Ekadina Dzawil Ulya 0shares AKSI NYATA TOPIK 4. PERSPEKTIF SOSIOKULTURAL DALAM PENDIDIKAN INDONESIA Read More Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan pembangunan sebuah bangsa, sebuah investasi jangka panjang yang tidak ternilai harganya. Di era perkembangan teknologi dan informasi yang pesat saat ini, konsep pendidikan berkelanjutan menjadi semakin relevan dan mendesak. Pendidikan berkelanjutan bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan kognitif, tetapi juga tentang membekali individu dengan keterampilan, memiliki karakter yang kuat, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk menjadi motor penggerak utama bagi pembangunan bangsa secara keseluruhan dalam menghadapi tantangan masa depan. Sejalan dengan pilar ke empat Sustainable Development Goals (SDGs) pendidikan berkualitas dalam pengaplikasian pembelajaran berlaku target 4-7 mengenai pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan kewarganeraraan global. Di sisi lain, pendidikan formal sangat terkait dengan isu-isu lingkungan (Sutanto, 2017). Isu lingkungan dapat dikaitkan dengan SDGs pilar 15 mengenai melindungi, merestorasi, dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degradasi lahan, serta menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati. Mengintegrasikan pilar 4 dan 15 sebagai Education for Sustainable Development ke dalam kurikulum adalah upaya untuk memastikan bahwa siswa dapat memahami hubungan antara manusia dan lingkungan, serta pentingnya praktik berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat diwujudkan dengan pengembangan praktik belajar proyek interdisipliner yang menggabungkan ilmu pengetahuan, ekonomi, dan studi sosial untuk memberikan komprehensif tentang isu-isu lingkungan dan berkelanjutan. Pembelajaran berbasis penelitian merupakan pembelajaran yang didasarkan pada pendekatan penelitian sebagai langkah pelaksanaan dalam prosesnya, dimana proses pembelajaran yang berlangsung merupakan implementasi dari karakteristik tindakan penelitian dan pembelajaran bermakna (meaningful learning) (Rahmawan, 2019). Pembelajaran berbasis penelitian by product kini telah diintegrasikan juga di bidang kewirausahaan, dan kini telah diaplikasikan di berbagai sekolah dan madrasah terutama di tingkat Sekolah Menengah Atas sederajat. Memberikan pemahaman siswa tentang pentingnya sebuah inovasi untuk melakukan perbaikan di masa mendatang menjadi penting untuk membangun minat dan bakat siswa terutama dalam membentuk pribadi sebagai bakal peneliti dan wirausaha. Di Indonesia, rasio perbandingan peneliti dan penduduk adalah 90 peneliti per satu juta penduduk (Saadjad, dkk., 2022). Sejalan dengan hal tersebut, menurut data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (2020), menyatakan bahwa rasio kewirausahaan Indonesia baru sekitar 3,47 persen dari jumlah penduduk di Indonesia, yang apabila dibandingkan dengan sesama negara ASEAN dinilai masih cukup rendah seperti Singapura yang mencapai 8,76 persen, Thailand 4,26 persen serta Malaysia 4,74 pesen rasio wirausaha (Prayoga, 2021). Oleh sebab itu, pendidikan berkelanjutan diperlukan untuk membentuk generasi pembangung bangsa yang siap dalam mendorong pertumbuhan ekonomi serta lebih inovatif dan kompetitif. Dalam pengimplementasian Kurikulum Merdeka sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 22 tahun 2020 tentang Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2021-2024 menyebutkan tentang istilah Profil Pelajar Pancasila, dengan visi dan misi dalam mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, kemandirian, dan berkepribadian yang menjadikan terciptanya pelajar Pancasila dengan