fbpx

Pemberdayaan Warga Desa dengan Dana Desa

Dana Desa (DDs) sebagai salah satu program pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan sudah berjalan hampir sepuluh tahun. Dana trilyunan pun sudah dicairkan langsung ke desa. Berbagai kegiatan dirancang untuk menjadi prioritas dalam pelaksanaan Dana Desa. Mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT-DD), kegiatan Pembangunan maupun Pemberdayaan Masyarakat dengan tujuan pengurangan kemiskinan yang mengacu pada tujuan SDGs (Sustainable Development Goals). Dengan kata lain, DDs ditujukan untuk dapat mengatasi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan; melaksanakan pembangunan desa dengan tetap menjaga kearifan lokal, serta mengamalkan nilai sosial, agama, dan budaya guna peningkatan masyarakat desa. Tiga kementerian pun turun dalam mengelola Dana Desa, yaitu Kementerian Keuangan, Kemendesa, dan Kemendagri, serta BPKP yang bertugas untuk melakukan evaluasi atas pelaksananaanya.

Ketentuan terkait prioritas penggunaan menunjukkan bahwa DDs memiliki peran dalam pengurangan kemiskinan, baik jangka pendek (dengan Program PKTD) maupun jangka panjang, yaitu dengan Program Pemberdayaan yang selaras dengan tujuan SDGs.

Pemberdayaan masyarakat menurut Noor (2011) dalam Boedijono et al. (2019) diartikan sebagai sebuah strategi yang sesuai dengan nilai yang berlaku di masyarakat guna menciptakan pemikiran baru terkait pembangunan ekonomi dengan sifat pelibatan peran masyarakat. Hamid (2018) mendefinisikan pemberdayaan dengan memberikan kekuatan bagi kelompok lemah untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Pendapat lain, pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai sebuah konsep pembangunan ekonomi dengan merangkum nilai yang berlaku di masyarakat, dan mewujudkan paradigma pembangunan yang menjadikan orang-orang sebagai pusat pembangunan, adanya partisipasi aktif dari anggota masyarakat, memberdayakan sumber daya yang ada, serta berkelanjutan (Alfitri, 2011).

Dengan demikian, pemberdayaan telah menjadi salah satu konsep utama pembangunan berkelanjutan. Hubungan antara pemberdayaan dan pembangunan berkelanjutan dapat dikaji melalui tiga cara, antara lain (Ataei et al., 2019):

  1. Pemberdayaan merupakan komponen pembangunan berkelanjutan;
  2. Pemberdayaan dianggap sebagai faktor dalam pembangunan berkelanjutan; dan
  3. Pemberdayaan adalah hasil dari pembangunan yang berlanjut.

Tujuan utama dari pembangunan yang berkelanjutan adalah untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik (kesetaraan baik laki-laki maupun perempuan guna memenuhi kebutuhan dasarnya), usaha untuk mengurangi perbedaan/kesenjangan dalam masyarakat, peningkatan kesadaran dan kepercayaan publik, kepercayaan masyarakat atas tujuan pembangunan dan dalam menjaga keamanan dan kebebasan (Mirzaei et al., 2011).

Ruang lingkup pemberdayaan juga sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga semua anggota masyarakat, dari tingkat perkembangan terendah hingga tingkat pengetahuan diri tertinggi terdampak/terekspos (Ebrahimi et al., 2022).  

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan yang dilaksanakan di desa bertujuan guna meningkatkan kemandirian masyarakat desa, dan dapat didanai salah satunya dengan Dana Desa. Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat ketidaksesuaian maksud dengan kenyataan dari pemberdayaan ini. Untuk mencapai tujuan pemberdayaan terkait kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dengan mandiri, pelaksanaan maupun pelatihan pemberdayaan yang ada masih bersifat formalitas, belum menyentuh substansi inti pemberdayaan. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan, diantaranya:

  1. Memperbaiki konten pelatihan pemberdayaan di desa. Pelatihan harus didahului dengan analisis kebutuhan peserta terlebih dahulu, baru kemudian dipilih pemateri yang kompeten. Kelas pelatihan yang perlu diselenggarakan antara lain kemampuan untuk memperkuat kecakapan hidup, pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan komunikasi, keterampilan sosial dan peningkatan kesadaran politik dengan menekankan tentang pentingnya peran masyarakat dalam pembangunan yang efektif dan efisien.
  2. Mengembangkan keempat dimensi pemberdayaan (individu, sosial, ekonomi dan psikologi) dengan lebih optimal.
  3. Pemerintah dan lembaga pendukung harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menciptakan budaya, mengubah sikap masyarakat, dan menghilangkan isolasi sosial bagi warga desa yang memiliki keterbatasan/kekurangan, baik fisik maupun ekonomi sehingga lebih meningkatkan indepensi ekonomi dan kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk mengakses kebutuhan dasar.
  4. Mengoptimalkan peran pendamping desa untuk dapat lebih menggali potensi desa, dan kemudian dikembangkan dengan pemberdayaan masyarakat agar angka kemiskinan turun dan kesejahteraan masyarakat tercapai.