fbpx
Dokumentasi.Arselakamalia

Sekolah Vokasional Bagi Penyandang Disabilitas Sebagai Upaya Pemerataan Hak Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

“Development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generation to meet their own needs”

(United Nation)

Pembangunan merupakan upaya dalam mensejahterakan generasi di masa kini dan membangun generasi di masa depan. Sekiranya itulah ide pokok yang dimaksudkan oleh United Nation dalam penggambaran Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan). Dikatakan pula bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah perihal besar penghasilan semata, namun juga mementingkan keseimbangan dan kesejahteraan antar generasi dan sektor. Indonesia termasuk dalam 193 negara yang mengesahkan Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang telah diinisiasikan sejak tahun 2016 hingga 2030. Tak hanya berlaku bagi negara maju maupun pihak berkepentingan, SDGs ini menjadi tujuan yang dapat diimplementasikan oleh berbagai negara berkembang, dengan menggandeng seluruh aktor pembangunan, pemerintah, masyarakat hingga akademisi.

Manusia adalah aktor aktif dalam perwujudan tujuan SDGs ini. Merujuk pada tujuan SDGs nomor empat dan delapan yang berfokus pada pendidikan dan pertumbuhan ekonomi, keduanya memiliki hubungan timbal balik yang sangat signifikan. Banyak data empiris yang juga membuktikan bahwa dengan pendidikan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi berkelanjutan. Hal ini bersifat absolut, karena pada dasarnya pendidikan mampu meningkatkan produktivitas kerja seseorang. Berdampak pada nominal penghasilan yang kemudian memberi dampak pula pada pendapatan negara. Hal tersebut secara tidak langsung juga meningkatkan penghasilan dan taraf hidup manusia kalangan menengah kebawah. Selain itu, pendidikan juga melahirkan tenaga kerja terdidik dan berkemampuan tinggi, sehingga berdampak pula pada pendapatan personal maupun negara bersangkutan. Melalui pendidikan pula lahirlah berbagi inovasi baru yang dapat membantu kegiatan perekonomian. Sama halnya dengan ekonomi yang memberikan timbal balik dalam hal pemenuhan akses sarana prasarana belajar, kesempatan menuntut ilmu bagi berbagai kalangan dengan adanya beasiswa, hingga pemerataan pendidikan dan gaji tenaga pendidik, sekalipun di daerah 3T.

Pendidikan merupakan hak seluruh manusia dan modal utama selain kesehatan. Tak dapat disanggah, bahwa pendidikan memiliki peranan penting dalam memperbaiki kualitas dan kehidupan seseorang. Pendidikan telah dirancang sedemikian rupa, lahir dari banyaknya transformasi selama bertahun-tahun untuk melahirkan generasi bangsa yang emas. Hak pendidikan diberikan secara inklusif, tanpa memandang berbagai perbedaan, termasuk para penyandang disabilitas. Undang-undang RI nomor 8 tahun 2016 menjadi advokasi bagi para penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak mereka, termasuk hak mendapatkan  pendidikan.

Menurut data Kemenko PMK Republik Indonesia, penyandang disabilitas menginjak angka 22,79 juta jiwa per Juni 2023, atau setara dengan 8,5 persen dari seluruh total masyarakat Indonesia. Dari keseluruhan penyandang disabilitas di Indonesia, tak seluruhnya mendapatkan hak pendidikan. Berdasar data Bank Dunia pada 2021 menyatakan bahwa 660.000 anak penyandang disabilitas di Indonesia tidak mendapatkan hak pendidikan. Hal ini didukung oleh temuan UNICEF bahwa terjadi kesenjangan pendidikan pada anak disabilitas yang hanya memiliki kesempatan belajar 13,5 persen dibandingkan dengan anak normal yang menyentuh angka 97,9 persen. Hal ini juga menjadi pemicu tingginya angka pengangguran di kalangan penyandang disabilitas. Fakta diatas seharusnya menjadi bukti bahwa kebutuhan penyandang disabilitas menjadi hal yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Tak hanya berlaku pada pendidikan bagi anak disabilitas, namun juga ketidakmerataan hak kerja pada penyandang disabilitas. Tingginya angka pengangguran di Indonesia tidak menutup kemungkinan bahwa banyak penyandang disabilitas termasuk dalam akumulasi persentase angka pengangguran tersebut.

Sudah menjadi rahasia umum banyaknya stigma negatif terhadap para penyandang disabilitas di tengah masyarakat. Dipandang sebagai kelompok marginal yang selalu membutuhkan bantuan. Alhasil tidak sedikit yang mengurung diri dari masyarakat atau bahkan sengaja disembunyikan dari muka publik. Stigma semacam itulah yang menghambat pertumbuhan mereka dalam pendidikan dan pekerjaan. Tak sedikit pula kasus penyandang disabilitas yang tak mendapatkan hak upah dengan semestinya. Tercatat dalam Survei Angkatan Kerja Nasional bahwa hanya 9 persen dalam 8 juta penyandang yang terserap sebagai tenaga kerja. Padahal pada kenyataannya, undang-undang telah mengatur segala bentuk hak para penyandang disabilitas yang terangkum dalam UU nomor 19 tahun 2011 dan nomor 8 tahun 2016. Salah satunya dalam pasal 53 ayat 1 dan 2 yang menjelaskan bahwa,

  • “Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.”
  • “Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.”

