Mutiara Syalomitha Sondakh 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Oleh : Mutiara Syalomitha Sondakh Pernakah kalian membayangkan bahwa, sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk belajar dan betumbuh, malah menjadi tempat yang menimbulkan luka yang mendalam bagi sebagian siswa? Namun sayangnya ini bukan sebuah khayalan, melainkan sebuah kenyataan pahit yang menghantui dunia pendidikan kita. Definisi dan Realitas Perundungan di Lingkungan Sekolah Perundungan atau lebih dikenal dengan sebutan bullying merupakan salah satu isu sosial yang sering terjadi di linkungan sekolah. Dalam KBBI, perundungan adalah proses, perbuatan merundung yang dapat diartikan sebagai seseorang yang menggunakan kekuatan untuk menyakiti atau menidas orang-orang yang lebih lemah darinya. Kasus perundungan sering sekali kita lihat lewat berbagai media, namun jarang diselesaikan hingga akarnya. Kasus Binus School Serpong: Cermin Tradisi yang Keliru Seorang siswa di Binus International School Serpong yang menjadi korban perundungan oleh 11 orang pelaku yaitu seniornya sendiri. Ia mengalami perundungan hanya karena sebuah “tradisi” untuk bergabung dalam sebuah geng, korban menerima kekerasan sebanyak dua kali dimana ia mendapat perlakuan tersebut dengan cara dipukul, disundut dengan rokok, dicekik, dan kemudian diikat ke sebuah tiang. Bayangkan saja seorang anak yang tidak membuat kesalahan mendapat perlakuan yang sangat buruk oleh kakak kelasnya. Kasus ini bukan yang pertama dan mungkin bukan yang terakhir. Apa sebenarnya akar dari masalah ini ? Mengapa kasus perundungan tidak pernah berakhir? Apa sebenarnya yang membuat pelaku tega melakukan ha tersebut kepada korban? Tentu saja ada alasan-alasan tertentu yang dimiliki oleh perundung sehingga melakukan perundungan. Alasan-alasan tersebut seperti: bercanda, asik, lucu, kesal dengan sikap korban, kepuasan senidiri, membalas (karena lebih dulu dibuli) dan ikut-ikutan (Soegijapranata, 2020). Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa masih kurangnya rasa empati dari siswa-siswi. Pola Pikir yang Salah di Lingkungan Sekolah Adapun alasan mengapa tindakan perundungan (bullyng) sangat sulit untuk dihilangkan karena kasus seperti ini sering kali diabaikan oleh lingkungan. Mulai dari teman-teman yang melihat tindakan tersebut memilih diam karena takut terlibat, guru atau pihak sekolah yang kadang mengaggap perundungan hanya sebagai “kenakalan biasa”, bahkan orang tua yang berpikir bahwa anaknya harus “kuat mental”. Sungguh tidak adil, bukan? Ini semua adalah pola pikir yang harus kita ubah. Karena membiarkan perundungan terjadi sama saja menjadi bagian dari tindakan tersebut. Perundungan bukanlah candaan yang bisa dibiarkan melainkan kekerasan yang memiliki dampak jangkah panjang pada korban. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Christiana di SD N Kebaraon 1 Surabaya menunjukkan bahwa dampak dari tindakan peerundungan dalam pendidikannya yaitu rasa takut untuk menyuarakan pendapat di depan kelas, mengalami luka fisik, tidak berani untuk memulai obrolan dengan teman, serta sulit untuk menjalin hubungan pertemanan di sekolah (Christiana, 2019, sebagaimana dikutip dalam Putra et al., 2024). Sehingga berdampak pada penurunan prestasi dalam belajar, kesulitan berkosentrasi, dan berkurangnya motivasi. Bukan hanya itu ada banyak dampak yang disebabkan oleh tindakan perundungan bagi siswa yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka. Dalam teori perkembangan seperti yang dikemukakan oleh Erik erikson, memberikan gambaran bahwa salah satu tahap perkembangan anak adalah membangun identitas diri dan hubungan sosial yang sehat. Namun pengalaman menjadi korban perundungan dapat menghambat mereka untuk mencapai tahapan perkembangan ini. Dalam teori Person-Centered yang dikemukakan oleh Carl Rogers, menekankan pentingnya penerimaan tanpa syarat dari individu terhadap dirinya sendiri. Namun sayangnya pengalaman perundungan menciptakan lingkungan yang berlawanan dengan hal ini. Korban perundungan sering merasa ditolak, dihakimi, dan tidak berdaya. Kondisi ini dapat membuat mereka merasa terjebak dalam pandangan negatif terhadap diri mereka sendiri. Hal ini tentunya akan menghambat perkembangan mereka. Peran Pendidikan Karakter dalam Mencegah Perundungan Sebagai masyarakat kita punya peran penting untuk menghentikan perundungan, baik sebagai orang tua, guru, teman sebaya, bahakan komunitas yang lebih luas harus bersama-sama menciptakan lingkungan yang anak bagi anak-anak. Saya yakin, langkah kecil yang kita lakukan akan membawa perubahan yang besar. Kita bisa mulai dengan hal yang sederhana, seperti mengajarkan anak-anak tentang pendidikan karakter, bagaimana cara menghargai perbedaan, berempati dan saling mengormati akan membentuk kebribadian yang memiliki rasa kepedulian terhadap sesama. Pendidikan karakter sangat penting untuk mencegah perilaku perundungan sejak dini. Anak-anak harus diajarkan untuk mengelola perasaan mereka, menghargai teman-teman