Kristiani della kadera 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Mengubah Mindset Tentang Perundungan di Sekolah Untuk Masa Depan Yang Lebih Baik Oleh : Kristiani Della Kadera Istilah perundungan atau biasa dikenal dengan bullying, dalam kehidupan zaman sekarang terdengar tidak asing lagi dengan istilah ini. Perundungan atau bullying merupakan kekerasan dalam jangka panjang baik itu fisik atau psikologis, yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok dan diarahkan terhadap individu yang tidak mampu membela dirinya (Nugroho et al., 2020). Perundungan ini bisa dikatakan sebagai tindakan yang disengaja yang dilakukan berulang-ulang kali untuk menyakiti bahkan mengintimidasi para korban yang dirasa lemah, tidak bisa berbuat apa-apa. Dalam kehidupan kita sehari-hari sering kita jumpai kasus-kasus perundungan, baik itu dimedia sosial atau kita saksikan secara langsung ataupun dialami langsung oleh kita. Perundungan layak nya menjadi suatu hal yang biasa saja, mungkin dikarenakan banyak kasus yang tidak ditindak lanjuti maka hal yang serius seperti ini menjadi hal yang sepele saja. Perundungan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti perundungan lewat media sosial (cyberbullying), perundungan fisik, ada juga perundungan verbal (Asnawi, 2019). Perundungan di media sosial, dimana pelaku menggunakan platfrom media sosial sebagai tempat untuk menghina dan menyakiti dalam dunia maya yang dilakukan secara sengaja. Perundungan fisik berupa tindakan memukul dan melukai seseorang yang menjadi korban bullying. Perundungan verbal yang dilakukan lewat penyampaian secara lisan berupa kata-kata untuk mengejek orang lain. Perilaku perundungan ini memiliki dampak yang dialami dalam kurun waktu yang lama dan bisa berujung fatal. Ada banyak pengaruh perundungan pada fisik, psikologi seperti: Korban akan mengalami masalah-masalah seperti depresi, dapat berdampak terhadap kesehatan mental mereka, merasa ketakutan, gangguan kecemasan, menurunnya prestasi belajar, suka menyendiri, mengucilkan diri, dan akan sulit untuk membangun hubungan dengan orang lain (susah berbaur) bahkan berkeinginan untuk bunuh diri. (Dahu1 & Al Maani’ul Karoba2, 2023) Tindakan perundungan ini dilatar belakangi oleh faktor-faktor yang menjadi penyebab bullying dilakukan, faktor-faktor tersebut bisa dari individu dimana pelaku merasa secara fisik lebih kuat dari pada korban yang secara fisik lemah. Kemudian karena faktor keluarga, peran orangtua dalam tumbuh dan kembang seorang anak itu sangatlah penting, ketika dalam masa petumbuhannya orangtua kurang memberikan perhatian, kehangatan, dan pengasuhan yang keras maka perundungan tampaknya bisa terjadi karena faktor keluarga. Ada juga karena lingkungan sekitarnya, perundungan bisa dari kelompok pergaulan yang memiliki pengaruh besar untuk melakukan tindakan perundungan, karena dilihat sekarang ini teman justru mendorong perilaku yang negatif untuk menjukkan kekuatan dalam kelompok tertentu. Menghapus Budaya Perundungan: Fenomena Senioritas di Dunia Pendidikan Apakah Anda pernah membayangkan dunia tanpa perundungan (bullying)? Coba sejenak kita bayangkan bagaimana kehidupan tanpa adanya tindakan perundungan, pastinya kehidupan kita akan sangat berubah, tidak ada lagi perlakuan yang menyakitkan sesama tidak ada kata ejekan, atau kata-kata kasar yang bisa menyakiti dan merusak semangat hidup seseorang. Ketika keadaan dunia seperti itu, pastinya setiap orang akan merasa aman, dihargai, tidak cemas saat berinteraksi, tidak takut dalam mengekspresikan diri dan yang pastinya tidak ada luka yang membekas di hati banyak orang akibat perundungan (bullying). Tapi pada kenyataannya, zaman sekarang ini berbicara lain. Tindakan perundungan sekarang sudah menjadi hal yang sangat-sangat sulit untuk dihindari, bullying yang terjadi baik itu di sekolah, di tempat kerja, dan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi saat ini menjadi salah satu bentuk sumber untuk melalukan perilaku perundungan yang akan sulit untuk dihindari. Tindakan perundungan (bullying) dapat terjadi dimana saja, bisa disekolah, di lingkungan sekitar, maupun di rumah. Namun untuk kali ini saya akan membahas perilaku perundungan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Kenapa dalam dunia pendidikan? Karena kebanyakan kasus-kasus yang marak terjadi sekarang ini, yang kita temui itu berasal dari lingkungan pendidikan atau di sekolah, lebih khusus perundungan dikalangan mahasiswa. Penyebab terjadinya perundungan di kalangan mahasiswa ada banyak faktornya, mungkin karena masalah pribadi. Tapi kebanyakan faktor yang memicu ialah interaksi antar mahasiswa yang sudah menjadi tradisi dalam bangku perkuliahan yaitu “senior-junior”. Sebutan itulah yang sering digunakan untuk menunjukkan senioritas, di mana seorang senior akan menunjukkan sikap yang sombong, sikap yang merasa berkuasa terhadap mahasiswa baru (junior), ini dapat melahirkan sebuah perilaku kekerasan baik itu secara verbal maupun non verbal. Banyak kasus yang dapat kita dilihat di media sosial tentang perilaku seorang senior yang merasa dirinya lebih berpengalaman, lebih pandai, mungkin