Mia Amelinda Content Creator 0shares Jangan Takut Bicara: Mendukung Korban Kekerasan Seksual Read More Akhir-akhir ini seringkali kita melihat berita yang terkait dengan kekerasan perempuan. Memang bukan sesuatu yang baru. Namun, dengan maraknya media sosial maka semakin terlihat bagaimana reaksi publik terhadap isu-isu terkait. Melihat dari kasus Novia hingga kasus Kekerasan Berbasis Gender Online yang berseliweran di sosial media (contoh :revenge porn). Di sini yang dititikberatkan adalah bagaimana publik berkomentar terhadap korban yang di mana merupakan perempuan. Terutama istilah women support women. Apakah itu masih berlaku? Banyak stigma yang diberikan terhadap perempuan terlebih lagi kalau kasusnya menyangkut dengan seksualitas. Sebelum berbicara lebih jauh, coba jawab beberapa pertanyaah ini dahulu : Apabila ada kekerasan seksual yang terjadi dan pelakunya merupakan orang biasa. Apa reaksi kamu mengenai berita tersebut? Apabila ada kekerasan seksual yang terjadi dan pelakunya merupakan public figure kesayangan kamu. Bagaimana reaksi kamu?. Pertanyaan tersebut merupakan sebuah refleksi mengenai pandangan kamu terhadap isu kekerasan seksual. Believe the guilty until it’s proven. Namun, apakah ada laporan palsu terkait kasus kekerasan seksual? Ada tapi tidak banyak jumlahnya. Balik lagi dengan victim blaming atau menyalahkan korban. Kita ambil contoh kasus Novia. Terdapat di kolom komentar banyak yang membicarakan bahwa apa yang terjadi pada Novia merupakan suka sama suka. Walaupun mereka pernah menjalin hubungan namun sesuatu yang dilakukan tanpa konsen dalam hubungan seksual tetap termasuk kekerasan. Alih-alih mendukung korban tetapi malah menyalahkan bahkan memperbandingkan karena korban memilih bunuh diri. Bahwasanya ini merupakan cerminan kalau korban kekerasan seksual masih sedikit dalam mendapatkan ruang aman. Ada lagi kasus yang saya temukan di salah media sosial, yaitu revenge porn dan penyebaran konten asusila. Sekelompok anak muda laki-laki asing yang berhubungan seksual dengan perempuan Indonesia. Di sini konteksnya terdapat konsen. Namun, konsen di sini merupakan konsen dalam berhubungan seksual kedua belah pihak pada saat itu. Setuju berhubungan seksual bukan berarti setuju untuk foto atau video nya diambil diam-diam bahkan disebarluaskan. Reaksi publik yang mengetahui cerita tersebut langsung menyalahkan para perempuan yang menjadi korban. “Lagian suruh siapa mau” “Ih murah banget” “Mana coba dispill”. Bisa dilihat dari sini bukan fokus kepada pencegahan saja tetapi bagaimana dengan mitigasi resikonya. Korban kekerasan seksual membutuhkan ruang aman. Sudahkah masing-masing dari kita membantu terciptanya ruang aman?. Sekarang banyak bermunculan organisasi-organisasi maupun social enterprise yang membantu korban KBGO. Terlepas dari organisasi yang akan membantu, tetap saja pertama yang dibutuhkan oleh korban adalah orang terdekatnya. Pertama kali bersuara dan butuh didengarkan. Apakah kita semua sudah siap dan mempunyai kapasitas tersebut?. Tanpa judgemental dan mengarahkan kepada ahlinya. Sebanyak apapun organisasi yang menyuarakan dan berusaha menciptakan ruang aman tetap tidak akan berhasil tanpa masyarakat yang mendukungnya. Salah satu hal yang patut menjadi perhatian dari awal adalah pendidikan seks di sekolah-sekolah. Memang pembahasan seks masih tergolong taboo apalagi di lingkup sekolah. Padahal pengetahuan tersebut tidak melulu tentang berhubungan seks. Ada yang namanya kesehatan sistem reproduksi sampai konsep konsen yang telah disinggung tadi. Saya adalah satu contoh kecil yang ketika remaja pernah mengalami stop menstruasi 3 bulan namun tidak berani ke dokter karena takut disangka melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma. Padahal, ketika saya mengalami hal yang sama saat dewasa ternyata hormon saya tidak seimbang karena stres. Menyesal rasanya baru terpapar banyak informasi dan makin banyak yang menyuarakan juga sekarang ini. Dengan pendidikan seks sejak dini bukannya mendorong perilaku seks bebas tetapi dapat menumbuhkan kesadaran tiap individu tentang semakin berharganya tubuh mereka, boundaries, kesehatan, dan lainnya. Ketika setiap individu semakin mengerti maka semakin akan mudah untuk menciptakan ruang aman untuk orang-orang terdekatnya.