Rihardian Maulana Wicaksono 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Tantangan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan mewujudkan pembangunan keberlanjutan di zaman modern ini cukup berat. Dengan bertambahnya jumlah populasi serta meningkatnya perekonomian masyarakat menyebabkan tingkat konsumsi terus bertambah setiap tahunnya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sumber daya alam (SDA) selalu menjadi objek yang dieksploitasi secara masif hanya untuk kepentingan jangka pendek tanpa memikirkan keberlanjutan untuk generasi masa depan. Terlebih lagi pemanfaatan yang berlebihan ini mengorbankan kelestarian alam seperti penggundulan hutan, kerusakan ekosistem, pencemaran air, tanah dan udara. Dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari akumulasi aktivitas tersebut sangat terasa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir seperti perubahan iklim, pemanasan global, gangguan ekosistem, ancaman ketersediaan air dan bencana alam yang intens terjadi di berbagai daerah. Jika perilaku negatif berlebihan ini dibiarkan terus berlangsung, maka potensi kerugian yang dihasilkan akan semakin besar yang tidak hanya dari aspek lingkungan saja, tetapi sisi perekonomian dan sosial juga terganggu. Oleh karena itu, perlu adanya solusi inovatif yang berkelanjutan agar dapat mengubah cara pandang, sikap, pola hidup dan interaksi masyarakat terhadap lingkungan alam sekitar sehingga efek negatifnya dapat diminimalisir dan bahkan dihilangkan. Sektor pendidikan merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam membangun pemahaman dan kesadaran terhadap lingkungan serta membentuk budaya berkelanjutan secara berjenjang dari SD hingga Perguruan Tinggi. Transformasi Pendidikan perlu dilakukan dengan melengkapi kurikulum yang sudah ada dengan memasukkan aspek-aspek yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan dan pembangunan kerlanjutan. Konsep Green currIculum and iNnovation Action (GINA) Kurikulum Indonesia saat ini masih berfokus pada nilai-nilai eksak dan sosial dengan sentuhan seni dan teknologi. Aspek lingkungan dan Pembangunan berkelanjutan belum sepenuhnya dikombinasikan dengan kurikulum yang ada. Walaupun beberapa sekolah sudah mengadopsi kegiatan yang melibatkan kepedulian lingkungan tetapi masih belum menyentuh sisi keberlanjutan sehingga ketika pindah ke jenjang pendidikan selanjutnya, siswa harus beradaptasi dengan hal yang baru tanpa review pembelajaran yang telah dipelajari di pendidikan sebelumnya. Oleh karena itu, perlu adanya transformasi kurikulum Pendidikan yang menyelaraskan program kegiatan mulai dari jenjang dini hingga pendidikan tinggi. Konsep GINA dapat menjadi salah satu alternatif solusi transformasi di sektor pendidikan dalam rangka membentuk paradigma, sudut pandang, perilaku dan budaya yang ramah lingkungan untuk mencapai Pembangunan berkelanjutan dengan mengintegrasikan kurikulum konvensional dan kurikulum hijau dengan melibatkan aksi inovasi sebagai praktek secara langsung di setiap kegiatan pendidikannya. Dalam kurikulum GINA ini, terdapat 2 konsep besar yaitu: Kurikulum Hijau Kurikulum hijau didefinisikan sebagai program pendidikan yang melibatkan pembahasan isu-isu lingkungan dan keberlanjutan ke dalam materi pelajaran yang sudah ada seperti ilmu sains, sosial, seni dan bahasa. Materi dalam kurikulum ini mencakup pengenalan terhadap lingkungan hidup sekitar, konservasi sumber daya alam, penggunaan energi yang efisien, teknologi energi baru terbarukan, pengolahan sampah dan praktek-praktek hijau lainnya. Para siswa diperkenalkan bahwa segala sesuatu yang dikonsumsi saat ini berasal dari sumber daya alam yang ada di lingkungan sekitar sehingga setiap tindakan yang dilakukan akan berdampak pada lingkungan