merasa tersaingi maka di situlah timbul iri hati dan rasa tidak terima sehingga menyebabkan adanya perilaku kekerasan oleh seorang senior kepada juniornyaa, ini biasanya terjadi saat masa ospek/orientasi kampus. Sebagai contoh kasus, saya mengambil kasus yang terjadi pada bulan lalu yang sempat menjadi sorotan publik dimedia sosial mengenai tindakan perundungan di program ilmu penyakit dalam RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Kasus perundungan ini berdasarkan berita di media massa yang saya baca menyatakan bahwa bentuk perundungan yang dialami oleh peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS) junior berupa ancaman, kekerasan secara verbal dan kekerasan nonverbal yang dilakukan oleh PPDS seniornya. Dalam khasus ini juga budaya perundungan sudah di normalisasikan oleh sebagian pihak, termasuk PPDS senior, dokter penanggung jawab pelayanan, dan supervisor pendidikan, mereka menganggap bahwa perilaku perundungan dalam dunia pendidikan dokter merupakan hal yang biasa terjadi. Perundungan ini sudah terjadi berulang ulang kali meskipun telah diberikan peringatan sebelumnya, ini menandakan bahwa perilaku seperti ini sudah di anggap hal yang sepele dan harus ditangani secara serius, jika dibiarkan saja maka ini akan menjadi suatu kebiasaan yang lama kelamaan akan menjadi budaya.(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20241008175344-20-1153061/prodi-penyakit-dalam-rs-kandou-manado-disetop-imbas-kasus-bullying/amp) Seperti halnya mengenai teori pengkondisian klasik, interaksi antara PPDS junior dan senior bersifat netral, tetapi ketika adanya kekerasan dan ancaman, maka PPDS junior akan merespons dengan merasa takut, cemas. Tapi dalam kasus ini sudah di ambil langkah tegas oleh kementrian kesehatan (kemenkes) yaitu dengan membekukan sementara kerja sama dengan fakultas kedokteran unsrat terkait program ilmu penyakit dalam. Pembekuan yang dilakukan sebagai cara untuk mencegah adanya korban baru. Kasus ini mencerminkan bahwa pentingnya untuk menerapkan budaya anti perundungan dalam suatu ruang lingkup pendidikan, ini juga menjadi usaha untuk menghapus kesan yang menormalkan tindakan perundungan dalam proses pendidikan. Peran Individu, Keluarga, dan Masyarakat dalam Mencegah Perundungan Dalam mencegah terjadinya tindakan perundungan memerlukan kerjasama yang melibatkan individu, sekolah, dan masyarakat, Perlu adanya kesadaran dari setiap pribadi kita tentang perundungan melalui sosialisasi ataupun edukasi, baik itu dari pihak sekolah atau dari keluarga. Dalam perilaku yang seperti ini sangat membutuhkan peranan orangtua dalam proses perkembangannya. Semua orangtua pastinya tidak ingin anak nya menjadi korban perundungan, orangtua dapat memahami anaknya, ketika anak sudah menunjukkan sikap tidak seperti biasanya maka orangtua dapat lebih memperhatikan dan peduli terhadap kesehatan mental anak. Langkah awal untuk mencegah terjadinya perundungan dimulai dari diri kita sendiri, meskipun dalam benak kita ini merupakan hal yang sulit untuk dilakukan mengingat sudah menjadi hal yang biasa, tapi bukan berarti kita tidak bisa berupaya untuk menciptakan dunia tanpa adanya perundungan. Mulailah dengan sikap saling menghormati, menunjukkan sikap empati, dan menggunakan kata-kata yang membangun. Bayangkan saja dunia tanpa adanya perundungan pasti akan terasa damai dan aman, setiap orang memiliki peranan penting dalam mencegah tindakan yang tidak mencerminkan manusia yang berakhlak maka kalau bukan dari kita, dari siapa lagi? Dan perubahan yang besar itu dimulai dari sebuah mimpi kecil. DAFTAR PUSTAKA Asnawi, M. H. (2019). Pengaruh Perundungan Terhadap Perilaku Mahasiswa. Jurnal Sinestesia, 9(1), 33–39. https://sinestesia.pustaka.my.id/journal/article/view/46 Dahu1, M. G., & Al Maani’ul Karoba2, H. (2023). Dampak Bullying Terhadap Keberlangsunggan Generasi Muda. Jurnal Ilmu Sosial, 2(12), 2024–2109. Novitasari, T. N., & Atrup. (2024). Body Shaming , Perundungan yang Merusak Masa Depan Remaja. Jurnal Senja KKN, 1(1), 318–324. Nugroho, S., Handoyo, S., & Hendriani, W. (2020). Identifikasi Faktor Penyebab Perilaku Bullying di Pesantren: Sebuah Studi Kasus. Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan, 17(2), 1–14. https://doi.org/10.25299/al-hikmah:jaip.2020.vol17(2).5212 Sigalingging, O. P., & Gultom, M. (2023). Peranan Orang Tua Dalam Mengatasi Perundungan (Bullying) pada Anak. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1), 26–32. http://jpm.usxiitapanuli.ac.id Tang, I., Supraha, W., & Rahman, I. K. (2020). Upaya mengatasinya perilaku perundungan pada usia remaja. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 14(2), 93. https://doi.org/10.32832/jpls.v14i2.3804 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20241008175344-20-1153061/prodi-penyakit-dalam-rs-kandou-manado-disetop-imbas-kasus-bullying/amp https://www.liputan6.com/amp/5745373/ada-kasus-bullying-kemenkes-bekukan-ppds-ilmu-penyakit-dalam-fakultas-kedokteran-unsrat https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/10/09/perundungan-ditemukan-di-rs-kandou-manado-aktivitas-pendidikan-penyakit-dalam-dihentikan-sementara