fbpx

RENDAHNYA RASIO PENDUDUK INDONESIA YANG BERPENDIDIKAN S2 HINGGA S3

Sustainable Development Goals (SDGs) memiliki target khusus di dunia pendidikan, yakni terciptanya pendidikan yang berkualitas. Namun, apakah pendidikan berkualitas itu dapat terwujud di Indonesia? Mengingat hingga sekarang ini, banyak masalah yang masih mengakar dan belum kunjung terselesaikan. Belakangan ini publik dimasifkan dengan informasi tingginya biaya pendidikan, menjadikan pendidikan terkesan sebagai kebutuhan tersier yang tak dapat diakses oleh seluruh kalangan. Hal yang bertolak belakang dengan misi terciptanya pendidikan yang berkualitas: menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua

Tingginya biaya pendidikan menyebabkan banyak mahasiswa kesulitan untuk menuntaskan masa perkuliahan pada jenjang sarjana atau S1. Kesulitan ini ternyata juga berdampak pada rendahnya rasio penduduk Indonesia yang berpendidikan S2 hingga S3. Hal ini terlihat dari data yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri dalam 3 tahun terakhir.

Merujuk data Dirjen Dukcapil, penduduk Indonesia berjumlah 275,36 juta jiwa pada 2022 (Juni). Dari jumlah tersebut, ternyata hanya 6,41% yang mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Rinciannya, D1 dan D2 0,41%, D3 sejumlah 1,28%, S1 sejumlah 4,39%, S2 sejumlah 0,31%, dan hanya 0,02% penduduk yang sudah mengenyam pendidikan jenjang S3.

Pada Senin, 15 Januari 2024, bertepatan saat Konvensi XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia, Presiden Joko Widodo mengaku kaget terkait data rendahnya rasio penduduk berpendidikan tinggi di Indonesia. Hanya 0,45% yang berhasil lulus S2 dan 0,02% untuk S3 dari total penduduk Indonesia. Hal tersebut disampaikan di Graha UNESA.“Negara  tetangga kita, Vietnam, Malaysia sudah di angka 2,43 persen. Negara maju 9,8 persen jauh sekali,” ujarnya (15/1/2024).

Adapun faktor yang mempengaruhi rendahnya lulusan S2-S3 di Indonesia adalah kurangnya kesadaran dan dukungan mahasiswa untuk melanjutkan. Tingginya biaya pendidikan juga menjadi pertimbangan dalam minat melanjutkan. Juga jangkauan fasilitas penyedia pendidikan S2-S3 yang belum merata, dilihat dari persebaran perguruan tinggi yang setiap daerahnya berbeda secara kualitas dan kuantitas. Kemudian kurangnya kesiapan sejak pendidikan dasar dan menengah juga berpengaruh untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Terlebih dari masalah pendidikan yang terjadi di jenjang dasar dan menengah, juga jenjang strata-1 yang masih menjadi problematika di Indonesia.

Langkah peningkatan pendidikan tentu perlu kajian strategis yang tepat untuk penerapannya. Banyak aspek yang perlu ditingkatkan sebagai langkah strategis yang dijalankan. Langkah kebijakan yang dapat dipertimbangkan adalah pemberian pendanaan yang memadai. Pendampingan dan dukungan sistem akademis yang maksimal juga perlu dimaksimalkan. Kemudian dilakukannya penyediaan pilihan studi yang lebih fleksibel untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa yang bekerja adalah juga sebuah pilihan melalui pengembangan program S2 dan S3 yang sesuai dengan tren dan kebutuhan pasar. Selain  itu, langkah utama untuk mencapai kuantitas lulusan S2-S3 adalah meningkatan kualitas pendidikan dasar, menengah, dan strata-1 yang perlu dimaksimalkan.  Dengan peningkatan manajemen mutu pendidikan, dukungan pemerintah, kurikulum yang relevan, dan strategi peningkatan dukungan dari seluruh stakeholder

Dr. Tuti Budi Rahayu Dra M Si, dosen sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Airlangga (UNAIR), memberikan tanggapan. Ia menjelaskan secara sosiologis bahwa rendahnya tingkat pendidikan tinggi di Indonesia memiliki dampak signifikan pada perkembangan ekonomi. Tenaga kerja asing yang masuk untuk pekerjaan kelas menengah dan tinggi menunjukkan ketidaksetaraan akses terhadap peluang pekerjaan. “Negara dengan tingkat perekonomian yang tinggi cenderung didorong oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berpendidikan tinggi,” ungkapnya. 

Rendahnya lulusan pendidikan tinggi akan berdampak pada kemajuan pendidikan itu sendiri. Semakin tinggi kualitas pendidikan, maka akan semakin tinggi pula kualitas hidup masyarakat dan tujuan dari SDGs akan terlaksana dengan optimal. Jumlah kuantitas yang tinggi juga akan memberikan dampak terhadap tingginya insan terpelajar di negara kita, Indonesia. Sehingga fokus kita bukan lagi “membandingkan” angka lulusan S2-S3 di negara tetangga, melainkan perbaikan kualitas pendidikan dari akar yang akan menghidupkan seluruh sendi kehidupan.