Mengurangi Sampah Makanan untuk Ketahanan Pangan IndonesiaEco-Wedding Training: Pelatihan Strategi Pencegahan Sampah Makanan Bagi Wedding Organizer di IndonesiaAdmin·November 9, 2023·dibaca normal 6 menit Admin Beranda Inspirasi 0shares Inovasi Kelola Sampah Makanan di Rumah: Solusi Praktis Kurangi Sampah Makanan di Indonesia Read More Sebuah perayaan pernikahan atau pesta pernikahan menjadi sebuah keniscayaan bagi masyarakat di Indonesia hari ini. Perayaan megah dengan mengundang banyak tamu undangan bisa menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi para pasangan pengantin dan keluarganya. Hal ini lumrah terjadi di berbagai daerah di Indonesia mulai dari gang-gang rumah, lapangan, aula serbaguna hingga hotel berbintang. Tentu sajian makanan untuk tamu undangan menjadi yang sangat penting (Leo Galuh, 2022). Hal ini muncul karena sajian makanan dapat menjadi sebuah indikator keberhasilan penyelenggaraan pesta pernikahan, bahkan terkadang menjadi sebuah gambaran seberapa menghargai pemilik acara kepada tamu undangan. Untuk itu, tidak heran jika di beberapa acara pesta pernikahan, penyelenggara menyiapkan serangkaian persiapan khusus untuk penyajian makanan (misal sesi food tasting sebelum pesta pernikahan dimulai). Beragam jenis makanan di pesta pernikahan dapat menjadi salah satu penyumbang masalah sampah makanan. Data menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil sampah makanan terbesar kedua di Dunia (Economist Intelligence Unit, 2018). Bahkan dalam konteks pesta pernikahan, penyelenggara pesta pernikahan mampu menghasilkan 1 ton sampah makanan dalam kurun waktu satu hari (Leo Galuh, 2022). Hal ini juga sejalan dengan temuan Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PLSB3 KLHK) yang menyatakan bahwa makanan yang terbuang dan menjadi sampah didominasi berasal dari rumah tangga, restoran dan hotel (Mus, 2018). Makanan yang terbuang sia-sia tersebut turut berimplikasi pada kerugian ekonomi, sosial dan lingkungan (FAO, 2011; Kariyasa & Suryana, 2016; Kiswadayani, Susanawati, & Wirosoedarmo, 2016; Kresna, 2017). Untuk dapat menekan sampah makanan yang timbul dari sebuah pesta pernikahan, diperlukan pengetahuan yang kontekstual terkait faktor apa saja yang mempengaruhinya. Dari sudut pandang tamu undangan, sebuah riset kualitatif pernah dilakukan di konteks pesta pernikahan (Prasetyo, 2019). Sampah makanan di pesta pernikahan itu diduga dihasilkan oleh perilaku tamu undangan yang menyisakan makanan selama acara berlangsung. Untuk menjawab dugaan tersebut, wawancara dilakukan kepada 9 tamu undangan di 4 pesta pernikahan berbeda di daerah Jabodetabek. Riset dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang mendorong tamu undangan menyisakan makanan di pesta pernikahan. Partisipan dipilih berdasarkan hasil observasi kondisi piring yang menyisakan makanan dan kesediaan terlibat dalam wawancara. Berdasarkan kerangka pembentuk perilaku dari theory of planned behavior (Ajzen, 2015), diketahui bahwa terdapat 3 faktor utama yang mendorong seorang tamu menyisakan makanan yakni sikap, norma dan kontrol perilaku. Hasil riset menunjukan beberapa temuan yakni pertama terdapat beragam sikap partisipan yang berhubungan dengan perilaku menyisakan makanan. Sebagian partisipan menganggap penting untuk mencicipi makanan yang beragam selama kegiatan berlangsung. Sedangkan partisipan lainnya lebih memilih mengambil makanan dalam jumlah banyak sekaligus dibandingkan harus mengambil berkali-kali. Meskipun begitu, sebagian besar partisipan menyertakan sikap negatif terhadap makanan yang tersisa sebagai bagian dari sifat mubazir. Temuan kedua yakni adanya norma subjektif seperti hadirnya orang terdekat seperti pasangan, teman atau keluarga mereka sebagai kelompok yang mendorong mereka menyisakan makanan. Mereka menilai bahwa orang-orang terdekat dianggap sebagai validator sosial atas perilaku food waste yang tidak mereka sadari. Temuan ketiga yakni kontrol perilaku yang memudahkan partisipan dalam menyisakan makanan seperti tidak adanya petugas yang mengawasi area prasmanan dan