Helen Safaringga 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More cr: kompas Menurut KHD, pendidikan adalah memberikan tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan menciptakan ruang bagi peserta didik untuk bertumbuh secara utuh agar mampu memuliakan dirinya dan orang lain (merdeka batin) dan menjadi mandiri (merdeka lahir). Kekuatan diri (kodrat) yang dimiliki, menuntun peserta didik menjadi cakap mengatur hidupnya dengan tanpa diperintah oleh orang lain. KHD menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. cr: kompas KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”. KHD hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Bila melihat dari kodrat zaman, pendidikan saat ini menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 sedangkan dalam memaknai kodrat alam maka konteks lokal sosial budaya peserta didik di Indonesia Barat tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan peserta didik di Indonesia Tengah atau Indonesia Timur. Mengenai pendidikan dengan perspektif global, KHD mengingatkan bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal sosial budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia. Kekuatan sosial budaya Indonesia yang beragam dapat menjadi kekuatan kodrat alam dan zaman dalam mendidik. Cr: idntimes Kemampuan kodrat manusia atau individu yang berkaitan dengan bagian biologis dan berperan menentukan karakter seseorang disebut dengan budi pekerti. Menurut KHD, watak atau budi pekerti adalah kodrat setiap manusia, sehingga sebagai pendidik perlu memahami kodrat itu dan dapat mengimbangi tumbuhnya kecakapan budi pekerti murid dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dialaminya. Pendidik harus mampu memahami kemampuan kodrat anak atau murid sebagai individu yang sadar mampu memikirkan, memahami, merasakan, berempati, berkehendak, dan bertindak semestinya, agar murid mampu berefleksi dan memberikan makna dari pengalaman-pengalamannya untuk mengenal dirinya sehingga murid dapat menjadi manusia atau individu yang merdeka dan berakal budi yang dapat menentukan keberadaan dan jati dirinya. Dalam mengembangkan peserta didik sesuai kodrat dan potensinya, peserta didik harus dituntun dengan kasih sayang yang tulus mendampingi merawat dan menjaganya serta doa dan harapan untuknya (sistem among). Sistem Among adalah suatu metode pendidikan yang menekankan pada proses pembelajaran yang dikenal dengan ingarso Sung tulodo, ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Sistem Among didasarkan pada dua hal yaitu kodrat alam sebagai syarat untuk mencapai kemajuan pendidikan sesuai dengan potensi murid dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin peserta didik hingga dapat mencapai selamat dan bahagia. Sebelum mempelajari topik ini, saya percaya bahwa peserta didik dianalogikan sebagai teko kosong dan tugas seorang guru untuk mengisi penuh teko tersebut dengan apapun, bisa air putih, teh, jus, dan sebagainya. Analogi lain, yaitu peserta didik dianalogikan sebagai suatu kertas kosong sehingga guru bebas menuliskan, menggambarkan, membentuk kertas tersebut dengan kehendaknya. Sebelum mempelajari topik ini, saya memaknai pembelajaran merupakan proses seorang guru dalam mengisi teko yang kosong tersebut dengan menuntut peserta didik untuk paham terhadap apa yang telah disampaikan oleh seorang guru, dituntut untuk memperhatikan, mendengarkan, menyimak, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, mendapatkan nilai yang bagus, dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh guru. Namun, setelah mempelajari topik ini saya menjadi sadar bahwa pendidikan merupakan proses menuntun segala kekuatan/ potensi yang dimiliki peserta didik sesuai kodrat alam dan zamannya, memperbaiki lakunya sehingga memperoleh keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Peserta didik merupakan kertas yang sudah memiliki garis-garis samar dan tugas seorang pendidik adalah membantu/ memfasilitasi peserta didik dalam menebalkan garis samar yang telah ada untuk memperbaiki lakunya dan menjadi manusia seutuhnya, bukan kertas kosong yang bebas digambar sesuai keinginan orang dewasa. Dalam proses menebalkan garis tersebut, tentu bukan hanya tentang kognitif namun disertai dengan pendidikan kultural. Setelah mempelajari topik ini juga, saya sadar bahwa proses pembelajaran yang baik adalah yang mampu memerdekakan serta memfasilitasi kebutuhan belajar peserta didik disematkan pula dengan sosial budaya di daerah setempat (pendidikan berdiferensial dan sosiokultural) sesuai kodrat alam dan zamannya. Dalam merefleksikan pemikiran KHD, di dalam kelas dapat saya terapkan hal-hal berikut: menerapkan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik, berdiferensial, dan sosiokultural. menerapkan Ing Ngarso Sungtolodo, Ing Madya Mangunkarso, dan Tut Wuri Handayani. menuntun tumbuh kembangnya potensi yang dimiliki peserta didik sesuai kodrat alam dan zamannya untuk memperbaiki lakunya supaya mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. mengenalkan sosial budaya di daerah setempat