mereka, dan memahami konsekuensi dari apa yang mereka lakukan. Di sisi lain, sekolah harus menjadi zona yang bebas dari perundungan dengan menetapkan kebijakan anti bullyng dimana guru tidak hanya mengajarkan pelajaran seperti fisika ataupun pelajaran lainnya tetapi juga harus menjadi panutan dalam melakukan nilai-nilai moral. Pendidikan karakter harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Sebagaimana yang telah dijelaskan, pendidikan karakter yang mencakup pengajaran tentang nilai-nilai seperti saling menghormati, empati, dan toleransi dapat menjadi fondasi yang kuat dalam membentuk perilaku siswa. Pendidikan ini tidak hanya tentang mengajarkan anak-anak cara berinteraksi secara sosial, tetapi juga memberikan mereka pemahaman tentang pentingnya menghargai perbedaan dan berperilaku dengan baik terhadap orang lain. Langkah Konkret Menghentikan Perundungan Dalam dunia pendidikan, sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk belajar dan berkembang, namun kenyataannya perundungan atau bullying justru sering terjadi dan menimbulkan dampak jangka panjang, baik pada fisik maupun psikologis peserta didik. Pendidikan karakter harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Di sisi lain, penting juga untuk meningkatkan kemampuan sekolah dalam mengenali dan menangani kasus perundungan. Sekolah harus membuat kebijakan anti bullyng dan kekekarasan (Soegijapranata, 2020). Penanganan yang tepat akan membantu para siswa merasa aman dan dapat kembali beraktivitas dengan baik tanpa rasa takut atau trauma. Selanjutnya, penting untuk menyadari bahwa pencegahan perundungan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah saja, tetapi juga orang tua dan masyarakat. Orang tua harus terlibat dalam membangun komunikasi yang terbuka dengan anak-anak mereka dengan memberikan perhatian yang lebih dalam mengarahkan anak-anak untuk mengembangkan rasa percaya diri yang sehat dan keterampilan sosial yang baik. Selain itu, sebagai masyarakat kita juga dapat berpartispasi dalam membangun lingkungan yang bebas dari perundungan. Langkah-langkah kecil seperti menjadi pendengar yang baik bagi korban, mereka sering kali hanya membutuhkan seseorang yang bisa memahami luka yang mereka rasakan. Sebagai masyarakat kita juga dapat membantu mereka yang berani berbicara melawan perundungan dengan ikut mengkampanyekan “Stop Bullyng” baik dalam kehidupan sehari-hari maupun menggunakan media sosial sebagai wadah yang dapat menjangkau lebih banyak khalayak. Pemerintah juga memegang peranan penting dalam mengatasi perundungan di sekolah-sekolah. Dengan memperkuat kebijakan pendidikan yang menekankan pada perlindungan anak dan menyediakan pelatihan bagi pendidik serta staf sekolah, pemerintah dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi peserta didik. Undang-undang yang mengatur pencegahan perundungan di sekolah seperti, Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Di Lingkungan Satuan Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016 (Permendikbud 18 Tahun 2016) tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru yang menggantikan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2014 tentang Masa Orientasi Siswa Baru (Soegijapranata, 2020) perlu ditegakkan dengan lebih tegas agar setiap pihak yang terlibat tahu bahwa perundungan bukanlah hal yang bisa dibiarkan. Pentingnya Kolaborasi Semua Pihak Secara keseluruhan, penyelesaian masalah perundungan membutuhkan kerjasama yang erat antara sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Semua pihak harus menyadari bahwa perundungan bukanlah masalah yang dapat diabaikan, tetapi harus segera ditangani dengan tegas. Jika kita berhasil menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, maka peserta didik akan memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi individu yang lebih sehat secara fisik dan mental, serta siap menghadapi tantangan kehidupan di masa depan. Mari bersama-sama saling mengingatkan pentingnya saling menghargai, karena dengan itulah kita bisa membangun dunia pendidikan yang lebih baik dan lebih damai untuk semua. Setiap langkah kecil kita adalah langkah besar bagi perubahan yang lebih baik di masa depan. Daftar Pustaka Prabowo, H. & Ningsih, E. (2021). Peran Pendidikan Karakter dalam Mencegah Perundungan di Sekolah. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 14(4), 201-213. Putra, A., Sholihin, M., & Sandi, Q. (2024). Dampak Kekerasan dan Perundungan ( Bullying ) di Lembaga Pendidikan serta Al-Hikmah Jurnal Studi Keislaman dan Pendidikan Dampak Kekerasan dan Perundungan ( Bullying ) di Lembaga Pendidikan serta Pencegahannya. January. https://doi.org/10.12065/al-hikmah.v10i2.5 Soegijapranata, U. K. (2020). Pencegahan Perundungan / Bullying di Institusi Pendidikan : Pendekatan Norma Hukum dan Perubahan Perilaku. 1(1), 1–15. BBC News Indonesia. (2024, Februari 21). Kasus bulling di Binus School Serpong. motif dan kronologi-Polisitetapkan empat tersangka. https://www.bbc.com/indonesia/articles/c4njy81z0dno