area prasmanan yang mengantri. Kondisi mengantri dinilai sebagai pendorong mereka untuk menumpuk makanan di atas piring mereka sehingga tidak memerlukan usaha selanjutnya untuk mengambil makanan yang sama. Upaya meminimalisir sampah makanan pada kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition) sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh para akademisi dalam konteks riset eksperimental. Penggunaan table tag yang diberi pesan normatif telah mampu mengurangi timbulan sampah makanan sebanyak 25% (Stockli, Dorn & Liechti, 2018; Whitehair, Shanklin, & Brannon, 2013). Pesan normatif dinilai mampu mengaktifkan norma sosial di tengah para pengunjung prasmanan. Selain itu, penggunaan piring berukuran kecil dibandingkan piring normal sebelumnya memiliki efek yang positif dalam mengurangi perilaku pengunjung dalam menyisakan makanan (Duursma, Vrenegoor, & Kobus, 2016). Para pengunjung menilai efek “ruang kosong” dalam piring cenderung mendorong mereka untuk mengisinya dengan lebih banyak makanan. Sedangkan piring makanan yang berukuran lebih kecil akan mampu menghindari pengambilan makanan secara berlebihan karena efek “ruang kosong” yang menghilang. Pencegahan sampah makanan pada kegiatan MICE juga dapat berimplikasi pada upaya peningkatan ketahanan pangan. Riset eksperimental pada kegiatan pelatihan dosen ternyata memberikan dampak positif pada penyelamatan makanan (Prasetyo & Djuwita, 2020). Pemberian pesan normatif dalam table tag dan mini saving box dapat menyelamatkan makanan layak hingga 7,63 kilogram selama kurang lebih 4 hari kegiatan pelatihan. Makanan yang masih layak dimakan ini kemudian diberikan kepada para pekerja dan tuna wisma di sekitar lokasi pelatihan. Tidak hanya itu, organisasi sosial seperti Garda Pangan Surabaya dan Blessing to Share Jakarta, mereka secara rutin melakukan penyelamatan makanan di kegiatan MICE seperti pesta pernikahan (Purba, 2021). Makanan yang masih layak dimakan kemudian dibawa dan dibagikan kepada masyarakat sekitar lokasi pesta pernikahan. Dari beberapa praktik tersebut terlihat bahwa masyarakat yang membutuhkan (seperti tunawisma) dapat menjadi penerima manfaat dari adanya aktivitas pencegahan sampah makanan. Atau dengan kata lain, upaya pencegahan sampah makanan berkorelasi positif dengan upaya peningkatan ketahanan pangan masyarakat. Proses persiapan oleh penyelenggara acara menjadi salah satu fase yang dapat berperan penting dalam mencegah timbulnya sampah makanan saat pelaksanaan pesta pernikahan. Peran wedding organizer dapat memberikan alternatif kepada calon pasangan dan keluarganya agar tetap mempertimbangkan pesta pernikahan yang ramah lingkungan. Seperti gerakan yang telah dilakukan sebelumnya oleh salah satu Wedding Organizer bernama Eco Wedding. Mereka memberikan konsultasi dan membantu para calon pengantin untuk memilih konsep pesta pernikahan yang ramah lingkungan dengan mengutamakan prinsip minim sampah (Leo Galuh, 2022). Dari inspirasi itu, penulis menilai bahwa sudah saatnya prinsip dan strategi minim sampah terutama upaya mengurangi sampah makanan di pesta pernikahan perlu disosialisasikan kepada para pengelola wedding organizer. Selain itu, penerapan prinsip minim sampah makanan juga dapat menjadi value pemasaran sosial bagi wedding organizer karena makanan yang dapat diselamatkan dapat disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Sebuah pelatihan strategi pencegahan sampah makanan dapat menjadi alternatif dalam upaya pengurangan timbulan sampah makanan dari kegiatan pesta pernikahan. Pelatihan ini dapat bekerjasama dengan asosiasi wedding organizer maupun asosiasi pengelola hotel di Indonesia. Tujuan utama pelatihan ini adalah meningkatkan keterampilan para pengelola wedding organizer dalam menyiapkan berbagai strategi intervensi pencegahan sampah makanan di acara pesta pernikahan. Adapun indikator keberhasilan pelatihan ini adalah 1) peningkatan pengetahuan tentang pencegahan sampah makanan dan ketahanan pangan; 2) tersedianya minimal 3 bentuk strategi intervensi pencegahan sampah makanan; dan 3) tersedianya