Badaruddin Amin Mahasiswa 0shares Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang mencapai ratusan juta jiwa telah menjadi ciri khas yang melekat apabila menyebut kata Indonesia. Tidak hanya kaya akan sumber daya alam, tetapi Indonesia juga kaya akan keberagaman. Berbagai macam keberagaman suku, rasa, agama, maupun golongan menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdiri di atas keberagaman dan telah dikemas dalam bingkai “Bhinneka Tunggal Ika”. Namun, yang menjadi sorotan utama di tengah keberagaman yang ada di Indonesia adalah terkait masalah krisis toleransi antara individu ataupun kelompok tertentu. Tentu saja hal ini dapat mencederai semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” apabila krisis ini tidak segera diatasi dengan baik. Sikap toleransi sendiri ditunjukkan untuk menghargai dan menghormati berbagai jenis perbedaan yang ada. Konsep perbedaan yang tidak dimaknai dengan baik oleh sebagian masyarakat menjadi salah satu pemicu besar terjadinya kasus intoleran di Indonesia. sikap fanatisme terhadap apa yang dimiliki membuat seseorang buta akan indahnya keberagaman. Apalagi sekarang ini, kita masuk ke dalam rana digitalisasi media massa yang dapat menjadi wadah para pelaku intoleran untuk melancarkan aksinya. Krisis toleransi di Indonesia ini telah dibuktikan dengan munculnya beberapa kasus intoleran yang pernah terjadi, seperti penyerangan klenteng di Kediri, larangan beribadah para biksu di Tangerang, tudingan aksi kristenisasi di Yogyakarta, bom bunuh diri di Gereja Katholik St. Yoseph Medan, dan teror simpatisan ISIS di gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda. Jika di teliti lebih jauh, kebanyakan kasus yang menjadi sorotan publik adalah terkait dengan isu keagamaan dan ideologi atau biasa dikenal dengan intoleransi beragama dan intoleransi ideologi Intoleransi beragama sendiri adalah suatu kondisi jika suatu kelompok (misalnya masyarakat, kelompok agama, atau kelompok non-agama) secara spesifik menolak untuk menoleransi praktik-praktik, para penganut, atau kepercayaan yang berlandaskan agama. Sementara, intoleransi ideologi adalah sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa kepercayaan atau praktik agamanya adalah benar sementara agama atau kepercayaan lain adalah salah. Kasus yang seperti ini akan memberikan efek buruk yang sangat besar karena telah melanggar butir-butir nilai Pancasila, utamanya pada sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang di mana beberapa kasus intoleran beragama akan merusak konsep Ketuhanan yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Sebenarnya masih banyak lagi kasus-kasus terkait intoleransi selain dalam lingkup agama dan ideologi. Namun, karena urgensi agama dan ideologi yang sangat besar membuatnya menjadi bahan sorotan publik secara meluas. Hal ini secara tidak langsung akan membahayakan eksistensi keberagaman di Indonesia. Tentu saja masalah ini akan memberikan efek jangka panjang seperti perpecahan dimana-mana, ketenteraman dan kerukunan masyarakat akan terganggu, dan bahkan skenario terburuk yang dapat terjadi adalah sebuah negara akan hancur akibat konflik yang terus terjadi. Apabila krisis ini tidak segera diatasi dengan baik, skenario terburuk tersebut akan mungkin dan sangat mungkin untuk terjadi. Berbagai dimensi kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya, kesehatan dan lainnya akan menjadi imbas dari krisis berkepanjangan tersebut. Lantas siapakah sebenarnya yang bertanggung jawab terhadap masalah ini? Apakah secara penuh berbagai macam masalah yang ditimbulkan dari krisis ini adalah tigas dari pemerintah saja? Jika kita berkaca dari segi tugas dan tanggung jawab, pemerintah telah menjadi pemeran utama dalam mengatasi masalah ini. Tetapi, hal yang seharusnya menjadi bahan renungan adalah besarnya kuantitas penduduk Indonesia akan membuat pemerintah kewalahan jika mengatasi masalah ini secara sendiri. Urgensi dari pemerintah pada dasarnya tidak perlu dipertanyakan lagi karena pemerintah secara nyata harus memegang