mempunyai nalar kritis, kreativitas yang kompeten, kemandirian, mempunyai Iman, Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan mempunyai akhlak yang mulia, toleransi dengan gotong royong, dan bersatu dengan kebinekaan yang global (Lestari & Ginting, 2023). Penerapan pembelajaran berbasis proyek yang dapat diintegrasikan berbasis riset dan kewirausahaan memungkinkan diaplikasikan pada kegiatan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Oleh sebab itu, praktik belajar “From Waste to Innovation Festival” berikut menjadi motivasi penulis untuk membagikan pengalaman mengajar di bidang penelitian dan kewirausahaan serta blueprint pengajaran dengan harapan metode ini dapat meningkatkan pemahaman dan pengalaman siswa dalam mengimplementasikan Education for Sustainable Development. From Waste to Innovation Festival From Waste to Innovation Festival (FWIF) merupakan sebuah kegiatan sekolah yang diselenggarakan pada kegiatan P5 Kurikulum Merdeka pada tema wirausaha atau teknologi. From Waste to Innovation Festival memiliki arti dari limbah menjadi festival inovasi. Kata festival digunakan untuk memberikan kesan meriah dan menyenangkan dari proses pembelajaran. Kegiatan ini mendorong siswa secara berkelompok mengembangkan sebuah produk inovasi yang berasal dari limbah dengan harapan dapat mengedukasi dan digunakan oleh masyarakat guna melestarikan lingkungan sekitar. Di awal merencanakan sebuah kegiatan tersebut guru mata pelajaran sains, ekonomi, matematika, dan seni budaya dapat saling berintegrasi berdiskusi untuk menentukan tema kegiatan. Tema kegiatan yang akan dijelaskan pada artikel ini adalah pembelajaran praktik baik FWIF dengan memanfaatkan limbah Blotong pabrik gula merah tradisional di Kabupaten Kudus. Limbah blotong adalah residu yang dihasilkan dari proses pengolahan tebu di pabrik gula yang memiliki beberapa komponen utama seperti serat dan material organik lainnya yang berasal dari tanaman tebu. Blotong sering dianggap sebagai limbah karena jumlahnya yang besar dan potensi polusi seperti polusi udara karena baunya yang tidak sedap. Selain itu limbah blotong yang dibuang ke Sungai menimbulkan pencemaran karena di dalam air bahan organik yang ada pada blotong akan mengalami penguraian secara alamiah, sehingga mengurangi kadar oksigen dalam air dan menyebabkan air berwarna gelap dan berbau busuk (Supari, dkk., 2015). Sementara itu, dilihat dari potensinya blotong memiliki kandungan unsur makro pupuk seperti Nitrogen, Fosfor, dan Kalium sekaligus karbon, dan beberapa mineral lain yang dapat mendukung perbaikan sifat tanah (Utami, 2021). Pemanfaatan limbah blotong akan digunakan sebagai kegiatan inti pada praktik baik FWIF. Pada proses kegiatan, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara heterogen. Selanjutnya guru bersama-sama menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan instrumen penilaian. Adapun kegiatan FWIF memiliki sintaksi pembelajaran sebagai berikut: Tahapan Membaca dan Berdiskusi Kegiatan siswa : Siswa secara berkelompok membaca dan berdiskusi menggunakan lembar kerja siswa yang berisikan pertanyaan pemantik dan materi mengenai pentingnya menjaga ekosistem daratan dan peran penting pupuk pada tanaman. Kegiatan guru : Guru mengarahkan siswa untuk memahami lembar kerja siswa. Pada tahap ini guru dapat memberikan bimbingan dalam merumuskan pertanyaan, metodologi, pengumpulan data, analisis, dan pelaporan hasil. Di bidang kewirausahaan guru dapat memberikan pengajaran mengenai Business Model Canvas (BMC) Pada tahap ini, guru dapat mengundang keynotes speaker seperti peneliti, pengusaha, dan lainnya untuk memberikan materi dan berbagi