Pasal di atas agaknya tak terealisasi dengan baik, namun sangat dapat dipahami jika setiap perusahaan menginginkan tenaga kerja yang berkualitas. Hal inilah yang menjadi tantangan dalam peningkatan kualitas para penyandang disabilitas untuk turut mendapatkan kesempatan yang sama dan terjun ke dalam berbagai sektor pekerjaan.

Sekolah Vokasional Penyandang Disabilitas merupakan inovasi sekolah vokasi yang inklusif dan ditujukan bagi para penyandang disabilitas, dari kalangan anak-anak hingga remaja. Lahir dari keluhan terhadap kurikulum disabilitas yang dirasa tidak sesuai dengan kemampuan para penyandang disabilitas yang terkendala dalam berpikir dan mengingat, menjadikan sistem kegiatan belajarnya masih menemukan banyak tantangan. Hal ini melahirkan pertanyaan, akan seperti apakah output yang diharapkan setelah para siswa lulus?

Sekolah Vokasional Penyandang Disabilitas menjadi wadah bagi para remaja usia 9 hingga 20 tahun. Setara dengan pendidikan SD hingga SMA, sekolah ini dirancang untuk fokus memberikan pendidikan life skill yang dapat mereka implementasikan dalam kehidupan dan manfaatkan dalam dunia pekerjaan. Sekolah Vokasional ini pun menyediakan ilmu terapan yang cenderung fokus pada sektor hospitality (pelayanan) maupun industri kreatif. Keduanya merupakan ragam ilmu terapan yang mampu dikembangkan dalam diri penyandang disabilitas. Dari sekolah inilah, para penyandang disabilitas diberikan pendidikan dengan kurikulum yang membantu mereka dalam mempersiapkan cikal bakal pekerja diberbagai sektor. Beberapa keunggulan Sekolah Vokasional Penyandang Disabilitas ;

  1. Memanfaatkan tenaga pendidik dari lulusan Pendidikan Khusus atau seminimalnya memiliki ilmu dan pengalaman bersama penyandang disabilitas.
  2. Kurikulum 80% vokasi dan 20% akademik sehingga siswa/i diberikan keterampilan life skill dan skill yang dibutuhkan dibeberapa sektor pekerjaan namun dengan tetap mempertimbangkan kemampuan siswa/i. Contohnya, menjahit, memasak, pijat, kerajinan tangan, waiters, menggambar dan lainnya.
  3. Wajib belajar 6 tahun hingga 12 tahun.
  4. Berdiri dibeberapa titik di Indonesia termasuk daerah 3T.
  5. Membagi kelas sesuai ragam disabilitas dan usia
  6. Bersifat semi kedinasan, sehingga para lulusan yang telah matang mampu disebar ke dalam beberapa sektor dan perusahaan swasta maupun lembaga pemerintah.

 

Sekolah ini tak akan mampu berdiri tanpa campur tangan banyak pihak. Oleh itu, ia bergantung pada kerjasama antar pihak pemerintah hingga swasta dalam kebutuhan anggaran pada proses perancangan, perencanaan hingga realisasinya. Karena output daripada lulusannya adalah mampu disebar dan menyebar di berbagai sektor, maka dari hal inilah munculnya kerjasama timbal balik. Para penyandang disabilitas diberikan akses pendidikan, maka pada akhirnya mereka pun akan memberikan kemampuannya dalam perusahaan pemerintah dan swasta yang bekerjasama, maupun perusahaan di luar kerjasama tersebut.

Sekolah Vokasional Penyandang Disabilitas adalah upaya dalam memberikan pendidikan berkualitas juga kesempatan yang sama dalam berkembang bagi para penyandang disabilitas. Pendidikan disabilitas dirombak dan membentuk kurikulum vokasional untuk melahirkan para tenaga kerja yang berasal dari penyandang disabilitas. Hal ini tak hanya untuk kepentingan perbaikan pendidikan, namun juga upaya memperluas sektor pekerjaan, memperbanyak tenaga kerja, mengurangi pengangguran yang juga meliputi para penyandang disabilitas. Karena, pembangunan ekonomi berkelanjutan tak hanya berfokus pada besar pendapatan, namun juga memberdayakan dan mensejahterakan generasi hari ini hingga masa mendatang tanpa ada penurunan. Inovasi ini terbentuk sebagai perwujudan tujuan dari SDGs Education Quality, Decent work and Economic Growth, Industry, innovation and infrastructure. Sehingga dari ketiga unsur tersebut dapat membawa perubahan signifikan untuk menciptakan Indonesia yang inklusif, dimulai dari pemberdayaan hak para penyandang disabilitas.

 

“Komitmen negara dalam mewujudkan kesetaraan dan kesamaan hak penyandang disabilitas, tak hanya sebagai subjek, tapi juga berperan aktif dan berkontribusi dalam pembangunan nasional”

(Prof. Dr. Nunung Nuryanto, Deputi bidang koordinasi peningkatan kesejahteraan sosial)