peran utama dalam mengatasi masalah ini. namun, perlu kita sadari bahwa hakikat dari sebuah masalah yang ada akan semakin rumit apabila tidak ada peran pendukung yang turut menyertai. Dari sinilah andil dari lapisan masyarakat sangat diperlukan, utamanya bagi seorang pemuda. Pemuda sebagai agent of change dalam berbagai dimensi kehidupan tidak boleh tinggal diam dalam mengatasi masalah terkait krisis . Jadi, pemuda dalam hal ini apakah hanya menjadi penonton atau harus menjadi seorang aktor? Tidak perlu berpikir panjang lebar bagi seorang pemuda untuk menentukan pilihan ini karena pada sejatinya pemuda harus memilih menjadi seorang aktor dalam menghadapi masalah ini. Kontribusi dari pemuda sangat besar manfaatnya dan akan sangat mungkin berpengaruh besar dalam mengatasi kasus terkait krisis toleransi ini. Hal utama yang harus dilakukan kaum muda dalam menjadi agent of change untuk mengatasi krisis toleransi adalah memastikan dirinya untuk tidak terlibat dalam kasus intoleran. Pemuda harus menjadi teladan yang baik kepada masyarakat Indonesia untuk tidak terlibat dalam kasus intoleran yang dapat meresahkan kesejahteraan masyarakat. Apabila para kaum muda turut bersatu untuk mencegah dan mengatasi krisis toleransi ini, akan sangat mungkin jika kasus intoleran di Indonesia akan sangat minim dan bahkan bisa berada pada tahap bebas dari jeratan masalah ini. Di tengah era digitalisasi yang semakin canggih, pemuda harus berpikir secara rasional untuk memanfaatkan situasi ini. Seorang pemuda setidaknya dapat menjadi seorang influencer untuk mengajak serta para masyarakat berkontribusi nyata dalam menjaga persatuan di tengah keberagaman dengan kegiatan-kegiatan positif seperti melancarkan kampanye terkait masalah intoleran, mengajak masyarakat untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, atau hal-hal positif lain yang dapat membantu meminimalisir kasus intoleran di Indonesia. Hal tersebut dapat dilakukan melalui akun-akun media sosial untuk disebarkan kepada khalayak umum. Selain menjadi seorang influencer yang mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk terhindar dari kasus intoleran, pemuda juga harus menunjukkan aksi nyata bahwa dirinya tidak hanya manis di bibir tetapi para pemuda memiliki aksi nyata. Hal yang dapat dilakukan seperti memaksimalkan diri untuk memberikan cerminan yang baik terhadap perilakunya kepada orang lain dengan sikap saling menghargai dan menghormati, tidak memaksakan kehendak orang lain, menumbuhkan sikap peduli kepada sesama, serta tidak bersikap egois terhadap suku, agama, ras, golongan, maupun budaya yang dimiliki dengan menjelekkan yang lainnya. Hal-hal tersebut bagi sebagian orang memanglah kecil, tetapi perlu kita sadari bahwa hal-hal kecil tersebut dapat membawa perubahan besar terhadap masalah yang menjangkit sebagian dari populasi masyarakat di Indonesia yang dalam hal ini adalah terkait dengan krisis toleransi. Untuk semua kaum muda tetaplah berguna untuk negeri ini meskipun usahamu dipandang sebelah mata oleh banyak orang. Hal ini karena sebuah aksi kecil akan lebih baik jika dibandingkan dengan engkau hanya menjadi penonton tanpa aksi. Jika bukan kita yang bergerak untuk menjaga keutuhan NKRI, siapa lagi? Jauhkan sikap ingin menang sendiri karena sikap ini dapat membuat kita saling intoleran dengan orang lain dan marilah saling menghargai dan menghormati karena kita berada di Indonesia, negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai perbedaan sebagai konsep dari “Bhinneka Tunggal Ika”. DAFTAR PUSTAKA Purwati, Puput. (2019). 6 Contoh Kasus Intoleransi di Indonesia Paling Menghebohkan. Diakses pada 30 Agustus 2021, dari https://hukamnas.com/contoh-kasus-intoleransi-di-indonesia Gischa, Serafica. (2021). Dampak Negatif Intoleransi dan Cara Menghindarinya. Diaksesp 30 Agustus 2021, dari https://www.kompas.com/skola/read/2021/02/22/165337469/dampak-negatif-intoleransi-dan-cara-menghindarinya
Wujudkan Majalengka Langkung Sae, PC Tidar Majalengka Gelar Rapat Konsolidasi dan Pelatihan Tunas 1 dan 2 Read More