pengalamannya. Tahapan Observasi Kegiatan siswa : Siswa melakukan observasi secara berkelompok bersama guru dengan mendatangi pabrik gula merah, melakukan wawancara, dan dokumentasi Kegiatan guru : Setelah mengikuti proses perizinan, guru mendampingi siswa menuju tempat observasi Tahapan Prototyping and Produksi Kegiatan siswa : Siswa merancang produk (mulai dari menyiapkan alat bahan, menentukan metode pembuatan, dan menentukan target pasar), menguji produk, dan melakukan perbaikan produk inovasi pupuk sesuai dengan diskusi kelompok. Siswa membuat prototype dan melakukan bimbingan produk dengan guru. Kegiatan guru : Guru memonitoring, mengecek hasil ptototype dan memberikan masukan Berikut contoh produk siswa hasil inovasi pupuk dari limbah blotong: Gambar 1. Biodots Serum Pupuk Tanaman berbasis mikropartikel dari Blotong (Dokumentasi Pribadi Karya Tim Riskia) Gambar 2. Pupuk Kertas dari Limbah Blotong, Ampas Tebu, dan Kertas Bekas (Dokumentasi Pribadi Karya Tim Myiesa dan Azzam) Tahapan Pemasaran dan Penjualan Kegiatan siswa : Siswa melakukan branding dan packaging serta mengenalkan produk melalui media sosial. Siswa mengikuti gelar karya FWIF, mempresentasikan produk, dan memasarkan produk Kegiatan guru : Guru merancang gelar karya yang dilakukan di lapangan sekolah serta melakukan penilaian. Tahapan Evaluasi Kegiatan siswa : Siswa melakukan evaluasi dan refleksi dalam kegiatan pembelajaran Kegiatan guru : Guru mendampingi siswa dalam tahap refleksi dan evaluasi Manfaat dan Urgensi Gelar Karya From Waste to Innovation Festival (FWIF) Gelar karya inovasi dan kewirausahaan dari bahan baku “limbah” dengan nama kegiatan From Waste to Innovation Festival (FWIF) di jenjang SMA sederajat memberikan beberapa manfaat kepada siswa diantaranya adalah mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif, menanamkan jiwa wirausaha, memberikan pengalaman berjalan interdisipliner dan pengalaman nyata, membentuk karakter yang disiplin, peka terhadap lingkungan sekitar, dan bertanggung jawab, memberikan pengalaman keterampilan problem solving, serta kontribusi terhadap masyarakat. Pendidikan yang berkelanjutan ini tidak hanya membangun pondasi yang kokoh untuk mencetak generasi bangsa dengan ilmu pengetahuan, tapi juga turut mendidik generasi dalam upaya membangun pertumbuhan ekonomi dan sosial, serta menciptakan masyarakat yang lebih inklusi dan siap beradaptasi terhadap perubahan. DAFTAR PUSTAKA Lestari, A. D., & Rosalina B. G. 2023. Pembentukan Profil Pelajar Pancasila di Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Semarang. Seminar Nasional Ke-Indonesiaan VIII. Hal : 08-16 Prajoga, R. W. 2021. Determinan Berwirausaha di Indonesia. Jurnal Ilmiah. Jurusan Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya Rahmawan, D. I. 2019. Pembelajaran Berbasis Riset di Sekolah Dasar Sanggar Anak Alam (Salam) Nitiprayan Kasihan Bantul Yogyakarta. Tesis. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Saadjad, F., Aditya P., Muhammad D. P., & Tsamrotul J. 2022. Upaya Peningkatan Minat Meneliti dan Menjadi Peneliti Bagi Mahasiswa, Studi Kasus Teknik Geofisika Institut Teknologi Bandung. DOI:10.13140/RG.2.2.36600.32006 Supari, Taufik, & Budi G. 2015. Analisis Kandungan Kimia Pupuk Organik dari Blotong Tebu Limbah dari Pabrik Gula Trangkil. Prosiding SNST Ke-6. Fakultas Teknik Univeristas Wahid Hasyim Semarang. Hal : 10 – 13 Sutanto, H. P. 2017. Education for Sustainable Development in West Nusa Tenggara. Jurnal Cakrawala Pendidikan. No. 3. Hal : 320 – 341 Utami, A. Z. M. 2021. Pembuatan Pupuk Organik dari Blotong dan Daun Tebu Kering dengan Metode Aerobik. Tesis. Politeknik LPP Yogyakarta