fbpx

Berani Bicara Untuk Membangun Dunia Pendidikan Tanpa Kekerasan Seksual

Berani Bicara Untuk Membangun Dunia Pendidikan Tanpa Kekerasan Seksual

Oleh : Tesalonika Y. Gahansa

Ketika saya melihat video di tiktok dalam akun Kompastv Indonesia yang lagi viral tentang kekerasan seksual yang terjadi dalam dunia pendidikan di sekolah menengah atas Gorontalo, saya bertanya-tanya kenapa bisa itu terjadi? Apa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan seksual? 

Kekerasan seksual merupakan permasalahan yang sangat serius dalam dunia pendidikan di Indonesia. Masalah ini dapat menyebabkan dampak yang sangat serius untuk masa depan dari korban, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistem pengawasan dan perlindungan dalam melindungi peserta didik. Yang menjadi fokus pembahasan ini adalah menganalisis dampak kekerasan seksual terhadap perkembangan peserta didik dari berbagai aspek psikologis, akademis, dan sosial.

Mengapa topik ini penting? Karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan di lingkungan yang aman dan dapat mendukung perkembangan mereka. Namun, ketika kekerasan seksual hadir atau terjadi di lingkungan pendidikan, menimbulkan masalah besar yang dapat menghambat seluruh aspek perkembangan peserta didik.

Saya melihat berita di media sosial (Tiktok) dalam akun Kompastv Indonesia, bagaimana didalam video itu ditayangkan kasus yang menggemparkan dunia pendidikan di Indonesia tahun 2024 yaitu kasus pelecehan seksual di sebuah sekolah menengah atas Gorontalo, di mana seorang guru diduga melakukan pelecehan seksual terhadap siswi. Kasus ini menimbulkan munculnya pertanyaan-pertanyaan serius: Kenapa bisa lingkungan pendidikan yang seharusnya membentuk pribadi dari peserta didik bahkan tempat untuk menuntut ilmu malah menjadi tempat terjadinya kekerasan? Dimana peran pengawasan dan sistem perlindungan peserta didik.

Analisis Komprehensif Trauma Berkepanjangan Pada Korban Kekerasan Seksual

Dampak yang akan terjadi jika seseorang mengalami kekerasan seksual, menurut penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Santoso (2023) dalam jurnal “ Trauma dan Dampak Psikologis Kekerasan Seksual pada Peserta Didik” korban kekerasan seksual mengalami: Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), depresi dan kecemasan, penurunan self-esteem, dan gangguan tidur dan konsentrasi. (Putri & Santoso, 2023)

Penelitian Widodo et al. (2023) dalam “Analisis Prestasi Akademik Korban Kekerasan Seksual” menunjukkan dampak: Penurunan nilai akademik yang signifikan, ketidakmampuan fokus dalam proses pembelajaran, peningkatan tingkat ketidakhadiran, dan tingginya risiko putus sekolah.(Widodo et al, 2023)

Berdasarkan studi longitudinal oleh Rahman (2024) dalam “Dampak Sosial Kekerasan Seksual Pada Remaja” yaitu isolasi sosial, sulit membangun kepercayaan, gangguan dalam hubungan interpersonal, dan merasa dikucilkan. (Rahman, 2024)

Mengapa sistem pengawasan di sekolah tidak mampu atau sangat lemah dalam mencegah kasus kekerasan seksual? Bagaimana bisa pelaku yang notabene adalah pendidik, justru menghianati tanggungjawab yang di berikan? Dan mengapa bisa korban sering kali takut melaporkan kejadian yang dialaminya? 

Berdasarkan teori perkembangan peserta didik, masa remaja merupakan masa yang sangat serius, butuh pendampingan dalam mengambil tindakan karna dalam masa ini mereka sedang mencari jati diri, atau pembentukan identitas dan kosep diri mereka. Dalam teori perkembangan psikososial menurut Erikson, perkembangan manusia terjadi dalam delapan tahap yang masing-masing memiliki konflik utama. Kekerasan seksual dapat menghambat penyelesaian konflik ini, pertama tahap percaya vs tidak artinya jika kekerasan seksual terjadi pada usia dini, kepercayaan dasar pada orang lain dan dunia bisa terganggu, menyebabkan rasa tidak aman yang mendalam. Kedua tahap inisiatif vs rasa bersalah artinya anak yang menjadi korban mungkin merasa bersalah, takut, atau malu, sehingga inisiatifnya terhambat. Ketiga tahap identitas vs kekacauan identitas artinya kekerasan seksual pada remaja dapat mengacaukan pembentukan identitas diri, terutama dalam memahami hubungan interpersonal dan peran gender.

