fbpx
Shutterstock/FREDOGRAPHY.ID

Saling Kenal untuk Keberagaman

“Harus diingat bahwa kodrat bangsa Indonesia adalah keberagaman. Takdir Tuhan untuk kita adalah keberagaman”   

-Joko Widodo- 

 

Keberagaman ras, suku, dan agama di Indonesia kerap kali menimbulkan sebuah polemik yang tak kunjung berkesudahan, mulai dari pertikaian antar suku, hingga perselisihan antar umat beragama. Menyatukan perbedaan tentunya bukan suatu hal yang mudah, diperlukan kedewasaan dan kerja sama dari masing-masing pihak untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk menjalin hubungan yang harmonis, diperlukan adanya sikap saling memahami dan menerima satu sama lain. Selaras dengan pepatah lama, “tak kenal maka tak sayang”, akan lebih mudah bagi tiap individu untuk saling memahami dan menerima satu sama lain apabila sudah terjalin interaksi sosial. Dengan demikian, sikap toleransi akan timbul perlahan dan tertanam di antara ke dua belah pihak.  

Lebih mudah memahami 

Tanpa disadari akan lebih mudah bagi seseorang untuk memahami orang lain ketika mengetahui latar belakang dari orang tersebut. Selaras dengan pemikiran Alfred Adler, lingkungan sosial memiliki dampak psikologi yang sama besarnya dengan alam pemikiran internal (pikiran individu itu sendiri). Oleh sebab itu, seringkali konflik dan pertikaian terjadi di antara individu atau golongan yang tidak saling mengenal satu sama lain. Masyarakat yang tinggal di daerah heterogen cenderung memiliki tingkat toleransi yang tinggi karena sudah terbiasa dengan segala perbedaan yang ada, hidup berdampingan dalam jangka waktu yang lama membuat masyarakat tersebut menemukan solusi terbaik untuk memahami satu sama lain, sehingga dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Sedangkan masyarakat homogen cenderung memiliki presepsi tersendiri terhadap masyarakat di luar golongan mereka dan presepsi tersebut kerap kali keliru sehingga menimbulkan kesalahpahaman yang mengakibatkan pertikaian. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya interaksi antar kedua belah pihak, sehingga pandangan yang keliru antar kedua belah pihak tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya dan diyakini sebagai fakta oleh masing-masing pihak. 

Pudarnya sikap etnosentrisme 

Kecenderungan individu untuk memandang kelompok lain tidak lebih baik dari kelompoknya sendiri seringkali terjadi karena adanya sebuah prasangka turun-temurun yang diyakini oleh kelompok tersebut. Prasangka tersebut secara tidak langsung ditanamkan oleh terdahulu mereka dan terus menerus diturunkan hinga ke generasi termuda. Penelitian terkait etnosentrisme yang di lakukan oleh Nurul Jannah menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara etnosentrisme dengan prasangka, artinya suatu kelompok yang memiliki sikap etnosentrisme tinggi, cenderung memiliki prasangka yang tinggi, dan berlaku pula sebaliknya. Prasangka tersebut tentunya dapat dipatahkan apabila masing-masing kelompok memiliki keinginan untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain. Dengan demikian, prasangka antar kedua kelompok akan berubah dan tidak lagi menimbulkan sikap entnosentrisme pada tiap individu dalam kelompok tersebut.  

Menimbulkan efek kupu-kupu  

“Kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil secara teori dapat menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian.” Selaras dengan efek kupu-kupu, di mana perubahan kecil pada satu tempat dapat mengakibatkan perbedaan besar di tempat yang lain, mencoba mengenal dan memahami individu dari kelompok lain dapat memberikan berbagai dampak positif dan membawa perubahan yang sangat besar. Individu yang mampu memahami dan menerima kelompok lain akan memberikan sebuah pandangan baru ke dalam kelompok individu tersebut, baik secara disengaja maupun tidak disengaja.  

Keberagaman merupakan suatu berkah yang indah, meski demikian keberagaman kerap kali menimbulkan suatu perdebatan bahkan perpecahan, baik antar individu maupun antar golongan dan kelompok. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu langkah terbaik yang dapat dilakukan yaitu dengan mencoba saling mengenal dan memahami satu sama lain. Dengan demikian, rasa toleransi dapat tumbuh, sikap etnosentrisme perlahan memudar dan kehidupan yang harmonis akan terjalin. Bapak Joko Widodo, selaku Presiden Republik Indonesia, mengatakan bahwa kodrat bangsa Indonesia adalah keberagaman, takdir Tuhan untuk kita adalah keberagaman. Dengan demikian, penting untuk menjadi individu yang terbuka dan dengan senang hati  berkenalan dengan individu, kelompok, dan golongan lain, serta tak lupa untuk memahami dan menghargai keberagaman yang ada, supaya keberagaman yang diberikan oleh Tuhan dapat menjadi corak yang indah bagi Indonesia.  

 

 ____

Referensi: 

Jannah Nurul, Hubungan Etnosentrisme dengan Prasangka Pada Etnik Jawa Pada Etnik Madura, 2016. 

Darmajati Danu, Jokowi: Kodrat Bangsa Indonesia adalah Keberagaman, Detik News, 2017.  

Clifford T. Morgan, et. al. 1986. Introduction to Psychology. New York: McGraw-Hill Inc. P. 585-586. 

George Boeree. 2008. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Yogyakarta: Prismasophie. Hal. 135-142. 

Reynolds, V., Falger, V., & Vine, I. (Eds.) (1987). The Sociobiology of Ethnocentrism. Athens, GA: University of Georgia Press. 

https://web.archive.org/web/20010820165118/http://www.fortunecity.com/emachines/e11/86/beffect.html