Selvia Rahayu Mahasiswa 0shares Membangun Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual, Melalui Pendidikan dan Kesadaran Oleh : Suvi Elvirawati Zebua Read More Indonesia merupakan bangsa dengan sejuta kemajemukan. Terdapat beragam perbedaan yang menjadi pilar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, seperti kondisi geografis, flora dan fauna, kuliner, suku bangsa, agama, ras, bahasa, budaya, pandangan politik, dan banyak perbedaan lainnya. Tak ayal lagi jika Indonesia seringkali dijuluki sebagai Negeri Sejuta Pesona karena segudang keberagaman yang dimilikinya. Layaknya pisau bermata dua, keberagaman yang dimiliki Indonesia menjelma menjadi potensi sekaligus tantangan bagi dinamika bangsa ini. Di satu sisi, keberagaman menjadi anugerah tersendiri bagi Bangsa Indonesia. Banyaknya perbedaan yang dimiliki oleh Indonesia membuat negeri ini menjadi lebih berwarna. Tidak mengherankan rasanya apabila keberagaman menjadi salah satu aset yang tidak ternilai harganya bagi Bangsa Indonesia. Sedangkan, di sisi lainnya, keberagaman yang berlimpah juga menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang sangat kompleks dan sensitif akan adanya perpecahan. Dengan kondisi sosial yang majemuk, Indonesia sangat rentan terhadap peluang disintegrasi. Banyaknya perbedaan di tengah masyarakat membuat konflik primodal dan diskriminasi sosial acap kali terjadi. Hingga saat ini terhitung tidak hanya sekali maupun dua kali pergesekan sosial ini melanda masyarakat Indonesia. Berikut ialah beberapa kasus konflik maupun diskriminasi sosial yang pernah terjadi disebabkan oleh adanya bentrokan perbedaan antar-golongan dalam masyarakat di Indonesia: Kerusuhan sosial di Tasikmalaya (1996) yang terjadi akibat adanya kecemburuan sosial antara masyarakat Pribumi dan masyarakat Tionghoa. Konflik Sampit (2001) yang terjadi akibat adanya pertikaian antar-suku di daerah tersebut, yaitu Suku Dayak dan Suku Madura. Kasus pembakaran rumah ibadah di Tanjung Balai (2016) yang terjadi karena adanya gesekan agama antara umat Islam dan umat Buddha di kalangan masyarakat setempat. Kasus pemecatan seorang guru SDIT di Bekasi (2018) hanya karena perbedaan preferensi politik yang dimilikinya. Kasus pembatalan sepihak status Pegawai Negeri Sipil seorang dokter gigi di Solok Selatan (2019) lantaran kondisinya sebagai seorang penyandang disabilitas. Kasus diskriminasi terhadap Mahasiswa Papua di Surabaya (2019) yang dipicu oleh kuatnya stigma negatif terhadap sekelompok ras tertentu. Aksi demonstrasi di Papua (2019) sebagai bentuk protes terhadap publik atas sejumlah tindak rasisme yang mereka alami. Polemik wajib jilbab bagi Siswi Non-Muslim di Padang (2020) yang terjadi karena adanya benturan antara agama dan adat istiadat di daerah tersebut. Tindakan rasisme yang dilakukan oleh Natalius Pingai terhadap Suku Minangkabau (2021) dikarenakan pandangan negatif dirinya terhadap pilihan politik orang Minang. Kasus TNI AU yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga sipil di Papua (2021) dengan dalih sebagai bentuk pengamanan sosial. Tidak hanya itu, indikasi adanya kesenjangan karena keberagaman juga terjadi di daerah tempat tinggal saya. Daerah tempat tinggal saya merupakan daerah yang kental akan adat istiadat, tradisi, dan kehidupan masyarakatnya bernuansa Islam. Bermukim di daerah yang terbilang homogen, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, membuat keberadaan penduduk yang non-Islam agaknya termarginalisasi. Kedudukan penduduk non-Islam terbilang sangat minoritas di daerah ini. Dengan jumlah populasi yang tidak terlalu banyak tersebut, mereka cukup kesulitan untuk melakukan aktivitas keagamaannya. Apabila rumah ibadah untuk penduduk yang beragama Islam dapat dengan mudah di temui di sini, maka lain ceritanya dengan rumah ibadah bagi penduduk non-Islam. Di daerah tempat tinggal saya, tidak ada satu pun rumah ibadah untuk penduduk non-Islam yang didirikan. Dengan kata lain, rumah ibadah yang ada di daerah ini hanyalah Masjid, tidak ada Gereja, Pura, Vihara, bahkan Kelenteng. Untuk melaksanakan kewajiban ibadahnya, para penduduk non-Islam di sini harus menempuh perjalanan selama satu hingga dua jam ke pusat kota terdekat. Dari fakta tersebut, terlihat