fbpx

Pembangunan Desa Sebagai Motor dalam Mewujudkan Ekonomi Berkelanjutan di Indonesia

Pada tahun 2015 silam, tepatnya pada bulan September sebanyak 193 negara berkumpul di Markas PBB untuk mengesahkan dokumen yang disebut Suistanable Development Goals (SDGs). Kelahiran SDGs ini dilatarbelakangi oleh beberapa agenda Millenium Development Goals (MDGs) yang belum tercapai. Sebenarnya, jauh sebelumnya SDGs telah diproyeksikan sebelum MDGs berakhir, tepatnya pada UN Summit dalam acara MDGs pada tahun 2010. 

SDGs sendiri adalah sebuah agenda pembangunan global yang memuat 17 tujuan yang terbagi dalam 168 target. Yang memiliki urgensi guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs merupakan komitmen negara & seluruh masyarakat internasional menuju kehidupan manusia yang lebih baik. Tak terkecuali bagi Indonesia. Untuk itu, Pemerintah Indonesia dengan cepat menuangkan konsep SDGs dalam Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).

Namun, tiap negara memiliki karakteristiknya sendiri. Negara Indonesia sebagai negara kepulauan  terbesar yang memiliki 277 juta jiwa jumlah penduduk dan memiliki 75 ribu desa mempunyai tantangan tersendiri dalam mewujudkan SDGs/TPB. Karena itu perlu dilakukan perencanaan yang matang dan dapat diaplikasikan baik di tingkat global, nasional, regional, daerah bahkan hingga ke desa.

Mengingat jumlah desa yang begitu besar di Indonesia dan 43% penduduk ada di desa maka pembangunan harus mulai diprioritaskan dari desa (desentralisasi). Menyadari hal tersebut, pemerintah menyusun SDGs Desa yang memuat 18 tujuan & sasaran. Bukan isapan jempol belaka, aksi nyata dilakukan pemerintah melalui kementrian desa dalam peraturan menteri desa nomor 8 tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2023 yang memuat SDGs Desa.

Adapun SDGs Desa adalah upaya mewujudkan desa tanpa kemiskinan, kelaparan, ekonomi tumbuh merata, peduli kesehatan & lingkungan, peduli pendidikan, ramah berjejaring dan  tanggap budaya. Dalam upaya mewujudkan SDGs Desa dilakukan dengan berbagai cara. Ada tiga fokus dalam anggaran dana desa. Pertama dengan pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa. Kedua pembangunan infrastruktur berupa listrik guna mewujudkan desa berenergi bersih dan terbarukan. Ketiha pengembangan usaha ekonomi produktif berupa pembentukan, pengembangan dan revitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) guna menumbuhkan ekonomi desa. Fokus utama dalam upaya yang telah dilakukan SDGs desa serupa dengan tujuan no 8 SDGs yaitu pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi. Sebab keberhasilan dalam pencapaian SDGs 8 berpengaruh terhadap tujuan SDGs lainnya. 

Dengan tercapainya pertumbuhan ekonomi akan tercipta pekerjaan yang layak. Pekerjaan layak mampu memberikan kehidupan yang lebih baik, menurunkan tingkat kemiskinan dan menghapus kelaparan dan stunting (SDGs 1 dan 2). Pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak akan membuka akses yang setara bagi laki-laki dan perempuan (SDGs 5).  Pekerjaan yang layak dengan upah yang layak dan memadai membuka akses layanan sosial sehingga mengurangi ketimpangan antar penduduk (SDGs 10). Dalam jangka panjangnya pekerjaan yang layak tentu saja membutuhkan kualitas pekerja yang lebih baik. Kualitas manusia yang lebih baik dibentuk dengan peningkatan kualitas pendidikan yang lebih baik (SDGs 4). Apabila manusianya telah terampil maka akan terjadi pekerja yang berfokus pada inovasi dan pembaharuan di berbagai bidang (SDGs 9). Bayangkan dalam sekali dayung dua tiga pulau terlampau. 

Menurut kepala pusat data dan Informasi Kementrian Desa, pada tahun 2020 didapatkan hasil desa berkontribusi menggerakkan ekonomi sebesar 74%. Angka 74% didapatlan berdasar aspek kewilayahan dan kewarganegaraan.  Dari kondisi tersebut dapat ditarik kesimpulan SDGs desa memiliki kontribusi yang siginifikan

Namun, masih banyak tugas untuk mewujudkan SDGs Desa kedepannya. Ada beberapa catatan kritis dari penulis. Pertama perlu adanya penguatan dan kerjasama berbagai pihak yang ditujukan kepada perangkat desa agar tujuan SDGs dapat dicapai, khususnya pemerintah pusat selaku otoritas tertinggi. SDGs desa tidak dapat dibangun tanpa keberpihakan dan aksi nyata pemimpin pusat dan daerahnya. Desa perlu diberikan kewenangan untuk mengembangkan desanya tanpa intervensi.

Kedua, ekonomi berkelanjutan di Desa tidak dapat terbentuk tanpa adanya  infrastruktur dan fasilitas yang memadai, maka kebijakan pemerintah kedepannya harus mulai berfokus dan berpihak pada hajat hidup warga desa. Negara mesti memberikan akses pendidikan, kesehatan, air bersih, listrik, sanitasi, dan berbagai infrastruktur publik seperti klinik, rumah sakit, sekolah. Memang  bukan persoalan mudah dan memerluhkan waktu yang panjang. Namun memiliki urgensi tinggi, apabila tidak dilakukan desa tanpa kemiskinan dan kelaparan tidak akan dapat terwujud. Bahkan hal ini telah tercantum dalam UUD 1945 sebagai dasar falsafah negara Indonesia.

Ketiga, perlu adanya pendampingan, pelatihan dan evaluasi berkala karna dana desa rentan korupsi. Jangan sampai upaya baik ini malah menjadi masalah baru kedepannya. Pendampingan dan pelatihan tersebut dapat melibatkan berbagai pihak baik lembaga pemerintah, swasta ataupun para ahli. Supaya dalam pengelolaannya BUMDes dapat berjalan profesional sehingga tidak hanya menjadi usaha sosial yang berfokus pada keuntungan belaka namun dapat memberikan dampak sosial nyata.

Penulis berharap program pembangunan desa tak henti berinovasi menjadi lebih baik lagi. Agar ekonomi berkelanjutan di desa dapat lebih cepat tercapai. Nantinya pertumbuhan ekonomi tersebut dapat menekan laju urbanisasi, peningkatan kualitas dan aksebilitas di berbagai bidang. Bukan mustahil, saat hal itu tercapai nantinya. Akan ada pemimpin-pemimpin baru  Indonesia berkualitas yang berasal dari desa.

 

Â