fbpx

01.01.2-T1-7. Koneksi Antar Materi – Relevansi Perjalanan Pendidikan Nasional

Pendidikan di Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan dari masa ke masa. Perubahan tersebut meliputi tujuan pendidikan, materi pelajaran yang diberikan, dan filosofi pendidikan secara keseluruhan. Pada masa penjajahan Belanda, pendidikan di Indonesia hanya diperuntukkan bagi calon pegawai pemerintah kolonial. Materi pelajaran yang diberikan pun terbatas pada keterampilan membaca, menulis, dan berhitung. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil bagi pemerintah kolonial. Selanjutnya, pemerintah Belanda mendirikan Sekolah Bumi Putera yang diperuntukkan bagi anak-anak pribumi. Sekolah ini hanya terdiri dari tiga kelas dan hanya berfokus pada pengajaran keterampilan dasar. Tujuannya adalah untuk mempersiapkan anak-anak pribumi menjadi pembantu usaha dagang pemerintah.

Sekolah Bumi Putera kemudian bertransformasi menjadi sekolah kedokteran untuk orang Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Belanda mulai menyadari pentingnya pendidikan untuk masyarakat pribumi. Namun, tujuan pendidikannya masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil bagi pemerintah kolonial.

Pada tahun 1922, berdirilah Taman Siswa Yogyakarta yang mengusung filosofi pendidikan nasional. Taman Siswa berfokus pada kemerdekaan nasional, perintis pendidikan nasional, dan perintis kebudayaan nasional. Tujuannya adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang merdeka, berbudaya, dan bermartabat. Berdirinya Taman Siswa merupakan tonggak penting dalam sejarah pendidikan Indonesia. Taman Siswa menjadi pelopor pendidikan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan dan martabat bangsa Indonesia.

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tempat untuk menanamkan nilai-nilai budaya bangsa. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat. Ki Hajar Dewantara juga mengatakan bahwa pergerakan pendidikan dan kebudayaan Taman Siswa memiliki hubungan yang baik dan erat dengan pergerakan politik. Hal ini karena keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk memajukan bangsa dan negara. Pergerakan pendidikan dan kebudayaan bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia yang berbudaya dan bermartabat. Sementara itu, pergerakan politik bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan berkeadilan.

Ki Hadjar Dewantara memberikan pemikirannya tentang dasar-dasar pendidikan. Menurut beliau, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri anak, sehingga mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Ki Hadjar Dewantara juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka dan mengikuti perkembangan zaman. Namun, beliau juga mengingatkan bahwa tidak semua yang baru itu baik, sehingga perlu diselaraskan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Potensi-potensi tersebut, seperti bahasa, seni, dan budaya, dapat membantu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak.

Pendidikan di Indonesia setelah kemerdekaan mengalami perubahan yang signifikan, baik dalam hal proses pembelajaran maupun landasan pendidikan. Perubahan tersebut dilakukan untuk menghilangkan paham-paham pendidikan dari Belanda yang masih melekat dalam sistem pendidikan Indonesia. Setelah kemerdekaan, pendidikan di Indonesia diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia yang merdeka, berbudaya, dan bermartabat. Tujuan pendidikannya pun berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara.

Konstitusi 1945 menjamin hak pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hak tersebut kemudian diwujudkan dengan program wajib belajar 9 tahun. Program wajib belajar 9 tahun bertujuan untuk memberikan akses pendidikan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang “Merdeka Belajar” dan pendidikan yang inklusif menjadi landasan bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Merdeka Belajar menekankan pentingnya kemerdekaan dalam belajar, sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Pendidikan yang inklusif menekankan pentingnya kesetaraan dalam pendidikan, sehingga setiap orang, tanpa memandang kondisi fisik, mental, atau sosialnya, dapat memperoleh pendidikan yang berkualitas.

Pendidikan di Indonesia mulai berkembang pesat pada abad ke-21. Pendidikan tidak hanya berfokus pada kemandirian siswa dan pengembangan karakter, tetapi juga pada relevansi kurikulum. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidik juga dilakukan. Abad ke-21 ditandai dengan era globalisasi. Hal ini menuntut pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat bersaing di era global. Oleh karena itu, pembelajaran tidak hanya terfokus pada kebudayaan saja, tetapi juga pada keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah, keterampilan komunikasi, keterampilan kreatif dan inovatif, serta keterampilan kolaborasi atau kerjasama.

Meskipun pendidikan di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat, namun praktik pendidikan saat ini masih ada yang “membelenggu” kemerdekaan peserta didik dalam belajar, yaitu:

  • Guru yang belum dapat memahami setiap peserta didiknya, mulai dari karakter, kesiapan belajar, gaya belajar, dan kemampuan peserta didik.
  • Metode pengajaran sekolah yang tidak interaktif. Hal ini terjadi karena guru belum memahami peserta didik sehingga metode pengajaran yang digunakan hanya menitikberatkan pada pemberian informasi secara pasif, seperti ceramah dan pembelajaran berbasis guru yang menghalangi partisipasi aktif dan pemikiran kritis peserta didik.
  • Guru tidak diberikan kebebasan dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta asesmen untuk mengukur hasil belajar
  • Masih banyak guru yang melakukan penilaian yang hanya fokus pada tes tertulis dan angka-angka mengabaikan aspek-aspek penting lainnya, seperti keterampilan sosial, kreativitas, dan sikap siswa.
  • Peserta didik dalam pembelajarannya selalu dituntut untuk memiliki nilai yang baik dan di atas batas nilai yang ditentukan pada semua mata pelajaran sekolah.
  • Ketidakmerataan fasilitas pendidikan di Indonesia sehingga peserta didik tidak menyeluruh memperoleh pendidikan yang baik

Berdasarkan hal-hal tersebut, dibutuhkan langkah awal yang dapat digunakan untuk melepaskan belenggu pada pendidikan di Indonesia dalam upaya mewujudkan pendidikan yang memerdekakan peserta didik, yaitu:

  • Membekali diri dengan keterampilan terkait pengajaran dan pembelajaran untuk menjadi pendidik yang profesional.
  • Berpedoman pada pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang konsep pendidikan yang memerdekakan dan pendidikan yang inklusif
  • Melaksanakan pendidikan yang berpusat pada peserta didik dan berfokus pada kebutuhannya.

Dengan menjadikan Ki Hajar Dewantara sebagai teladan dan meneladani sikap serta pemikirannya, maka diharapkan dapat menghasilkan guru-guru profesional yang senantiasa memperhatikan kebutuhan peserta didik dalam pembelajarannya.