Putri Anggreyani 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Pendahuluan Melalui artikel ini, penulis membahas keterkaitan antara kualitas pendidikan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Indonesia dengan fokus utama pada kesenjangan antara kualitas pendidikan dengan sektor industri. Kesenjangan ini berdampak signifikan terhadap upaya Indonesia dalam mencapai ekonomi berkelanjutan. Tantangan Pasca Masa Pendidikan Masa pendidikan merupakan masa penuh harapan besar untuk dapat mengaktualisasikan diri sesuai displin ilmu yang telah digeluti. Namun, realitas seringkali jauh dari harapan. Fenomena kesulitan mendapatkan pekerjaan belakangan ini cukup sering kita dengar. Persaingan kerja semakin ketat seiring dengan bertambahnya jumlah lulusan universitas dan juga sekolah menengah setiap tahun, sehingga tantangan dalam memperoleh pekerjaan semakin berat. Berdasarkan data BPS tahun 2024, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia per Februari 2024 mencapai 7,2 juta orang (5,2% dari total penduduk) dengan komposisi terbesar merupakan TPT lulusan SLTA umum dan kejuruan masing-masing sebanyak 2,11 juta dan 1,62 juta orang, disusul oleh TPT lulusan universitas sebanyak 871,86 ribu orang. Data IMF per April 2024 juga menunjukkan bahwa tingkat pengangguran Indonesia menempati posisi pertama diantara negara-negara ASEAN lainnya. Masalah Ketersediaan Tenaga Kerja di Sektor Industri Namun demikian, di sisi lain sektor industri juga menghadapi tantangan besar dalam menemukan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Survei Manpower Group menunjukkan bahwa hampir 4 dari 5 perusahaan di seluruh dunia, termasuk Indonesia, merasa kesulitan menemukan tenaga kerja yang kompeten dengan keterampilan praktis dan soft-skills yang memadai. Perkembangan teknologi, seperti Artificial Intelligence juga berdampak pada perubahan lanskap pekerjaan secara dinamis. Data World Economic Forum menyimpulkan bahwa perubahan teknologi mempengaruhi lebih dari 50% pekerjaan saat ini. Kesenjangan antara kualitas pendidikan dan kebutuhan sektor industri terlihat dari tingkat talent shortage yang kini terus mengalami kenaikan, yakni sebesar 45% (tahun 2019), 54% (tahun 2020), 69% (tahun 2021), 75% (tahun 2022), dan 77% (tahun 2023). Pentingnya Sumber Daya Manusia yang Berkualitas untuk Ekonomi Berkelanjutan Fenomena talent shortage ini mempengaruhi produktivitas, pertumbuhan bisnis, dan inovasi di berbagai sektor industri, sebagaimana tertuang dalam tujuan 4, 8, dan 9 SDG bahwa kualitas pendidikan dan kesempatan kerja yang produktif sangat berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Untuk mencapai ekonomi berkelanjutan, dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Di sisi lain, tingkat pengangguran yang tinggi berdampak pada penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat, yang mengakibatkan tingkat konsumsi masyarakat dan kontribusi sektor konsumsi untuk GDP semakin tertekan. Di tengah ambisi Indonesia yang besar untuk membangun ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, tantangan signifikan muncul dari kesenjangan antara kualitas pendidikan dan kebutuhan sektor industri. Selain itu, terdapat pergeseran investasi dari industri padat karya ke industri padat modal, sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di sektor-sektor seperti digitalisasi, hilirisasi, bioteknologi, dan transisi energi. Pergeseran investasi ini turut berdampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja formal karena industri padat modal umumnya membutuhkan tenaga kerja spesialis yang belum sepenuhnya mampu dipenuhi oleh sektor pendidikan saat ini. Hal ini menunjukkan besarnya urgensi untuk menyelesaikan masalah tersebut demi pencapaian ekonomi berkelanjutan. Kolaborasi dan Relevansi Menjadi Kunci Utama Dalam menggali masalah kesenjangan antara kualitas pendidikan dan kebutuhan sektor industri, muncul pertanyaan besar terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Berdasarkan PP No. 48 tahun 2008 dan perubahannya (PP No. 18 tahun 2022), alokasi APBN untuk pendanaan pendidikan ditetapkan minimal sebesar 20% dari total APBN. Pemerintah juga akan mempersiapkan anggaran pendidikan sebesar Rp660,8 Triliun (naik 7% dibandingkan tahun 2023). Hal ini menunjukkan tingginya kesadaran pemerintah terhadap pentingnya kualitas pendidikan sejalan dengan tujuan 4 SDG. Namun, hal yang penting untuk diperhatikan saat ini adalah bagaimana menggunakan dana tersebut secara efisien dan tepat guna. Ibaratnya seperti supplier dan customer, supplier harus memahami spesifikasi produk yang dibutuhkan oleh customer agar dapat mempersiapkan produk yang tepat guna. Kurikulum pendidikan yang tidak terintegrasi dengan kebutuhan industri menyebabkan lulusan pendidikan kurang siap menghadapi tantangan nyata di sektor industri. Kolaborasi antara lembaga pendidikan dan sektor industri adalah kunci utama. Pendidikan berkualitas harus melibatkan sektor industri dalam pengembangan kurikulum, sehingga sistem pendidikan lebih relevan dan lulusan memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh sektor industri. Sebagai contoh praktis, skill-set praktis seperti networking, personal branding, komunikasi, dan kerja sama sering diabaikan dalam kurikulum pendidikan Indonesia yang cenderung konservatif dan teoritis, padahal skill-set tersebut sangat dibutuhkan untuk bisa bertahan di dunia nyata. Pernahkah kita mempertanyakan, mengapa negara-negara di dunia cukup sering mengadakan berbagai konferensi, forum, dan kunjungan bilateral? Tujuannya untuk mempererat hubungan diplomatik, menunjukkan eksistensi negara di kancah internasional, serta memperkuat kerja sama demi mengakselerasi pencapaian tujuan negara tersebut. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya skill networking, personal branding, komunikasi, dan kerja sama di dunia nyata, baik untuk kepentingan negara maupun individu. Langkah yang telah dilakukan di sektor pendidikan, seperti program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), vokasi, dan pelatihan kerja merupakan upaya yang positif, namun perlu lebih intensif dan inklusif agar menjangkau seluruh kalangan dan mampu mengikuti pace dinamika sektor industri. Tentu hal tersebut tidak mudah dilakukan, mengingat keberagaman latar belakang ekonomi dan geografis bangsa Indonesia, sehingga perlu usaha yang luar biasa untuk bisa melakukan perubahan yang masif dan merata. Berdasarkan informasi dari Mc Kinsey Global Institue, diperkirakan Indonesia akan membutuhkan tambahan tenaga kerja sebesar 3,8 juta pada tahun 2030 guna mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Hal ini menjadi angin segar bagi kaum pendidik untuk mempersiapkan kualitas hasil pendidikan agar mampu memenuhi kebutuhan lapangan kerja tersebut. Kesimpulan Gap antara kualitas pendidikan dan kebutuhan industri merupakan masalah kompleks yang memerlukan pendekatan holistik. Memperkuat kolaborasi antara pendidikan dan industri yang efektif merupakan langkah utama untuk menghasilkan tenaga kerja yang handal dan mumpuni. Dengan demikian, Indonesia mampu menyeimbangkan penyerapan tenaga kerja produktif di sektor industri, mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan menghasilkan inovasi untuk mencapai solusi keberlanjutan lainnya.