fbpx
Sumber : Bank Sampah Mengajar (BASMENJAR)

Mengintegrasikan Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan dalam Kurikulum Merdeka Melalui Ekopedagogi

Pendidikan dapat dan harus berkontribusi pada visi baru pengembangan global yang berkelanjutan.

(UNESCO, 2015)

Pembangunan apapun di sebuah negara tentunya berakar dari sumber daya manusia yang berkualitas. Jika kualitas sumber daya manusia belum mumpuni, maka pembangunan berkelanjutan akan sulit tercapai. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam mencapai pembangunan berkelanjutan, dimulai dari pendidikan.

Pendidikan adalah langkah awal untuk membangun masa depan yang lebih baik dan lebih berkelanjutan bagi generasi yang akan datang. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini adalah menjaga keberlanjutan lingkungan. Di tengah krisis iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi yang merebak, penting bagi kita untuk menyadari pentingnya lingkungan dan bagaimana kita dapat berkontribusi untuk menjaga planet kita dari generasi ke generasi. 

Pendidikan memainkan peran penting dalam memberikan kesadaran dan pemahaman kita tentang isu-isu lingkungan mulai dari pengetahuan tentang ekosistem, siklus alam, sumber daya alam, hingga dampak kegiatan manusia terhadap lingkungan. Lebih dari itu, pendidikan juga diyakini mampu membangun sumber daya manusia dengan bekal karakter terhadap alam ataupun lingkungan hidup. Bukan sebaliknya, justru menciptakan manusia yang beranggapan antroposentris (menempatkan manusia sebagai penguasa bumi).  Paradigma antroposentrisme ini yang kemudian menjadikan manusia bersikap eksploitatif terhadap alam atau lingkungan hidup yang berujung pada krisis lingkungan hidup, ini sungguh miris.

Hasil penelitian menunjukkan, walaupun sebagian besar siswa memahami fakta dan menyatakan peduli terhadap isu lingkungan, tetapi mereka tidak menghubungkan fakta itu dengan aksi dan perilaku mereka (Parry & Scott 1997; The Kentucky Environmental Education Council & the University of Kentucky Survei Research Center, 2005).

Hal itu disebabkan pendidikan lingkungan secara tradisional masih mengarah pada pendidikan ke alam. Di samping itu, pendidikan lingkungan juga masih lebih banyak di ruangan kelas tanpa dihubungkan dengan isu lingkungan dan sosial (Surata, 2015). 

Upaya pembentukan karakter terhadap alam/lingkungan hidup di sekolah dapat menggunakan pendekatan ekopedagogi (ecopedagogy). Ekopedagogi berakar pada ekologi dalam (deep ecology) dan pedagogi kritis (critical pedagogy). Ekopedagogi bukanlah metode pembelajaran tetapi sebuah pendekatan dalam pendidikan. Suatu pendekatan yang menjiwai kegiatan proses belajar dan budaya sekolah dengan spirit peduli lingkungan. Ekopedagogi adalah sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang menghubungkan antara lingkungan dan masalah sosial (Misiaszek, 2015).

Awalnya, ekopedagogi merupakan pedagogi untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan dalam bidang pendidikan menjadi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Sebagai basis pembangunan berkelanjutan, ekopedagogi menawarkan empat sistem pengajaran.

Pertama, pengajaran tentang lingkungan sosial dan alam, yakni menyiapkan teks-teks terkait lingkungan hidup bagi anak-anak sehingga memampukan mereka menyingkapkan isu-isu lingkungan terkini, akar dari isu, serta strategi untuk menanggapi isu, baik secara individu dan kolektif. Sistem pengajaran ini sejalan dengan pembelajaran berdiferensiasi (differentiated learning) dan perencanaan pembelajaran berupa modul ajar bermuatan program nol sampah (zero waste) dan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang diakomodir dalam intrakurikuler Kurikulum Merdeka. 

Kedua, pengajaran dalam lingkungan sosial dan alam, yakni menuntun para pelajar kepada kesadaran akan relasi mereka dengan lingkungan, baik sosial dan alam.

Ketiga, pengajaran melalui lingkungan sosial dan alam, yakni mengadaptasi tugas-tugas kelas, latihan menulis, kerja kelompok, pengalaman, perjanjian dengan masyarakat untuk menjemakan pengetahuan ke dalam aksi sosial, keadila lingkungan, kesejahteraan dan keberlanjutan. Sistem ini dapat kita jumpai pada kokurikuler Kurikulum Merdeka, projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) tema Aku Sayangi Bumi: Gaya Hidup Berkelanjutan pada jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) dan Gaya Hidup Berkelanjutan pada jenjang SD hingga SMA.

Keempat, pengajaran tentang saling keterakaitan antar mahluk yang berkelanjutan.

Penerapan ekopedagogi dapat melalui proses pembelajaran. Guru dapat mengembangkan materinya dan mengaitkan pada pembentukan karakter terhadap alam/lingkungan hidup. Apapun mata pelajarannya. Berdasar kurikulum yang berlaku seperti Kurikulum Merdeka yang memberikan ruang kebebasan bereksplorasi dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru dapat mengembangkan kurikulum tersebut disesuaikan pada situasi dan kondisi lingkungan setempat.

Gambar. Pembelajaran ‘model ekopedagogi’ pada pembelajaran Matematika pada materi pengolahan data kelas 6 di SD Swasta KLK Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Riau

Sebagai contoh, pembelajaran Matematika materi pengolahan data pada kelas 6 SD sebagai ‘model ekopedagogi’.

  1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa di kelas.
  2. Setiap kelompok diberikan tugas untuk mengumpulkan sampah ada di lingkungan sekolah.
  3. Siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai jenis sampah, mengolah data tentang sampah yang ada di lingkungan sekolah, dan menampilkannya dalam tabel maupun dalam bentuk grafik.
  4. Dari temuan yang diperoleh melalui pengamatan tersebut, siswa mendiskusikannya dalam kelompok.
  5. Hasil diskusi dipresentasikan dan kelompok lain menanggapi. Guru memberikan pertanyaan pemantik, “Apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi timbulan sampah seperti sampah daun ataupun plastik yang banyak dijumpai di lingkungan sekolah?” Untuk mendapatkan solusi atas masalah sampah di lingkungan sekolah melalui projek penguatan profil pelajar Pancasila (P5) tema  Gaya Hidup Berkelanjutan topik Sampahku Tanggungjawabku.  

Penting menumbuhkan kesadaran peduli lingkungan (ekoliterasi). Kesadaran peduli lingkungan dapat diterapkan sejak usia dini melalui pendidikan di sekolah melalui ekopedagogi. Meskipun pendidikan hasilnya tidak dapat diketahui segera dan baru akan terlihat dalam kurun waktu lama. Tetapi pendidikan merupakan jalan terbaik mengubah cara berpikir dan bertindak peduli lingkungan.

Penulis adalah praktisi ekopedagogi, pendiri Bank Sampah Mengajar (BASMENJAR), dan terlibat pada penyusunan perencanaan pembelajaran bermuatan program nol sampah (zero waste) dan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang ditaja oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, dan penelaahan Modul Pengelolaan Sampah di Sekolah Melalui Bank Sampah  bersama Gema Nirmala Indonesia.