Melinda Rahmawati 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Kegiatan pembelajaran pada Kurikulum Merdeka saat ini menghadirkan suasana yang lebih variatif dan interaktif. Pada kurikulum tersebut diperkenalkan sebuah strategi pembelajaran baru yang disebut sebagai Pembelajaran Berbasis Diferensiasi. Bidang pendidikan menjadi persoalan yang tergolong fundamental disebabkan perannya yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Melalui pendidikan, masyarakat memiliki modal dasar yang kuat dan mengakar untuk membangun pertumbuhan ekonomi, sosial, politik, hukum dan keamanan yang positif dan seimbang. Hal tersebut sejalan dengan teori korelasi antara pendidikan dan pembangunan menurut Hanushet dan Wobmann tahun 2010 yang menyebutkan tiga peran sentral pendidikan dalam ranah tersebut, diantaranya: Pendidikan hadir untuk meningkatkan modal yang dimiliki oleh individu sebagai anggota dari angkatan kerja. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dari pendidikan, manusia dapat memiliki produktivitas kerja yang meningkat, berkualitas, dan bertumbuh untuk menyokong pertumbuhan ekonomi yang berlangsung. Pendidikan dapat menaikan dan memperluas jangkauan inovasi serta kreativitas dalam menciptakan, serta mengkolaborasikan teknologi baru untuk memperluas jangkauan pertumbuhan ekonomi. Sehingga pertumbuhan ekonomi juga lebih berdampak dan meningkatkan taraf hidup masyarakat secara kualitas dan kuantitas. Pendidikan dapat menjadi fasilitator dalam upaya difusi dan transmisi pengetahuan, guna mendukung pemahaman dan penyampaian informasi terkait adaptasi terhadap teknologi baru yang hadir. Kemajuan teknologi tentu saja tidak lepas dari perubahan sosial yang mendorongnya. Kebutuhan masyarakat akan pembaruan sesuai kebutuhan masa nya, sehingga sangat diperlukan upaya tertentu agar hasil dari perubahan sosial dapat menyumbang kebermanfaatan yang berdampak positif dan meluas. Tolok ukur perekonomian sebuah negara secara umum dilihat dari grafik GDP (Gross Domestik Bruto) atau PDB (Produk Domestik Bruto) dan GNP (Gross National Product) atau PNB (Produk Nasional Bruto). Secara singkat, perbedaan diantara keduanya tidak lain: GDP menyoroti persoalan kemiskinan sebagai faktor penghambat pertumbuhan ekonomi, sedangkan GNP menggunakan permasalahan ketimpangan sebagai persoalan mendasar yang melatarbelakangi melambatnya pertumbuhan pembangunan sebuah negara. Peran pendidikan jelas sangat signifikan dalam mengatasi pelbagai persoalan ketimpangan yang terjadi, guna mendorong naiknya angka GNP sebuah negara. Menilik lebih lanjut mengenai ketimpangan, tentu saja bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia. Baik dalam sektor pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sektor lainnya kian hari semakin jelas terlihat dan berdampak semakin meluas. Salah satunya terkait pemberitaan menurunnya jumlah masyarakat kelas menengah dalam kurun satu minggu ini, tentu akan semakin mempertegas hadirnya ketimpangan tersebut ditengah masyarakat. Hadirnya pembelajaran berbasis diferensiasi sejatinya tidak lepas dari upaya sektor pendidikan dalam menurunkan ketimpangan yang selama ini terjadi. Pada hasil penelitian yang ditulis oleh Risvi Revita Yuli, dkk tahun 2023, dasar filosofis dari pembelajaran tersebut juga sejalan dengan visi utama pendidikan dalam pandangan Ki Hajar Dewantara yang menyatakan sebagai berikut: “pendidikan merupakan proses menuntun kekuatan kodrat setiap peserta didik agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia amupun sebagai anggota masyarakat.” Pembelajaran berbasis diferensiasi sendiri sejatinya menumpukan kegiatan pembelajaran pada kondisi dan pengembangan diri peserta didik. Dalam laporan penelitian yang dilakukan oleh Redhatul Fauzia dan Zaka Hadikusuma Ramadan tahun 2023, pembelajaran tersebut cenderung menghadirkan suasana yang responsif antara guru dan peserta didik dengan rutinitas kegiatan yang beragam. Termasuk juga memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah dan tempat tinggal peserta didik sebagai sarana dan pra sarana kegiatan pembelajaran, bahkan lebih tepat jika disebut sebagai “Laboratorium Terbuka”. Ketimpangan yang hadir dalam dunia pendidikan cenderung eksplisit antara pembelajaran di sekolah negeri dan swasta. Dapat juga dijumpai ketimpangan antara pembelajaran di sekolah yang berlokasi di kota-kota besar dan kota-kota lain, bahkan sekolah yang berlokasi di pedesaan terpencil. Dengan menjadikan lingkungan sekitar sebagai laboratorium terbuka, tentu saja dapat membuat peserta didik lebih antusias dalam bereksplorasi terhadap materi ajar yang disampaikan di dalam kelas. Tidak hanya sekadar mengetahui materi melalui pembelajaran di dalam kelas saja, melainkan peserta didik distimulasi untuk lebih