Tegar Pambudi Sulistiyo 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Pendidikan dan ekonomi merupakan suatu kesatuan yang saling terikat. Faktor utama dalam mendukung proses pembangunan ekonomi adalah tingkat pendidikan masyarakat. Berdasarkan teori human capital, pendidikan formal menjadi salah satu instrumen penting dalam menghasilkan masyarakat dengan produktivitas tinggi. Sehingga semakin tinggi jenjang pendidikan masyarakat maka semakin tinggi pula tingkat produktivitas masyarakat tersebut. United Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990-an dengan tegas menjelaskan bahwa aspek pembangunan manusia dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat, dimana pembangunan tersebut dimulai dari peningkatan kualitas pendidikan individu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah penduduk. Indonesia bahkan telah menetapkan visi Indonesia Emas pada 2045, tepat pada satu abad usia kemerdekaan. Pada tahun tersebut, Indonesia diperkirakan berpenduduk 68% kelompok usia produktif dengan target PDB mencapai US$ 9.100 miliar dengan PDB per Kapita sebesar US$ 21.000 – 27.000. Visi tersebut hanya akan menjadi angan kosong ketika kualitas pendidikan sumber daya manusia (SDM) rendah. Terjaminnya kualitas pendidikan yang inklusif dan merata merupakan salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG), point 4 dengan target khusus pada point 4.c terkait peningkatan pasokan tenaga pendidik atau guru berkualitas. Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf pertama bahwa pendidikan berkaitan erat dengan terciptanya pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (SDG’s point 8), dengan target khusus pada point 8.1 terkait laju pertumbuhan PDB per kapita. Kulitas pendidikan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adanya permasalahan dalam bidang pendidikan. Hal tersebut tidak boleh dipandang sebelah mata, mengingat dampaknya luas pada pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat. Kedua point tersebut berhubungan dengan SDG’s point 10 terkait pengurangan kesenjangan, dengan target pada point 10.1 tentang pengurangan persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut Isma dkk. (2023), permasalahan pendidikan abad 21 di Indonesia dapat dipetakan menjadi empat masalah pokok, yaitu; permasalahan infrastruktur pendidikan, tantangan kualitas dan relevansi kurikulum, tantangan dalam pembelajaran jarak jauh, dan permasalahan tenaga pendidik. Dalam dunia pendidikan, peran guru/dosen sebagai tenaga pendidik sangatlah penting dalam membentuk generasi penerus yang berkualitas. Permasalahan tenaga pendidik menjadi salah satu isu krusial dalam dunia pendidikan yang dapat memengaruhi kualitas dan efektivitas proses pembelajaran. Berikut merupakan rincian permasalahan dan studi kasus yang sering dihadapi oleh tenaga pendidik beserta tawaran solusi yang dapat diberikan: Ketersediaan Guru Bersertifikat Pendidik yang Terbatas Berdasarkan Siaran Pers KEMENDIKBUDRISTEK nomor: 183/sipers/A6/V/2024, guru bersertifikat pendidik mengalami penurunan pada tahun 2019 sebanyak 1.392.155 menjadi 1.274.486 pada 2023. Hal tersebut dapat disebabkan adanya peningkatan jumlah guru honorer nonsertifikasi pendidik sehingga menyebabkan beban pendidikan profesi guru (PPG) semakin besar. Pada 2022 diketahui bahwa 1,6 juta dari total 3,1 juta guru belum disertifikasi, padahal sertifikasi menjadi ukuran dalam menentukan kelayakan profesi. Merujuk pada UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru di Indonesia wajib mengantongi sertifikasi pendidik, namun ironinya proses tersebut masih saja berbelit-belit dan terhalang kuota. Ginting dkk. (2022), menganalisis faktor tidak meratanya pendidikan di SDN 0704 Sungai Korang, didapatkan hasil bahwa pada banyak daerah utamanya wilayah terpencil dan terisolasi mengalami kekurangan tenaga pendidik bersertifikat. Hal tersebut berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran dan tingkat pendidikan di daerah tersebut. Regenerasi Lulusan Berkualitas menjadi Pengajar Sepi Peminat Kendati sudah banyak lulusan berkualitas, terkadang profesi sebagai guru tidak menjadi pilihan utama bagi mereka. Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan hal itu terjadi, salah satunya ialah rendahnya status sosial dan upah yang diberikan kepada guru. Hasan (2017), telah melakukan upaya pengembangan karir pada guru SMP di Kabupaten Bengkalis melalui peningkatan kualifikasi akademik dan profesionalisme, sehingga guru dapat memperoleh upah yang sesuai dengan beban pekerjaan. Regenerasi lulusan menjadi pengajar dapat dilakukan pengkaderan sejak masih di bangku sekolah (SMA). Siswa-siswi dengan nilai akademis tertinggi dan menempati posisi 1/3 teratas di tahun kelulusannya dapat diberikan tunjangan apabila mereka melanjutkan perkuliahan dengan mengambil jurusan pendidikan guru. Selama menjalankan perkuliahan tersebut, ketertarikan siswa dalam profesi mengajar akan dibentuk melalui serangkaian kegiatan magang (teaching internship) dan kegiatan penunjang lainnya. Menurut Vivien Stewart selaku penasihat senior bidang pendidikan untuk Asia Society, cara tersebut terbukti efektif pada proses rekrutmen guru berkualitas di Singapura. Kualitas Guru Memengaruhi Kualitas Pembelajaran Prestasi akademik siswa dapat dipengaruhi oleh kualitas yang dimiliki oleh guru sebagai tenaga pendidik. Setiap guru diharuskan memiliki kemampuan dalam memahami materi bahan ajar secara luas dan mendalam. Kesadaran guru dalam mewujudukan cita-cita bangsa Indonesia sangat dibutuhkan, dengan begitu guru akan meningkatkan kompetensi diri sehingga mampu menjadi tenaga pendidik dengan kualifikasi tinggi. Nasution (2017), menggunakan berbagai metode pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Metode mengajar yang kurang interaktif dan kurang menginspirasi dapat mengurangi minat dan motivasi belajar siswa. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk terus mengembangkan diri dengan cara mengikuti perkembangan pendidikan sesuai teknologi terkini. Tenaga pengajar juga seharusnya dibekali beberapa kompetensi seperti kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Sesuai dengan UU RI nomor 14 tahun 2005 pasal 8 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Minimnya Apresiasi terhadap Profesi Guru Permasalahan lain yang dihadapi guru adalah minimnya apresiasi padahal beban kerja tinggi serta jam pengajar yang panjang. Selain itu juga sering terjadi tuntutan tugas di luar jam pelajaran yang mengakibatkan stress dan kelelahan pada guru. Akibatnya beberapa guru mengalami burnout atau kelelahan metal yang berdampak pada performa mengajar mereka. Indriyani dkk. (2020), telah melakukan analisis pada diklat kependidikan dan kesejahteraan guru berpengaruh terhadap kualitas guru di sekolah dasar negeri di Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon.  Seorang guru juga harus diperhatikan terkait work life balance, pasalnya hal tersebut menjadi hal yang sulit dijaga. Pemberian apresiasi berupa pendampingan psikolog dapat diberikan kepada guru. Pemberian apresiasi lainnya berupa intensif liburan kepada guru berprestasi juga dapat dipertimbangkan sebagai upaya menjaga kewarasan guru. Pengakuan dan apresiasi yang memadai sangatlah penting untuk meningkatkan semangat dan dedikasi para tenaga pendidik. Kesejahteraan dan Kondisi Kerja Guru Seorang pendidik yang telah memiliki sertifikat maka dianggap sebagai seorang pendidik yang profesional. Peranan sertifikasi adalah supaya guru/dosen lebih memahami hak dan kewajibannya sebagai tenaga pendidik. Hal tersebut tertuang dalam UU RI nomor 14 tahun 2005 pasal 14 ayat 