Kekerasan seksual yang terjadi pada masa ini dapat berpengaruh buruk pada proses perkembangan. Termasuk dalam perkembangan kognitif yaitu terjadinya: gangguan konsentrasi dan memori, penurunan kemampuan problem solving, dan kesulitan dalam pengambilan keputusan, dalam perkembangan sosial-emosional yaitu kesulitan mengelolah emosi, gangguan attachment, dan masalah dalam hubungan sebaya, dan terakhir dalam perkembangan moral yaitu distori pemahaman tentang nilai dan norma, kebingungan dalam menilai baik atau buruk, dan krisis kepercayaan terhadap otoritas. Bahkan dapat menimbulkan masalah yang lebih dari itu, bisa saja korban kekerasan seksual dapat mengakhiri hidupnya karena trauma yang di alami. 

Strategi Komprehensif Pemulihan dan Pencegahan untuk Masalah Kekerasan Seksual

Parahnya kekerasan seksual dalam dunia pendidikan, maka harus ada solusi untuk menanggulangi masalah ini, Menurut penelitian Nugroho et all (2024) dalam Implementasi Sistem Pencegahan Kekerasan Seksual di Sekolah, maka diperlukan: Pembentukan tim khusus pencegahan kekerasan seksual, pelatihan rutin untuk seluruh staff sekolah, sistem pengawan berlapis, dan protokol pelaporan yang jelas. Perlunya pendampingan korban, dalam penelitian Safitri (2024) tentang “ Model Pendampingan Psikologis di Lingkungan Pendidikan” merekombinasikan: trauma-informed counseling, pendampingan psikologis berkelanjutan, support group therapy, dan Rehabilitasi akademik. Kemudian adanya reformasi sistem. Berdasarkan studi Wahyuni dan Pratama (2024) dalam “Reformasi Sistem Perlindungan Peserta Didik” memberikan solusi penguatan kebijakan zero tolerance, sistem screening ketat untuk rekrutmen pendidik, evaluasi berkala kesehatan mental pendidik, dan pemberdayaan komite sekolah dalam pengawas. 

Perlunya intervensi holistik korban kekerasan seksual yaitu dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut: pertama pendekatan pemulihan psikologis yaitu terapi trauma berbasis klinis, konseling berkelanjutan, dukungan psikologis individual, dan terapi kelompok pemulihan. Kedua rehabilitasi sosial yaitu pemulihan kepercayaan, reintegrasi komunitas, program dukungan sebaya, dan pemberdayaan korban. Ketiga pemulihan akademis yaitu pendampingan akademik, program akselerasi pembelajaran, penyesuaian kurikulum adaptif, dan bimbingan konseling pendidikan. Keempat sistem pencegahan struktural yaitu kebijakan perlindungan ketat, sistem pelaporan aman, edukasi pencegahan, dan pengawasan berkelanjutan. Kelima intervensi hukum dan advokasi yaitu pendampingan hukum, perlindungan identitas korban, penanganan komprehensif, dan mediasi dan keadilan restoratif. 

Pemulihan korban kekerasan seksual membutuhkan pendekatan komprehensif, multidisiplin, dan berkelanjutan. Kolaborasi antara psikolog, pendidik, lembaga hukum, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan intervensi. Catatan Penting: Setiap korban memiliki keunikan trauma dan kebutuhan pemulihan yang berbeda. Pendekatan personal, empati, dan penghormatan martabat korban adalah prinsip utama dalam setiap intervensi.

Kekerasan seksual terhadap peserta didik merupakan kejahatan serius yan perlu diberantas karena dapat menimbulkan dampak yang merusak seluruh aspek perkembangan korban. Untuk itu diperlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan seluruh stakeholder pendidikan untuk mencegah dan menangani kasus ini. Reformasi sistem, penguatan pengawasan, dan peningkatan kesadaran masyarakat menjadi kunci utama dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung perkembangan optimal peserta didik.