minimal 1 SOP (Standard Operational Procedure) strategi penyaluran makanan layak. Untuk mampu mencapai luaran utama dalam pelatihan ini, diperlukan sebuah modul pelatihan yang turut keterlibatan praktisi dan akademisi multidisiplin seperti ilmu lingkungan, psikologi, sosiologi dan MICE. Eco-wedding training akan melibatkan prinsip experiential learning dalam proses pelaksanaannya. Prinsip ini dipilih agar para pengelola wedding organizer yang telah diasumsikan telah berpengalaman dalam mengelola pesta pernikahan dapat menemukan pengalaman belajar yang relevan dan konstruktif. Prinsip experiential learning akan terdiri atas 4 fase yakni CE (Concrete Experience), RO (Reflective Observation), AC (Abstract Conceptualization) dan AE (Active Experimentation). Sementara itu, pelatihan ini akan menggunakan berbagai metode belajar seperti presentasi, FGD (Focus Group Discussion), role play dan penugasan. Konstruk pengetahuan yang penting diberikan dalam pelatihan ini diantaranya mencakup fenomena pengelolaan sampah di Indonesia secara umum dan sampah makanan secara khusus, dampak sampah makanan yang tidak terkelola terhadap lingkungan dan manusia, kontribusi kegiatan MICE (termasuk kegiatan pesta pernikahan) terhadap timbulan sampah makanan, pencegahan sampah makanan dan praktik baik yang relevan dengan upaya zero hunger di bidang MICE, penyusunan teknik intervensi pencegahan sampah makanan dan penyusunan SOP penyaluran makanan layak. Secara umum, pelatihan ini dapat dilakukan selama 2 hari dengan durasi 6 hingga 7 jam setiap harinya. Penulis : Dimas Teguh Prasetyo (Greeneration Foundation), September 2023 Referensi: Ajzen, I. (2015). Consumer attitudes and behavior: the theory of planned behavior applied to food consumption decisions. Italian Review of Agricultural Economics, 70(2), 121-138 Duursma, G., Vrenegoor, F., & Kobus, S. (2016). Food waste reduction at Restaurant De Pleats: Small steps for mankind. Research in Hospitality Management, 6(1), 95-100. Economist Intelligence Unit (2018). White Paper: Food Sustainability Index. Foodsustainability.eiu.com. Diambil dari http://foodsustainability.eiu.com/whitepaper/ Kariyasa, K., & Suryana, A., (2016). Memperkuat ketahanan pangan melalui pengurangan pemborosan pangan. Analisis Kebijakan Pertanian, 10(3), 269-288 Kiswadayani, A. V., Susanawati, L. D., & Wirosoedarmo, R. (2016). Komposisi Sampah dan Potensi Emisi Gas Rumah Kaca pada Pengelolaan Sampah Domestik: Studi Kasus TPA Winongo Kota Madiun. Jurnal Sumber Daya Alam dan Lingkungan, 2(3), 9-17 Kresna, Mawa (Februari 22, 2017). DKI hasilkan 4 ribuan ton sampah makanan per hari. Tirto.id. Diambil dari: https://tirto.id/dki-hasilkan-4-ribuan-tonsampah-makanan-per-hari-cjti Leo Galuh. (November 14, 2022). Nikah Ramah Lingkungan, Selamatkan Bumi di Hari Spesial. Diambil dari: https://www.dw.com/id/nikah-ramah-lingkungan-selamatkan-bumi-di-hari-spesia l/a-63741868 Mus (Juli 26, 2018). Makanan sisa jadi sumber sampah terbesar. Viva.co.id. Diambil dari https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1058149- makanan-sisa-jadi-sumber-sampah-terbesar Prasetyo, D. T. (2019). Faktor apa saja yang mempengaruhi seseorang berperilaku food waste di Pesta Pernikahan?. JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan), 6(02), 87-92. Prasetyo, D. T., & Djuwita, R. (2020). Penggunaan theory of planned behavior dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi food waste behavior pada dosen. Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen, 13(3), 277-288. Purba, Prihardani Ganda Tuah (Juni 20, 2021). Belajar “Hierarki Pemulihan Makanan” dari Garda Pangan. Diambil dari: https://www.dw.com/id/belajar-hierarki-pemulihan-makanan-dari-garda-pangan/ a-57825016 Stöckli, S., Dorn, M., & Liechti, S. (2018). Normative prompts reduce consumer food waste in restaurants. Waste Management. Whitehair, K. J., Shanklin, C. W., & Brannon, L. A. (2013). Written messages improve edible food waste behaviors in a university dining facility. Journal of the Academy of Nutrition and Dietetics, 113(1), 63-69