Muhammad Rafi Bakri 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More This is Where We Start Berdasarkan Laporan APBN (2024), anggaran pendidikan Indonesia telah mencapai Rp665 Triliun pada tahun 2024. Nominal ini meningkat 20,5% dibanding tahun sebelumnya dan terjadi peningkatan signifikan jika dibandingkan dengan lima tahun kebelakang sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Anggaran tersebut terdiri dari Rp241,5 Triliun yang merupakan bagian dari pemerintah pusat, kewenangan pemerintah daerah melalui transfer ke daerah sebesar Rp346,6 Triliun, dan sisanya masuk ke skema pembiayaan. Gambar 1. Anggaran Pendidikan 2020-2024 Sumber: Laporan APBN (2024) Anggaran pendidikan tahun 2024 juga digunakan untuk mendukung kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi berbagai kendala pembangunan pendidikan. Untuk mendukung pencapaian Visi Indonesia Maju 2045, capaian indikator pendidikan di masa mendatang dapat terus meningkat melalui penguatan kebijakan yang telah ada sebelumnya. Kebijakan pendidikan dimaksudkan untuk memberikan pendidikan berkualitas tinggi melalui peningkatan ekosistem pendidikan, sumber daya manusia, dan infrastruktur. Namun, peningkatan anggaran tersebut lantas tidak membuat kualitas pendidikan di Indonesia membaik. Berdasarkan Laporan Pelaksanaan Pencapaian SDGs Tahun 2023 (2024), terdapat bebera indikator dalam dunia pendidikan Indonesia yang tidak mengalami peningkatan signfikan bahkan stagnan. Gambar 2 menunjukkan bahwa tingkat proporsi anak-anak dan remaja yang mencapai tingkat kemahiran minimum dalam membaca dan matematika masih belum menyentuh 70% dari total anak-anak di Indonesia. Padahal, kemampuan membaca dan menghitung merupakan dasar bagi anak-anak untuk memahami pelajaran dan berbagai macam ilmu kedepannya. Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) memerlukan inovasi atau upaya untuk mempercepat pengoptimalan hasil belajar sehingga anak-anak dapat melewati standar minimum yang telah ditetapkan. Gambar 2. Proporsi Murid yang Mencapai Tingkat Kemahiran Minimum Sumber: Kemendikbudristek (2022) Selain itu, tingkat penyelesaian pendidikan pada setiap jenjang juga masih mengkhawatirkan. Gambar 3 menunjukkan bahwa hanya 66,13% dari penduduk Indonesia pada tahun 2022 yang menyelesaikan pendidikan SMA/SMK/MA/Sederajat. Lebih parahnya, tingkat penyelesaian SMP/MTs/Sederajat pun belum mencapai 100%. Angka ini mengindikasikan masih terdapat banyak anak-anak yang tidak menyelesaikan program wajib belajar sembilan tahun. Gambar 3. Tingkat Penyelesaian Pendidikan Sumber: Badan Pusat Statistik (2022)            Timpangnya output dengan anggaran pendidikan tersebut membuat pertanyaan besar mengapa hal ini terjadi. Bahkan, undang-undang pun telah mengamanatkan bahwa threshold anggaran pendidikan adalah sebesar 20% dari pagu anggaran sehingga tidak memungkinkan adanya penurunan signifikan pada anggaran pendidikan. Maka dari itu, diperlukan upaya baru untuk mengatasi gap yang terjadi antara anggaran dengan output pendidikan di Indonesia. Mengapa Duet Bappenas dan BPK Penting? Dalam mencapai ekonomi berkelanjutan, Indonesia menghadapi tantangan signifikan dalam mengelola sektor pendidikan yang merupakan fondasi utama bagi pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang. Pendidikan yang berkualitas dan efektif adalah kunci untuk menciptakan sumber daya manusia yang terampil dan inovatif, yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memainkan peran krusial sebagai garda terdepan, masing-masing dalam perencanaan dan audit, untuk memastikan bahwa input dan output pendidikan. Bappenas bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan nasional, termasuk dalam sektor pendidikan. Dalam perannya ini, Bappenas mengembangkan rencana jangka panjang yang mencakup alokasi anggaran, pengembangan kurikulum, dan peningkatan infrastruktur pendidikan. Tujuan utama Bappenas adalah untuk merancang kebijakan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan pendidikan saat ini tetapi juga mempersiapkan sistem pendidikan untuk menghadapi tantangan masa depan. Melalui perencanaan yang matang dan terintegrasi, Bappenas memastikan bahwa setiap sumber daya yang dialokasikan memiliki dampak yang maksimal terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Namun, perencanaan yang tepat saja tidak cukup tanpa adanya pengawasan dan evaluasi yang efektif. Di sinilah urgensi peran BPK sebagai pemeriksa eksternal pemerintah. BPK melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan anggaran dan implementasi program pendidikan, memastikan bahwa dana yang digunakan sesuai dengan peraturan dan tujuan yang telah ditetapkan. Melalui pemeriksaan yang mendalam, BPK dapat mengidentifikasi potensi penyimpangan, ketidakefisienan, atau pemborosan, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan. Dengan begitu, BPK berfungsi sebagai pemeriksa yang menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran pendidikan. Duet antara Bappenas dan BPK dalam mengelola input dan output pendidikan dapat diibaratkan sebagai