berpikir kritis, kreatif, dan inovatif terhadap persoalan yang berada di lingkungan sekitar. Salah satu contoh nyata dilakukan oleh SMP Negeri 54 Jakarta Barat. Pada mata pelajaran IPS Fase D di kelas VIII, peserta didik diminta untuk mengunjungi beberapa tempat bersejarah dari permukiman pedagang rempah yang berlokasi di Kawasan Cagar Budaya Kotatua, Jakarta Barat. Kunjungan tersebut terkait dengan materi Kehidupan Masa Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia, Tema 3: Nasionalisme dan Jati Diri Bangsa. Setelah guru menjelaskan materi tersebut di kelas, peserta didik mendapat tugas secara berkelompok untuk mengunjungi setidaknya tiga tempat bersejarah seperti: Museum Kesejarahan Jakarta (Museum Fatahillah), Masjid An-Nawier di Kelurahan Pekojan, dan Kelenteng Dharma Bhakti di Kawasan Pecinan (Glodok). Misi yang dilakukan oleh para peserta didik dalam kunjungan tersebut adalah mencari informasi melalui wawancara dengan pemandu lokal di masing-masing tempat tersebut. Kemudian, peserta didik membuat video vlog dengan durasi singkat untuk menjelaskan informasi terkait tempat bersejarah yang dikunjungi. Terakhir, video tersebut diunggah di media sosial peserta didik dengan tanda pagar (hastag) yang sudah ditentukan. Gambar 1. Peserta Didik Tengah Mempelajari Materi Toponimi Permukiman Pedagang Rempah di Kawasan Cagar Budaya Kotatua, Jakarta Barat Sumber: Dokumentasi Penulis Pembuatan video vlog sederhana seperti ini memang terlihat tidak memiliki dampak diluar dari pemenuhan ketuntasan minimum kegiatan pembelajaran. Namun, melalui penugasan tersebut peserta didik mulai distimulasikan dengan pergeseran tren pekerjaan sebagai influencer atau pemandu lokal. Caranya melalui upaya mengenalkan dan mempromosikan tempat-tempat bersejarah tersebut melalui akun media sosial miliknya. Perkembangan masyarakat global yang bermuara pada era masyarakat sosial 5.0 (Society 5.0), serta perkembangan teknologi yang semakin mutakhir mendorong pergeseran tren pekerjaan ditengah masyarakat. Platform digital yang semakin beragam dengan pelbagai fitur canggihnya dioptimalkan secara penuh untuk meningkatkan kreativitas, kecerdasan emosional, berpikir kritis dan analitis, mampu belajar secara aktif dengan pemikiran yang berkembang, memiliki keterampilan komunikasi secara interpersonal, serta mampu menjembatani keragaman sekaligus menghadirkan kecerdasan budaya. Gambar 2. Peserta Didik Tengah Melakukan Kunjungan ke Kelenteng Dharma Bhakti di Kawasan Pecinan (Glodok), Jakarta Barat Sumber: Dokumentasi Penulis Dengan menghadirkan materi ajar tersebut dalam ruang virtual secara menarik dan berdaya kreatif, dapat menjadi langkah awal bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Kawasan Kotatua, Jakarta Barat. untuk lebih bereksplorasi dan mengkreasikan gaya komunikasi yang mampu memperkenalkan sejarah eks Kota Batavia era Pemerintahan Kolonial Belanda dengan lebih bersahabat dan bernilai jual. Profesi pemandu lokal berbasis komunitas yang diberdayakan oleh masyarakat melalui influencer, tidak hanya ikut andil dalam mengimbangi konten di media sosial agar bersifat positif. Para peserta didik tidak hanya turut mengenal lingkungan sekitarnya berdasarkan toponimi permukiman pedagang rempah di Batavia, akan tetapi juga dapat memulai sebuah ekspansi ekonomi baru bagi unsur pentahelix melalui pembangunan pariwisata lokal berbasis toponimi dengan mempromosikan pelbagai atraksi wisata (Contohnya: Tradisi Imlek, Tradisi Cap Go Meh, dan tradisi lainnya), destinasi wisata sejarah, kuliner tradisional, dan hal menarik lainnya yang tersedia di Kawasan Cagar Budaya Kotatua, Jakarta Barat. Kegiatan pembelajaran berbasis diferensiasi harus diakui akan menjadi sebuah kegiatan pembelajaran yang bermakna dengan menjalankan metode pembelajaran berbasis proyek atau Project Based Learning (PjBL). Hasil proyek tersebut yang secara bersama dikembangkan menjadi sebuah tren ekonomi berbasis industri pariwisata lokal dari toponimi permukiman pedagang rempah di Batavia masa itu. Melalui proyek pembelajaran berbasis toponimi tersebut, para peserta didik dan masyarakat sekitar dan unsur pentahelix lainnya dapat mulai aktif mengenalkan pelbagai atraksi atraksi wisata, destinasi wisata, kuliner tradisional, dan hal menarik lainnya yang tersedia di Kawasan Cagar Budaya Kotatua, Jakarta Barat melalui platform media sosial masing-masing. Sehingga, pembelajaran berbasis diferensiasi tersebut tidak hanya menjadi sebuah inovasi baru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Secara meluas, pembelajaran tersebut dapat turut mendorong hadirnya peluang tren ekonomi mikro baru yang lebih bersifat akar rumput dan dapat berkelanjutan melalui pariwisata berbasis masyarakat lokal. Penulis: Melinda Rahmawati, S.Pd.