Dalam setiap helai air mata yang tak terucap, dalam setiap mimpi yang pernah terkoyak, dan dalam setiap luka yang tersimpan dalam keheningan, terdapat kisah kekuatan yang tak terbayangkan. Kekerasan seksual bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjalanan transformasi yang paling menakjubkan dalam kehidupan manusia. Bayangkan seorang individu yang menghadapi momen terkelam dalam hidupnya. Saat dunia seakan runtuh, dan setiap nafas terasa begitu berat. Namun, di balik kegelapan itu, terdapat cahaya tak ternilai bernama resiliensi-kemampuan untuk bangkit, untuk sembuh, untuk memulihkan diri. Artikel ini bukan sekadar tentang dampak traumatis, melainkan tentang: Kekuatan pemulihan yang tak terbatas, Strategi mengubah luka menjadi kekuatan, perjalanan dari korban menjadi pejuang, dan rekonstruksi martabat dan harapan. Setiap korban kekerasan seksual memiliki cerita uniknya sendiri. Setiap cerita adalah sebuah deklarasi: “Saya lebih dari apa yang telah terjadi padaku. Saya adalah pejuang, saya adalah pemenang.”

Sebagai penutup, mari renungkan pendidikan seharusnya menjadi tempat untuk mengeksplorasi peserta didik dan membentuk pribadi mereka untuk berkembang dengan baik, bukannya malah menjadi tempat untuk melakukan kekerasan seksual, yang merusak masa depan mereka. Sudah saatnya bertindak lebih tegas dan proaktif dalam melindungi generasi penerus bangsa. Jangan biarkan masalah kekerasan seksual terus terjadi, mari berantas masalah ini agar kita bisa hidup dalam dunia pendidikan yang aman dan nyaman, jangan biarkan kekerasan seksual merusak pendidikan.

 

Daftar Pustaka

Nugroho, A., Pratama, R., & Widiyanto, S. (2024). Implementasi Sistem Pencegahan Kekerasan Seksual di Sekolah. Jurnal Manajemen Pendidikan, 9(1), 45-62.

Putri, D. A., & Santoso, B. (2023). Trauma dan Dampak Psikologis Kekerasan Seksual pada Peserta Didik. Jurnal Psikologi Pendidikan, 15(2), 78-95.

Rahman, M. (2024). Dampak Sosial Kekerasan Seksual pada Remaja. Jurnal Sosiologi Pendidikan, 12(1), 33-50.

Safitri, N. (2024). Model Pendampingan Psikologis Korban Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan. Jurnal Konseling Indonesia, 7(2), 12-29.

Wahyuni, S., & Pratama, R. (2024). Reformasi Sistem Perlindungan Peserta Didik. Jurnal Kebijakan Pendidikan, 11(1), 56-73.

Widodo, J., Setiawan, A., & Rahayu, P. (2023). Analisis Prestasi Akademik Korban Kekerasan Seksual. Jurnal Pendidikan Indonesia, 8(1), 67-84.

https://www.bbc.com/indonesia/articles/c4g5evj18nwo 

@kompastv.indonesia

Guru di Gorontalo yang Berbuat Asusila dengan Muridnya Terancam Dipecat DH (57), guru Madrasah Aliyah Negeri/MAN di Gorontalo terancam dipecat. Hal ini lantaran kasus dugaan kasus dugaan tindak asusila terhadap seorang siswi di sekolahnya masuk tahap penyelidikan. Polres Gorontalo telah menetapkan DH sebagai tersangka usai polisi memeriksa delapan orang saksi. Kasus ini bermula ketika paman korban melaporkan tindakan bejat DH setelah video asusila guru dan siswi viral di media sosia. Kementerian Agama (Kemenag) turut menyikapi kasus tersebut dan memastikan akan memberikan sanksi berat terhadap guru madrasah di Gorontalo yang diduga melakukan tindakan asusila dengan muridnya. Sahabat KompasTV juga bisa memperoleh informasi terkini melalui website www.kompas.tv. #gurugorontalo #kemenag #asusila #gurumuridviraltiktok #viralguru

♬ original sound – KompasTV – KompasTV