pertarungan strategis untuk mencapai tujuan ekonomi berkelanjutan. Bappenas merancang dan mengimplementasikan kebijakan dengan visi yang luas, sedangkan BPK memastikan bahwa kebijakan tersebut dijalankan dengan efektif dan efisien. Sinergi ini tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikan tetapi juga mendorong pencapaian hasil yang lebih baik dalam hal pengembangan keterampilan, pengurangan ketimpangan, dan penciptaan peluang ekonomi yang lebih luas. Pentingnya pendidikan yang berkualitas sebagai pendorong ekonomi berkelanjutan tidak bisa dipandang sebelah mata. Pendidikan yang baik berkontribusi pada peningkatan keterampilan dan produktivitas tenaga kerja, yang pada gilirannya mendukung inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya perencanaan yang strategis dari Bappenas dan pemeriksaan ketat dari BPK, Indonesia dapat memastikan bahwa setiap investasi dalam sektor pendidikan memberikan manfaat jangka panjang yang signifikan. Satu Kolaborasi, Dua-Tiga SDGs Terlampaui!            BPK selama ini melaksanakan tiga jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan keuangan, pemerikasan kinerja dan pemeriksaan DTT (termasuk di dalamnya pemeriksaan investigatif). Ketiga pemeriksaan ini dilaksanakan sebagai wujud pemenuhan oversight, insight dan foresight  sesuai Model Kematangan Organisasi Pemeriksa (The Accountability Organization Maturity Model) INTOSAI yang diadopsi dari Badan Pemeriksa Ameriksa Serikat (US GAO). Oversight dilaksananakan BPK dalam rangka mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang baik. BPK melaksanakan peran ini dengan mewujudkan pemeriksaan sebagai upaya pemberantasan korupsi, meningkatkan transparansi, menjamin terlaksananya akuntabilitas, serta meningkatkan ekonomi, efisiensi, etika, nilai keadilan, dan keefektifan. Peran kedua yaitu insight diwujudkan BPK melalui pendalaman BPK atas kebijakan dan masalah publik. Selanjutnya hasil pemeriksaan BPK diharapkan dapat membantu masyarakat dan pengambil keputusan untuk memilih alternatif masa depan sebagai implementasi konsep foresight. Dari ketiga jenis pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kinerja dapat menjawab tiga level hasil sekaligus. Dari sisi oversight, pemeriksaan kinerja bertujuan menilai aspek 3E (ekonomi, efisiensi, efektivitas) dari program pemerintah. Pemeriksaan kinerja juga diarahkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan publik terutama terkait dengan kepuasan atas layanan yang diterima masyarakat (insight). Pada aspek foresight, rekomendasi dari pemeriksaan kinerja BPK pada akhirnya diharapkan dapat membantu menyediakan berbagai alternatif kebijakan bagi para stakeholder baik pemerintah maupun masyarakat. Melalui pemeriksaan kinerja, tiga level hasil tersebut dapat diperoleh sehingga membantu Bappenas dalam menetapkan kebijakan anggaran pendidikan di tahun anggaran berikutnya. Hasil pemeriksaan dari BPK tersebut menjadi evaluasi sekaligus masukan sehingga memengaruhi pemutusan kebijakan anggaran ke depan. Dengan begitu, perencanaan dan penganggaran sektor pendidikan di Indonesia membentuk sebuah siklus atau loop sehingga menjadi lebih terarah. Bappenas dapat menggunakan hasil audit untuk mengevaluasi efektivitas program-program pendidikan yang sedang berjalan. Jika audit BPK menunjukkan bahwa program tertentu tidak mencapai hasil yang diharapkan atau mengalami masalah, Bappenas dapat merancang revisi atau perbaikan dalam rencana perencanaan mereka. Ini membantu memastikan bahwa program-program yang ada berfungsi secara optimal dan memberikan dampak positif yang maksimal. Selain itu, Bappenas dapat mengintegrasikan hasil audit BPK ke dalam rencana jangka panjang untuk sektor pendidikan. Dengan mempertimbangkan kelemahan dan rekomendasi yang diidentifikasi oleh audit, Bappenas dapat merumuskan rencana jangka panjang yang lebih berkelanjutan dan responsif terhadap tantangan yang ada. Ini termasuk merencanakan investasi dalam kapasitas dan infrastruktur yang mendukung pengelolaan pendidikan yang lebih baik di masa depan. Secara keseluruhan, integrasi hasil audit BPK ke dalam perencanaan oleh Bappenas adalah proses yang penting untuk memastikan efektivitas dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Dengan mempertimbangkan hasil audit, Bappenas dapat merancang kebijakan dan program yang lebih baik, meningkatkan transparansi, dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan dan ekonomi berkelanjutan. Dengan tercapainya kualitas pendidikan yang baik melalui duet maut ini, maka SDGs nomor 4 akan lebih mudah tercapai di Indonesia. Dengan tingkat pendidikan yang baik, maka sumber daya manusia di Indonesia akan dapat menyokong segala sektor di Indonesia. Dari sisi SDGs Nomor 8, sumber daya manusia yang baik akan mendorong terciptanya lapangan pekerjaan yang bagus dan membantu meningkat perekonomian. Selain itu, SDM yang bagus tentunya dapat memberikan inovasi dan menciptakan infrastruktur yang mendukung ekonomi berkelanjutan di Indonesia sesuai mandat dari SDGs Nomor 9. Garda Depan Pendidikan-SDG Academy