adanya indikasi kesenjangan terhadap segelintir kelompok masyarakat hanya karena perbedaan yang mereka miliki. Berbagai pertanda kesenjangan maupun konflik yang terjadi tersebut menjadi bukti nyata bagaimana keberagaman dapat membawa petaka bagi Bangsa Indonesia. Hakikatnya, perbedaan akan tetap ada dan benturan terhadap perbedaan merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Keberagaman bukanlah hal yang sepele. Ibarat api dalam sekam, apabila hal ini tidak ditangani dengan baik, maka bukan tidak mungkin keberagaman ini menjadi boomerang bagi kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, sebagai bagian dari Bangsa Indonesia, agar kedepannya keberagaman di dalam masyarakat dapat dimaknai dengan lebih bijak. Indonesia memiliki satu semboyan nasional sebagai representasi dari keberagaman sosial yang dimiliki negeri ini. Bhinneka Tunggal Ika, itulah semboyannya. Bhinneka Tunggal Ika sendiri berarti meskipun beragam, tetapi pada hakikatnya Bangsa Indonesia tetap satu kesatuan. Singkatnya, Bhinneka Tunggal Ika bermakna Unity in Diversity. Sebagai bagian dari Bangsa Indonesia, penting bagi kita untuk memegang teguh prinsip Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan bermasyarakat. Jika prinsip ini dapat diwujudkan dengan baik dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia, maka tidak nihil rasanya kerukuran antar-golongan masyarakat dapat terlaksana. Namun, tentunya bukan hal yang mudah bagi kita untuk mencapai angan-angan tersebut. Diperlukannya koordinasi menyeluruh dari tiap-tiap lapisan masyarakat untuk mewujudkan kerukunan dalam Bangsa Indonesia. Lantas, apa saja langkah nyata dari prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang dapat kita lakukan untuk mewujudkan kerukunan dalam Bangsa Indonesia? Pertama, membentuk mindset positif terhadap perbedaan sosial. Langkah sederhana yang pertama dapat kita lakukan dengan menanamkan pola pikir yang ramah terhadap keberagaman. Hal ini dilakukan agar kita dapat lebih menghargai arti perbedaan. Keberagaman merupakan hal yang patut kita syukuri. Jangan menjadikan perbedaan sebagai penghalang, melainkan anggaplah perbedaan sebagai pemersatu. Dengan menanamkan sudut pandang yang positif terhadap keberagaman ini, maka potensi terjadinya benturan perbedaan dalam masyarakat Indonesia dapat diminimalisir. Kedua, membudayakan rasa kemanusiaan dan sikap toleransi antar-individu. Setelah membentuk pola pikir ramah terhadap keberagaman, kita dapat mewujudkan kerukunan dalam masyarakat dengan membangun toleransi dan senantiasa mengutamakan rasa kemanusiaan terhadap orang lain. Hal ini akan membiasakan sifat tenggang rasa dalam diri individu. Dengan begitu, harmoni di tengah keberagaman juga dapat terwujud dalam masyarakat. Ketiga, menyadari bahwa kita semua setara dan kita merupakan bagian dari bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari Bangsa Indonesia, kita harus menyadari bahwa kedudukan kita ialah sepadan. Walaupun berbeda, tetapi hakikatnya semua manusia itu sama. Tidak ada individu yang lebih tinggi maupun lebih rendah antara satu dengan yang lainnya. Hal ini akan menumbuhkan rasa persatuan dan nasionalisme dalam diri kita. Dengan menerapkan ketiga langkah sederhana yang relevan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika tersebut, maka konflik perbedaan dapat diminimalisir dan peluang untuk terciptanya sinegritas dalam masyarakat Indonesia akan semakin meningkat. – Bhinneka Tunggal Ika , Berbeda Namun Tetap Satu REFERENSI Pursika, I. Nyoman. (2009). KAJIAN ANALITIK TERHADAP SEMBOYAN “BHINNEKA TUNGGAL IKA”. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 42(1), 15 – 20. Riana, F. (2021). 2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf. Retrieved from TEMPO.CO: https://nasional.tempo.co/read/1488054/2-anggota-lakukan-kekerasan-ke-warga-papua-tni-au-minta-maaf/full&view=ok BBC News Indonesia. Wajib jilbab bagi siswi non-Muslim di Padang: ‘Sekolah negeri cenderung gagal terapkan kebhinekaan’. (2021). Retrieved from BBC News Indonesia: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55806826
Membangun Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual, Melalui Pendidikan dan Kesadaran Oleh : Suvi Elvirawati Zebua Read More