tersebut baik saat ini maupun waktu yang akan datang. Oleh karena itu, kelestariannya perlu dijaga agar SDA yang sama dapat dinikmati juga oleh generasi mendatang. Setelah kesadaran dan pemahaman terkait keberlanjutan lingkungan dibangun, selanjutnya perlu adanya aksi nyata untuk mengimplementasikan hal tersebut. Dalam hal ini, implementasinya disesuaikan untuk setiap jenjang pendidikan dan perlu ada keberlanjutan dalam praktiknya agar terbentuk kebudayaan dan kebiasaan ramah lingkungan di kalangan generasi muda. Sebagai contoh untuk jenjang dasar (SD), implementasinya dapat dimulai dengan cara diberikan pengenalan sederhana oleh para guru kepada para siswa seperti membuang sampah pada tempatnya, mengurangi penggunaan kantong plastik atau menanam tanaman hijau sekaligus menjelaskan manfaat dan dampak dari aktivitas tersebut. Kemudian di jenjang menengah (SMP-SMA), siswa dapat diperkenalkan konsep konservasi lingkungan, teknologi energi baru terbarukan serta melanjutkan kegiatan yang pernah dilakukan di jenjang sebelumnya. Lalu di jenjang pendidikan tinggi, kegiatan sebelumnya dilanjutkan serta dilengkapi dengan analisis kritis dan perbaikan dengan mengimplementasikan ilmu dan teknologi yang lebih maju sehingga menghasilkan prototype atau produk sebagai solusi penanganan alam sekitar. Aksi Inovasi Untuk mengembangkan keterampilan kritis dan kreativitas siswa di sekolah, perlu diseimbangkan pembelajaran secara teori dengan praktik secara langsung. Sehingga perlu adanya aksi nyata sebagai bentuk tindakan ramah lingkungan terhadap alam sekitar. Salah satu pendekatan inovatif diantaranya pembelajaran berbasis proyek dan eksperimen langsung. Siswa didorong untuk mengidentifikasi masalah lingkungan di sekitar mereka dan mencari solusi melalui proyek-proyek yang mereka kembangkan sendiri. Selain itu, siswa dapat berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk komunitas lokal, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta, untuk mendukung kegiatan pembelajaran dan memberikan pengalaman dunia nyata kepada siswa. Mereka dapat memanfaatkan teknologi digital seperti sebagai sarana untuk saling bersosialisasi dan berkomunikasi. Sehingga diharapkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan serta tanggung jawab ekologis dapat menyebar luas sehingga membentuk budaya dan gaya hidup berkelanjutan. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060. Komitmen tersebut merupakan bagian upaya dan tanggung jawab dari Pemerintah untuk bersama-sama mengatasi perubahan iklim yang terjadi serta menjaga kelestarian lingkungan sehingga terwujudnya masa depan berkelanjutan demi generasi yang akan datang. Upaya tersebut tidak akan optimal jika cara pandang dan perilaku kita saat ini masih sama dalam memperlakukan sumber daya alam dan lingkungan sekitar kita. Akhirnya, masa depan yang berkelanjutan akan sulit terealisasi dan generasi mendatang yang akan menanggung semua dampak negatif yang terjadi dari apa yang telah dilakukan oleh generasi sekarang. Oleh karena itu, sektor pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai target di masa depan. Dengan adanya konsep kurikulum hijau berbasis aksi inovasi (GINA) diharapkan pendidikan di Indonesia dapat membangun kesadaran dan kepedulian sejak dini terhadap pentingnya konservasi lingkungan sekitar sehingga setiap penggunaan sumber daya alam yang dikonsumsi hari ini harus dapat dinikmati juga oleh generasi yang akan datang. Sehingga kita dapat bersama-sama mencapai target Net Zero Emission untuk mencapai sustainable future di tahun 2060 atau bahkan bisa lebih cepat dari target awalnya. Tentu hal ini sejalan dengan tujuan SDG no.4 dan 13 terkait pendidikan yang berkualitas dan penanganan Perubahan Iklim untuk Indonesia yang lebih baik.