama di sekolah sebagian besar disebabkan oleh lemahnya penekanan negara terhadap pendidikan toleransi, Fokus pada pendidikan toleransi ini tidak kondusif untuk menumbuhkan toleransi beragama di lingkungan informal, seperti lingkungan budaya sekolah dan komunitas siswa.(Adenta et al., 2024) Salah satu Peristiwa Intoleransi sempat terjadi di SMAN 1 Sumberlawang di Sragen pada 10 November 2022 dimana seorang siswi mengalami perundungan oleh gurunya karena tidak memakai jilbab. Hal itu membuat siswi tersebut ketakutan hingga membuatnya takut untuk ke sekolah. Orang tua siswi tersebut melapor ke Polisi terkait masalah itu. Guru tersebut kemudian meminta maaf atas perbuatannya. (https://www.detik.com/jateng/berita/d-6399927/siswi-sman-sragen-dirundung-gegara-tak-berjilbab-kini-ogah-sekolah) Intoleransi di sekolah memiliki dampak yang merugikan terhadap perkembangan peserta didik. Intoleransi mempengaruhi lingkungan belajar siswa karena menghambat dalam pengembangan keterampilan sosial, emosional dan fungsi kognitif siswa. (Dewi & Furnamasari, n.d.) Dampak Intoleransi Terhadap Perkembangan Psikososial Menurut teori tahapan perkembangan Erik Erikson, anak remaja (usia 13-21 tahun) sedang dalam tahap membangun identitas ( Identy vs Confusion). Identitas diri merupakan salah satu aspek perkembangan psikologis yang sangat penting bagi peserta didik, terutama pada masa remaja. Siswa yang mengalami diskriminasi atau perundungan karena intoleransi akan merasa kesulitan dalam membangun identitas yang sehat dan positif. Hal tersebut akan menyebabkan stress atau gangguan emosional yang menghambat perkembangan moralitas, termasuk menghambat perkembangan empati siswa. Ketika siswa tidak menghargai perbedaan dan melihat dunia dari perspektif orang lain, mereka cenderung kurang peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain. Akibatnya siswa sulit untuk membangun hubungan sosial yang sehat.  Dampak Intoleransi Terhadap Perkembangan Kognitif Menurut Teori perkembangan kognitif dari Jean Piaget, remaja berada pada tahap operasi formal (usia 12 tahun ke atas), di mana mereka mulai mampu berpikir abstrak, sistematis, dan logis. Pada tahap ini, mereka juga mulai mengembangkan kemampuan untuk mempertimbangkan perspektif orang lain dan merenungkan konsep-konsep yang lebih kompleks seperti keadilan dan moralitas. Namun, Intoleransi mengarahkan siswa pada pola pikir yang sempit, di mana siswa hanya melihat perbedaan agama sebagai sesuatu yang negatif akibatnya siswa akan kesulitan mengembangkan pemikiran yang lebih luas, abstrak dan kompleks tentang keberagaman dan inklusi. Selain itu, lingkungan intoleransi juga menyebabkan Menurunnya kemampuan berpikir kritis siswa dan kesulitan untuk memahami hal yanng bersifat kompleks. Hal ini dikarenakan Siswa yang menjadi korban intoleransi, akan mengalami stres emosional yang mengganggu fokus mereka dalam belajar. Siswa akan merasa tidak aman untuk mengekspresikan diri mereka atau berbagi ide. hal ini mengurangi kreativitas mereka, sebab Kreativitas berkembang dalam lingkungan yang mendukung kebebasan berpikir dan keberagaman ide. Kecemasan, ketakutan, atau rasa tidak dihargai akan mengalihkan perhatian siswa dari pembelajaran, yang berdampak pada kemampuan mereka untuk memproses informasi dan mengingat materi. Fenomena kasus intoleransi perlu dicegah melalui pengembangan pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan karakter di sekolah merupakan bagian integral dari program penguatan karakter. Karakter toleransi berfungsi untuk menumbuhkan kompetensi multikultural siswa. (Dan & Individu, n.d.) Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan masa depan generasi muda. Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat dinamis, selalu bergerak, selalu terjadi perubahan dan pembaharuan. Sekolah adalah tempat yang sangat strategis bahkan yang utama setelah keluarga untuk membentuk akhlak/karakter siswa. Bahkan seharusnya setiap sekolah menjadikan kualitas akhlak/ karakter sebagai salah satu kualitas yang harus dimiliki oleh setiap unsur dari sekolah itu Sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter peserta didik. Pendidikan karakter ini mencakup sikap saling menghormati, empati, dan penghargaan terhadap keberagaman. Di Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya, pendidikan multikultural sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan saling menghargai. .(Dewi & Furnamasari, n.d.) untuk memberikan Pendidikan toleransi di sekolah kita dapat menggunakan pendekatan lewat beberapa teori belajar. Teori Belajar Behaviorisme Salah satu teori belajar behaviorisme adalah teori pengkodisian klasik dari Ivan Pavlov. Pavlov terkenal karena eksperimennya dengan anjing, di mana ia menunjukkan bahwa respon terhadap stimulus tertentu dapat dipelajari. Dalam konteks ini, kita bisa mencoba mengubah respons siswa terhadap situasi yang melibatkan perbedaan (baik ras, agama, atau budaya) melalui pengkondisian yang sistematis. Dengan menggunakan prinsip-prinsip dari teori pengkondisian klasik, kita dapat mengidentifikasi stimulus apa yang mengarah pada intoleransi. Misalnya penampilan serta perilaku yang berbeda. Dengan Stimulus yang diidentifikasi , kita dapat menambahkan stimulus yang bersifat positif, misalnya kegiatan kolaborasi dari siswa dengan latar belakang yang berbeda. Tujuannya untuk memicu respon positif dari siswa. Melalui proses itu akan menciptakan pengkondisian melalui pengalaman yang positif. Sehingga dengan memberikan pendidikan penguatan Toleransi itu akan dapat memicu respon positif yang sama. Teori Belajar Konstruktivisme Salah satu Teori konstruktivisme adalah teori dari John Dewey. Dewey berpendapat bahwa pembelajaran yang efektif terjadi ketika siswa aktif terlibat dalam pengalaman dan memperoleh pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan sosial mereka. Teori ini dapat diterapkan untuk mengajarkan pendidikan toleransi dengan menekankan pada pengalaman langsung, refleksi, dan interaksi sosial dalam proses belajar. Contohnya dengan menciptakan lingkungan belajar di kelas yang demokratis. Hal ini akan membuat siswa terbiasa dalam menghadapi perbedaan terutama perbedaan pendapat atau pandangan sehingga mendorong siswa untuk melakukan pengambilan keputusan secara bersama. Selain itu, dapat menggunakan metode pembelajaran dengan bermain peran, hal itu akan mengajarkan siswa untuk dapat melihat dari perspektif orang lain. Sehingga pendidikan toleransi akan lebih efekif karena siswa belajar lewat pengalaman interaksi dengan lingkungan sosialnya.   Pendidikan toleransi merupakan hal yang sangat penting dari pendidikan karakter. Siswa perlu diajarkan untuk saling menghormati dan menghargai keyakinan orang lain, serta memahami bahwa setiap orang memiliki hak untuk dirinya masing masing. Oleh sebab itu, sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk membangun toleransi di lingkungan kita, demi mencegah tindakan intoleransi, terutama di dunia pendidikan.   Daftar Pustaka Adenta, A. G., Ichwansyah, E. D., & Anggraini, R. (2024). Implementasi Pembelajaran Kewarganegaraan Sebagai Upaya Menanggulangi Kasus Toleransi dan Diskriminasi di Sekolah. 3, 1–12. Dan, P., & Individu, K. (n.d.). OPERASIONAL ASPEK KEDAMAIAN , MENGHARGAI. 1, 61–70. Dewi, D. A., & Furnamasari, Y. F. (n.d.). Penguatan karakter toleransi sosial pada siswa SD melalui pembelajaran PKN. 146–153. Dharma, U. B. (2024). Pengembangan Potensi Diri dan Pembentukan Karakter sebagai Strategi Pencegahan Tiga Dosa Besar dalam Pendidikan: Studi Kasus di SMP Ay-Yusufiah Tangerang Rina Aprilyanti 1) , Hendra 2) , Rini Novianti 3) , Sutandi 4). 4(2), 197–208. https://doi.org/10.31253/ad.v4i2.3247  https://www.detik.com/jateng/berita/d-6399927/siswi-sman-sragen-dirundung-gegara-tak-berjilbab-kini-ogah-sekolah