1, dimana salah satu haknya memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Tunjangan fungsional menurut RPP tentang Renumerasi Guru pasal 10 antara lain diberikan kepada guru yang diangkat pemerintah dan pemda sebesar 50% dari gaji pokok; dan diberikan kepada guru yang diangkat masyarakat (satuan pendidikan) sebesar 25%. Tunjangan khusus menurut pasal 11 dan 12 antara lain diberikan kepada guru yang bertugas di daerah khusus dan berhak atas rumah dinas yang disediakan pemda selama bertuags, maslahat tambahan menurut pasal 13 antara lain: tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, penghargaan, kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putrinya, pelayanan kesehatan asuransi kesehatan, dan bentuk kesejahteraan lainnya. Namun adapula guru honorer yang kesejahteraannya belum tercukupi. Selain perbedaan pada status kepegawaian, guru hononer juga mendapatkan gaji yang berbeda dari guru tetap padahal tugas dan tanggungjawabnya serupa. Ketersediaan Pelatihan dan Pengembangan Karir yang Terbatas Tenaga pendidik tetap harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengintegrasikannya dalam pembelajaran. Faktanya, terbatasnya pelatihan dan pengembangan professional bagi guru menjadi halangan dalam upaya mereka untuk meningkatkan kualitas pengajaran. Perubahan cepat dalam teknologi dan metode mengajar memerlukan peningkatan kompetensi dan pengetahuan bagi para guru agar tetap relevan dalam proses pembelajaran. Salah satu hak lainnya seorang tenaga pendidik yang tertuang dalam UU RI nomor 14 tahun 2005 pasal 14 ayat 1 adalah memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. Pemerintah dapat menerapkan kebijakan pengembangan karir yang telah diterapkan oleh Kementerian Pendidikan Singapura, yaitu ketika tenaga pendidik tersertifikasi telah mengabdi selama tiga tahun maka selanjutnya akan dilakukan evaluasi untuk perkembangan karir mereka. Pemerintah dapat menawarkan tiga posisi lanjutan seperti pelatih guru (master teacher), tenaga spesialis di kurikulum atau riset, atau pimpinan sekolah. Setiap memangku posisi baru, setiap guru akan dibekali pelatihan yang sesuai. Guru memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru harus menghadapi tekanan demi memberikan hasil yang optimal dalam kondisi yang tidak ideal. Dalam upaya tercapainya tujuan pembangunan serta visi Indonesia emas, maka dibutuhkan kolaborasi antara semua pihak. Pemerintah sebagai policy maker harus mencipatakan kebijakan yang dapat mensejahterakan tenaga pendidik dengan mempertimbangkan hal lainnya. Pemimpin negeri ini juga harus memiliki mindset bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang, dimana hasilnya akan dirasakan dalam terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi sehingga dapat menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Guru Berkulitas, Indonesia Emas! Referensi Ginting, R. R., Ginting, E. V., Hasibuan, R. J., & Perangin-angin, L. M. (2022). Analisis Faktor Tidak Meratanya Pendidikan Di SDN0704 Sungai Korang. Jurnal Pendidikan Indonesia, 3(04): 407-416. Hasan, Z. (2017). Upaya Pengembangan Karir Guru melalui Peningkatan Kualifikasi  Akademik dan Profesionalisme (Studi pada Guru-Guru SMP di Kabupaten Bengkalis). Akademika: Jurnal Keagamaan dan Pendidikan,13(2): 129-137. Indriyani, A., Saefulloh, M., dan Riono, S. B. (2020). Pengaruh diklat kependidikan dan kesejahteraan guru terhadap kualitas guru di sekolah dasar negeri di kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon. Syntax Idea, 2(7): 1-12. Isma, A., Isma, A., Isma, A. and Isma, A., 2023. Peta Permasalahan Pendidikan Abad 21 di Indonesia. Jurnal Pendidikan Terapan, 1(3): 11-28. Nasution, M. K. (2017). Penggunaan Metode Pembelajaran dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Ilmiah Bidang Pendidikan,11(01): 9-16.